Saat mampir di Washington DC, baru-baru ini, saya sempat diwawancara di VOA, seksi siaran bahasa Indonesia. Wawancara di pelopori oleh Helmi Johannes, yang kemudian dieksekusi oleh saudara Ariono Arifin, drummer “kesohor” di DC yang juga nge-pos di VOA. VOA atau Voice of America adalah jaringan siaran radio, televisi dan internet yang sejak 1942 menyiarkan dari Amerika Serikat beragam program dalam 53 bahasa ke 40 negara. Wawancara pada waktu itu dilaksanakan oleh saudari Vena , anak muda yang sangat terampil dan cekatan dalam melaksanakan tugasnya
Materi wawancara kebetulan sekali adalah mengambil topik tentang buku Ayah saya dan juga buku-buku saya yang ternyata lengkap dikoleksi oleh perpustakaan terbesar didunia Library of Congress Washington DC. Selain itu tentu saja, mengenai perkembangan dunia penerbangan nasional di tanah air menjadi topik berikutnya.
Helmi Johannes, saya kenal sejak masih distasiun TV di Jakarta, yaitu saat ramai-ramai nya talkshow televisi mengenai perang teluk, saya kerap diajak serta membahas bersamanya.
Ariono sendiri ternyata adalah putra dari mantan Perwira Angkatan Udara lulusan Akademi Angkatan Udara kelas 69, yang kini ternyata “nyambut gawe” di VOA. Saya sendiri merupakan lulusan Akademi yang sama namun berasal dari kelas 71. Di saat masih di Akademi, saya masih ingat, bahwa saya dengan Ayahnya Ariono sempat bertugas diluar ksatriaan AAU, bersama-sama lebih kurang satu minggu, menemani kunjungan “cadet” Amerika di Jogyakarta, Bali dan Jakarta, ceritanya bertugas menjadi “tour-guide” . What a small world !
Menarik sekali, dalam kunjungan saya kali ini di US, saya sempat pula menjadi tamu USINDO, dalam Open Forum memaparkan secara singkat yang dilanjutkan dengan diskusi terbuka mengenai sistem pertahanan negara dari satu negara kepulauan, yang sebenarnya adalah merupakan intisari dari buku saya terbitan tahun lalu berjudul Pertahanan Indonesia, Angkatan Perang Negara Kepulauan. Sang moderator adalah diperankan sendiri oleh “bos” nya USINDO, Ambassador David Merrill.
Lebih surprise lagi adalah, saya sempat jumpa di “twitter” dengan dedongkotnya “kompasiana” saudara Isjet yang ternyata tengah mengikuti semacam Leadership Trip di USA. Sayang sekali dengan jadwal padat dan terpisah antara saya dengan Iskandar, kami tidak sempat “kopi-darat” di rumahnya “paman Sam” itu.
Wawancara di VOA menjadi sangat bermakna bagi saya pribadi, karena sejak masih kecil, saya sering mengikuti siaran VOA Washington DC ini. Sempat terbersit pula keinginan untuk menjadi penyiar disana, tetapi nggak kesampean. Alhamdulilah, jumpa dengan Helmi, Ariono dan Vena serta teman-teman lainnya, sehingga sempat juga “nangkring” di studio nya VOA.
Sebelum wawancara sempat pula dikenalkan oleh Helmi kepada “Bos” nya orang Amerika Mr Goodman, kalau nggak salah. Bercengkerama dengan “susah payah” menggunakan bahasa Indonesia yang di Inggris-kan hampir selama setengah jam, ternyata Mr Goodman adalah seorang Amerika yang sangat fasih berbahasa Indonesia. Curang dia , nggak mau berbahasa Amerika yang di Indonesia-kan. Tapi nggak apa-apa, karena sedang di Amerika ya saya ngalah berbahasa Amerika. Nanti di Indonesia (kabarnya dia,Mister Goodman Oktober nanti akan datang) akan saya “geber” untuk “speak bahasa” !
Kunjungan singkat namun penuh kesan, di VOA Washington DC, terimakasih Bung Helmi, Ariono , Vena dan teman-teman semua. Sampai jumpa kembali dilain kesempatan, pada gelombang dan acara yang sama !
Salam,
Jakarta 10 September 2012
Chappy Hakim.