Lebih jauh tentang cerita si Aboen, maka sebenarnya orang Indonesia itu selain “penakut” juga cenderung bersikap “hemat” untuk menghindari penggunaan kata “pelit”. Apabila kita pernah mengikuti acaranya Tantowi Yahya dalam Who wants to be a millionaire, maka kita dapat menyaksikan perbedaan menyolok dari para petarung Indonesia dengan para petarung di China, untuk acara yang sama.
Pada acara tersebut, selalu saja, bila ada seseorang yang sudah mengantongi kemenangan yang cukup besar, dan juga sudah menggunakan sesi phone a friend, ask the audience dan 50 – 50/fifty fifty, kemudian berhadapan dengan pertanyaan yang tidak dapat dijawab, pasti mereka akan segera mengundurkan diri. Sayang, soalnya udah menang dan lumayan, ngapain “gambling” lagi? Angguran pulang aja bawa duit kemenangan, dari pada rugi ! Kapan menangnya?
Takut? jelas takut untuk maju lagi, karena kemenangan yang sudah diraih bisa hilang. Rugi? wah ini yang sangat sulit untuk dapat dipahami. Kan, datangnya hanya modal “dengkul”, koq bisa sampai kepada kesimpulan akan “rugi”. Tidak bermodal koq bisa rugi? Jadi dalam benak pikirannya, uang hadiah yang sudah dikantongi sementara itu sudah dianggap punya dia. Jadi harus di “hemat” dong, jangan dipake untuk “gambling” ! Ini dia, bukan uangnya sendiri aja udah di hemat ( “pelit”), apa lagi punya sendiri/bawa sendiri?
Itulah sebabnya, maka belum ada seorang pun yang memenangkan hadiah kuiz 1 miliar ini. Lebih tegas lagi, Tantowi Yahya bahkan mengatakan, tidak akan ada yang pernah ,menang di Indonesia ini, karena ya itu tadi, berkait dengan sikap para petarung yang “takut kalah” ,sangat hemat alias “pelit”.
Sangat berbeda yang dialami acara ini di China. Orang China, memang terkenal sebagai “jago taruhan”. Mungkin “gambling” adalah sudah mendarah daging dalam pola pikir nya. Di China, acara ini sudah ada yang meraih kemenangan, mungkin lebih dari satu orang ?
Mengapa? Karena orang China, walalupun sudah sampai kepada kesempatan terakhir, setelah mengantongi hadiah yang cukup besar, tetap saja akan berani maju untuk menjawab pertanyaan berikutnya, walaupun dia tidak tahu jawabannya. Dia akan “gambling” ,walaupun juga tahu bahwa kalau salah, hadiah yang sudah ditangan akan hilang. Itu tadi, mereka berprinsip, datangnya kan modal dengkul, kenapa nggak berani bertaruh untuk sesuatu yang lebih besar lagi? Siapa tahu menang? Kalau menang, pulang bawa 1 miliar, kalau kalah… ya kan waktu datang juga nggak bawa apa-apa/bermodal? Ini juga perbedaan yang sangat menyolok dari teman kita orang China dalam menjalani hidup ini. Sekali lagi “berani”, seperti si A Boen !
Kiranya, acara Who wants to be a millionaire, bisa menjadi parameter dalam melihat masalah ini.
Itulah sekedar tambahan tanggapan buat si A Boen , Bud! Siapa Takut? atau Siapa Berani?