KOESYONO Koeswoyo yang lebih dikenal dengan nama panggilannya Yon Koeswoyo telah menghembuskan napas terakhirnya pada hari Jumat, 5 Januari tahun 2018.
Ia meninggal di kediamannya di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan.
Dari salah satu keluarganya diperoleh penjelasan bahwa Yon sempat menjalani perawatan beberapa lama di rumah sakit. Legenda musik Indonesia itu meninggal pada usia 77 tahun.
Saya mengenal pertama kali kelompok Koes Bersaudara yang kemudian menjadi Koes Plus melalui beberapa lagu pertamanya, antara lain Pagi Yang Indah, Telaga Sunyi, Bus Sekolah dan lainnya.
Kekuatan utama dari kelompok ini adalah duet vokalnya, serta tentu saja kemampuan mereka tampil dengan percaya diri dengan lagu-lagu ciptaannya sendiri.
Saya mengenal keluarga Koes Plus atau Koes Bersaudara melalui adik mereka, Koesmiyati, akrab dipanggil Miyek, yang kebetulan teman satu kelas SMA di kawasan Kebayoran Baru.
Sekolah kami letaknya sangat dekat dengan kediaman keluarga Koes Bersaudara.
Saya juga mengenal cukup dekat dengan salah satu pemain drumnya Jelly Tobing dan salah seorang pemain keyboard Koes Plus, Nadjib Oesman.
Beberapa tahun yang lalu saya berjumpa lagi dengan Yon Koeswoyo. Ia memberikan beberapa CD rekamannya pada saya.
Pada saat itulah saya baru mengetahui dari Yon, bahwa lagu yang diciptakan oleh Koes Plus dan Koes Bersaudara jumlahnya mencapai ratusan.
Dia tidak menjelaskan berapa tepatnya jumlah seluruh lagu Koes Plus. Ia hanya bisa memperkirakan jumlahnya mencapai lebih dari 600 lagu. Sebuah pencapaian yang luar biasa.
Dalam sebuah obrolan ringan, kami sempat mendiskusikan tentang lagu-lagu Koes Plus yang berkembang dan dikembangkan aransemennya oleh banyak seniman lagu yang kemudian di rekam ulang dalam berbagai versi.
Yon mengaku merasa senang, walau tercetus juga, bahwa dia atau keluarga Koes Plus tidak memperoleh imbalan yang memadai dari hasil mencipta lagu yang menurut ukuran saya sangat luar biasa itu.
Namun, hal itu diutarakannya jauh dari nada penyesalan atau kecewa.
Yon mengatakan ia sudah cukup senang bila ada orang lain yang mau menyanyikan lagu-lagu ciptaannya.
Menyedihkan memang bahwa negeri ini belum bisa memberi penghargaan yang memadai kepada para seniman pencipta lagu. Situasi ini sungguh berbeda di negara maju.
Lagu-lagu ciptaan Koes Plus tidak hanya sekadar lagu-lagu populer yang menghibur. Banyak karyanya juga menginspirasi rasa cinta tanah air, membangun nasionalisme dan patriotisme.
Bisa disimak pada banyak lagu dan syairnya seperti “Kolam Susu” dan rangkaian lagu seri Nusantara lainnya.
Yang mengagumkan adalah dalam usianya yang sudah lanjut, beberapa tahun lalu itu, Yon masih sanggup bernyanyi sambil menyandang gitar dalam waktu lebih dari 1 jam di atas panggung.
Dalam obrolan ringan, saat saya tanyakan pendapatnya tentang banyak lagunya yang dilantunkan dan disajikan dalam aransemen yang disesuaikan dengan generasi yang lebih muda, dia menyatakan sangat senang.
Namun, ia menambahkan, bagi para penggemar Koes Plus, lagu-lagu beraransemen baru itu kehilangan “nyawa” Koes Plusnya.
Namun toh ia tetap senang. Lagu-lagu beraransemen baru itu membuktikan bahwa lagu-lagu Koes Plus mampu beradaptasi melintasi generasi. Lagu yang abadi.
Kini Yon sudah tiada. Kita semua kehilangan Sang Pahlawan Seniman pencipta lagu, Seniman yang sangat sayang, cinta dan bangga atas negerinya sendiri.
Seniman yang berkepribadian dalam arti sesungguhnya yaitu telah memberikan jiwa raganya dalam berbakti keharibaan Sang Ibu Pertiwi.
Sang Pahlawan yang pada sisi lain terlihat sangat menyedihkan karena kurang memperoleh imbalan penghargaan atas karya ciptanya dengan setimpal.
Kita perlu memikirkan langkah-langkah nyata untuk memberikan penghargaan yang berarti kepada para seniman pencipta lagu kita.
Selamat Jalan Yon Koeswoyo. Kita semua berduka atas kepergian Sang Maestro terakhir dari kelompok Koes Bersaudara-Koes Plus.