Kemarin hari Jumat 15 Mei, saya sempat mengikuti 2 Zoom Meeting, masing-masing tentang dunia penerbangan dan mengenai perkembangan eskalasi ketegangan di South China Sea atau Laut China Selatan (LCS). Tentang penerbangan . yang saya ikuti adalah Rapat Virtual Roadmap Industri Penerbangan. Ini adalah rapat virtual Roadmap Industri Penerbangan kedua kalinya yang sempat saya ikuti. Berawal undangan dari Capt. Novianto Widadi, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Udara, Kementrian Perhubungan, Pilot Aerobatik yang telah berbaik hati mengajak saya bergabung. Pada Rapat Virtual pertama yang saya ikuti minggu lalu topik pembahasannya adalah mengenai SDM dan Fasilitas. Bahasan yang mengemuka adalah berkait pengembangan CN-235 dan N-219. Sedangkan pada rapat virtual jumat kemarin topik bahasan adalah khusus mengenai N-219 dan N-219 Amphibi.
Pengembangan Industri Penerbangan.
Menarik dan menggembirakan melihat perkembangan Industri Penerbangan Indonesia yang ternyata, walau sudah cukup lama tidak terdengar kabar beritanya, tetap dikerjakan dengan baik. Saya sendiri baru mengetahui tentang aktivitas ini setelah diajak mengikuti rapat Virtual minggu lalu dan kemarin. Senang sekali mengikuti pembahasan mendalam yang komprehensif tentang rencana pengembangan pesawat terbang CN-235 dan N-219. Walau tidak terlalu terdengar di permukaan, terlihat bahwa ulasan dan kemauan untuk mengembangkan dengan benar dan serius industri penerbangan kita ternyata tetap dan tengah dilakukan. Pengembangan Industri Penerbangan yang sangat membanggakan Indonesia memang harus mendengarkan banyak pihak, agar dalam perjalanannya tidak mengalami hambatan-hambatan teknis maupun non teknis.
PTDI tidak mungkin dapat berjalan sendiri, karena banyak masalah yang dihadapinya , sebagian besar tidak berada dalam jangkauan kemampuan dan wewenangnya. Contoh sederhana adalah mengenai kaderisasi sdm dan modernisasi fasilitas yang diperlukan bagi sebuah Pabrik Pesawat Terbang. Persoalan yang sudah menjadi permasalahan sejak lama. Belum lagi berbicara tentang proses pemasaran produk yang berhubungan dengan mekanisme ketersediaan spare parts yang dibutuhkan oleh konsumen pengguna produk PTDI di dalam dan luar negeri.
Dari dua Rapat Virtual tersebut,walau tidak seluruhnya dapat saya ikuti, akan tetapi memberikan kesan positif bahwasanya rencana pengembangan N-219 dan juga CN-235 sudah mulai mendengarkan terlebih dahulu banyak aspek yang mempengaruhi proses produksi yang akan dilakukan. Misalnya saja pada Rapat Virtual kemarin, telah mendengarkan paparan mengenai N-219 Amphibi dari nara sumber yang memiliki pengalaman dalam penggunaannya di lapangan. Banyak hal yang saya percaya baru diketahui bahwa penggunaan pesawat Amphibi tidak sederhana. Sekilas terlihat pesawat Amphibi sebagai pilihan yang tepat di negara kepulauan ini, namun realitanya, ternyata tidak semudah itu sebagaimana dibayangkan banyak orang terutama dalam hal mengoperasikannya. Demikian pula tentang pengembangan lebih lanjut produk dari CN-235 yang kelihatannya sudah mampu merambah pasar global, akan tetapi masih banyak tantangan yang harus dihadapi kedepan. Konsumen, rata-rata mengalami banyak kesulitan dalam memperoleh spare parts yang dibutuhkan dalam mengopersikan CN-235 karena memang ternyata alur penyediaan suku cadang tidak menjadi bagian yang terpadu dari proses produksi pengadaan pesawat.
Intinya , roadmap Industri Penerbangan kita sudah terlihat pada jalur yang menuju keterbukaan dan mulai berusaha memperoleh masukan dari banyak pihak tentang sisi-sisi rawan yang harus menjadi perhatian sebelum alur produksi bergulir. Mudah-mudahan kelompok kerja ini dapat memperoleh masukan yang lengkap dan menyeluruh sehingga, kita dapat benar-benar berhasil dan sukses sebagai produsen pesawat terbang sekelas CN-235 dan N-219. Kiranya, kita semua menunggu , minimal pesawat terbang N-219 yang sudah sekian tahun terdengar akan berproduksi dan hingga kini masih terhambat, antara lain persoalan sertifikasi yang belum dapat segera diatasi. Selamat bekerja dan sukses !
Perkembangan Eskalasi di Laut China Selatan
Pada sesi zoom meeting yang kedua, forum terbatas Institut Peradaban kemarin, saya sempat mendengarkan paparan menarik dari DR Makarim Wibisono, Diplomat Senior kawakan, mantan Duta Besar dan Kepala Perwakilan RI di PBB. Sekilas dengan moderator Ichsan Loulembah sempat juga saya mengikuti bahasan menarik dari beberapa peserta diskusi, antara lain DR Salim Said, Zaki Mubarak, Umar Husin, Cholid, dan lainnya. Pembicaraan sangat menarik antara lain sampai kepada pertanyaan tentang bagaimana Indonesia akan memposisikan dirinya, apabila konfrontasi antara Amerika dan China menjurus kepada jurang perang terbuka. Apakah Indonesia bisa netral, ataukah akan terpaksa berpihak pada China dengan berbagai alasan, atau akan berpihak kepada Amerika Serikat dengan sejumlah alasan lainnya.
Menarik juga diskusi yang berkembang mengenai pendekatan berbeda antara Amerika Serikat dan China terhadap negara-negara yang ingin di rangkulnya. Amerika Serikat yang sudah sejak berakhirnya Perang Dunia kedua lebih mementingkan pendekatan aliansi atau sekutu seperti halnya dalam proses penyelesaian perang dunia dan di era pasca perang dunia. Kita mengenal PBB dengan sejumlah organisasi dibawahnya yang secara global akan mengikat negara-negara di dunia untuk berada dalam pengelolaannya. Ada WHO, WTO, UNESCO dan lain sebagainya. Demikian pula tentang dialog US – ASEAN yang terus mengembangkan persekutuan atau aliansi dalam upaya menyelesaikan masalah-masalah hubungan antar bangsa berkait dengan hegemoni dan manajemen konflik perimbangan kekuatan oleh Amerika Serikat. Diulas selanjutnya tentang bagaimana China yang justru lebih mengembangkan pola hubungan yang bilateral sifatnya dalam berinteraksi dengan negara-negara ASEAN. Pola hubungan yang seperti ini memang kelihatannya dibangun oleh China dalam kiprahnya untuk memudahkan mengelola ruang gerak di kawasan Laut China Selatan, tanpa harus berhadapan dengan ASEAN sebagai sebuah kesatuan. Dengan kekuatan ekonomi yang luar biasa , maka secara bilateral China sudah dapat mempengaruhi negara-negara di kawasan yang sebagian besar akan menjadi pendukungnya.
Berkembangnya Covid 19 tentu saja sangat berpengaruh terhadap sikap Amerika Serikat dalam menghadapi China termasuk dalam hal sengketa di Laut China Selatan. Kekuatan Amerika di Pasifik yang sudah tidak sekuat pada era perang dingin dan kemajuan pesat Angkatan Perang China belakangan ini, dipastikan tidak mudah bagi Amerika untuk dapat menantang China secara terbuka. Namun sikap Donald Trump yang memiliki visi atau berpenampilan yang kerap terlihat lebih sebagai seorang “businessman” daripada sebagai “politician” membuat sulit menerka apa yang akan dilakukannya. Diskusi ditutup dengan saran dari DR Makarim Wibisono untuk mengulas lebih lanjut topik hangat dan menarik ini nanti setelah pemilihan Presiden Amerika Serikat selesai digelar pada akhir tahun 2020.
Itulah catatan sekelumit dari mengikuti dua zoom meeting kemarin sebagai salah satu pola Work From Home ditengah berkecamuknya virus corona Covid 19. Semoga badai ganas Covid 19 dapat segera berlalu, AminYRA.
Jakarta Sabtu 16 Mei 2020
Chappy Hakim
Pusat Studi Air Power Indonesia
1 Comment
Terimakasih, sharing tulisan yang menarik untuk menjadi pemahaman kita khususnya penggiat kedirgantaraan, terimakasih pak Chaappy.