Seorang teman saya punya cerita yang cukup menarik. Mungkin saja cerita ini sudah banyak beredar dimana-mana, akan tetapi saya pikir ada baiknya juga saya turunkan disini, terutama untuk anak muda, the young generation, the future leader ! Simply because :
” We have to keep the Leaders Young !”
Ceritanya sebagai berikut :
Pada suatu hari, seorang anak muda yang baru saja menyelesaikan pelajarannya di perguruan tinggi, dan tengah mengikuti program magang disuatu perusahaan besar, pulang diakhir minggu ke Rumah Ayahnya. Dia mulai “curhat” kepada sang ayah, bagaimana dia diperlakukan ditempat magang tersebut. Si anak muda terhitung anak yang pintar di sekolahnya dan memperoleh angka diatas rata-rata pada setiap ujian akhir di sekolah dan perguruan tinggi. Tidak heran dia pun kerap memperoleh penghargaan dan perlakuan yang agak istimewa dari teman dan guru atau dosennya.
Ditempat kerja magangnya, menurut dia, mengapa dia harus mengerjakan segala sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran atau disiplin ilmu yang dikuasainya. Dia agak kecewa, karena ternyata sehari-hari dia lebih banyak mendapatkan pekerjaan, yang menurut ukuran dirinya, tidak memerlukan seseorang dengan kualitas lulusan perguruan tinggi, bahkan SMA sekali pun. Dia nyaris memperoleh kegiatan yang bertubi-tubi, dari satu masalah ke masalah lainnya, tanpa dapat memberikan argumentasi apapun kepada bos nya. Kesemua itu membuatnya frustrasi, dan mulai berpikir untuk mengundurkan diri saja.
Ayahnya, sangat arif. Dengan pengalaman yang cukup panjang, ayahnya segera tahu, bahwa anak lelakinya itu sebagai “fresh man”, tengah berhadapan dengan apa yang sering disebut sebagai “barrier” dari “Das Seine” dengan “Das Sollen”. Perbedaan didunia nyata, antara teori dan praktek. Dia tidak menanggapi apapun terhadap segala ungkapan anaknya , dan hanya menyuruhnya istirahat malam itu, seraya mengajaknya sarapan pagi bersama pada keesokan harinya.
Pagi hari yang cerah, sang Ayah mengajak anaknya itu sarapan bersama. Dia lalu mengambil sebuah wortel, sebuah telur dan biji kopi. Ketiganya diletakkan pada tiga buah cawan secara terpisah dan diberikan air secukupnya kemudian direbus. Setelah beberapa lama , lebih kurang 20 menit, sampai air mendidih, dia mengangkat ketiga cawan tersebut dan meletakkannya diatas meja makan tempat dia dan anaknya duduk bersama untuk sarapan pagi. Okay, katanya , lihatlah hai anak muda, tadi kamu lihat sebatang wortel yang sangat kuat, keras, akan tetapi setelah direbus, kamu bisa lihat dia menjadi sangat lunak dan lembek, nyaris tidak menyisakan sedikitpun kekerasan dirinya pada waktu sebelum direbus. Berikutnya, mari kita lihat telur itu. Setelah dipecahkan kulit telur itu, merekapun mendapatkan bahwa isi telur rebus ternyata menjadi keras dan padat. Terakhir, dia mengajak anaknya melihat cawan yang berisi biji kopi, yang ternyata sudah tidak ada lagi bijinya, karena meleleh, akan tetapi air yang dipakai untuk merebusnya telah berubah warna menjadi hitam dan sekaligus mengeluarkan aroma kopi yang sangat harum dan menyegarkan.
Ayahnya kemudian, menerangkan satu persatu tentang ketiga proses dari ketiga barang dicawan tersebut. Pertama, coba kamu lihat wortel. Begitu gagah keras dan kokoh. Akan tetapi setelah dia didera dengan penderitaan yang terasa keras dari air yang direbus sampai mendidih, dia segera saja menjadi layu dan nyaris tidak meninggalkan sedikitpun tanda-tanda bahwa dia sebelumnya adalah benda yang keras. Berikutnya adalah telur. Telur, sangat ringkih, dia bisa segera saja pecah dan isinya, berupa cairan akan segera berantakan mengalir kalau terjatuh atau tidak hati-hati memberlakukannya.Namun apa yang terjadi, setelah dia mendapatkan penderitaan dari air yang mendidih? Ternyata, dia justru menjadi kuat dan cairan didalamnya bahkan berubah menjadi keras. Terakhir, biji kopi, setelah dia di rebus dengan air mendidih, dia memang menghilang, akan tetapi, air yang mendidih itu, telah berubah warnanya menjadi hitam pekat dan lebih dari itu, aroma air itu yang tadinya tidak ada, menjadi harum dengan aroma sang kopi. Sang kopi telah merubah lilngkungannya yaitu sang air, walaupun dirinya sendiri menjadi larut sesuai dengan jati dirinya yaitu menjadi hitam dan juga memberikan air yang tidak ada apa-apanya menjadi harum aroma kopi ! Kopi telah memberikan segala-galanya, termasuk dirinya sendiri pada saat dia di tempa, untuk merubah keadaan menjadi sesuatu yang jauh lebih berharga.
Nah, anakku, dapatkah kamu mengambil pelajaran dari ketiga benda itu ? Kamu bebas memilih sekarang, apakah kamu mau menjadi Wortel? Telur? atau Kopi? Kamu anak muda yang telah dewasa, saya sebagai orang tua sudah cukup membekali dirimu dengan segala kelebihan dan kekurangannya, karena manusia tiada ada yang sempurna, jalankanlah hidupmu sesuai dengan pilihanmu sendiri. Sekali lagi karena kamu sudah dewasa dan kamu berhak memilih kehidupanmu sendiri. Semua orang ingin berbahagia, tetapi ingat, kamu harus mengalami dan berani menghadapi banyak cobaan untuk bisa menjadi kuat, mengalami dan tidak gentar menghadapi “penderitaan” agar kamu bisa menjadi orang yang manusiawi atau “human” dan harus juga memiliki harapan untuk dapat mencapai … ya itu tadi :”kebahagian”.
Pada waktu kamu lahir, kamu menangis keras , sementara orang sekeliling mu tersenyum bahagia. Kemudian, jalanilah kehidupanmu sedemikian, sehingga pada saatnya nanti, kamu pergi dengan tersenyum lebar, sementara orang-orang disekelilingmu, menangis dan meratapimu.
Insyaallah ! Semoga Tuhan selalu memberkati kita semua, Amin.
1 Comment
ini adalah cerita yg sangat bagus…seandainya setiap orang tua mendidik anak2nya demikian, pasti banyak anak indonesia sekarang lebih dewasa..^_^