Apabila kita membahas tentang wilayah udara, maka pembicaraan akan selalu menjadi menarik, karena belum banyak perhatian diberikan kepada masalah-masalah yang berhubungan dengan keudaraan. Sebagai dimensi ke 3 setelah matra darat dan laut, udara memang belum banyak terlihat sebagai sesuatu yang berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari. Dimensi udara dan atau antariksa yang terminologi baku nya di sebut sebagai dirgantara bagi sebuah negara seperti Indonesia adalah sangat penting. Dirgantara adalah masa depan umat manusia. Setelah wilayah daratan dan perairan atau samudera habis di eksplore bagi kehidupan umat manusia di permukaan bumi ini, sementara jumlah manusia terus bertambah, maka tidak ada ruang lagi yang akan menjadi pilihan selain “air and space”, udara dan antariksa atau dirgantara.
Hubungan wilayah udara dengan pertahanan negara dan aspek perekonomian nasional menjadi sangat kental dan menentukan dalam hal eksistensi dari sebuah negara bangsa. Sayangnya , apabila kita membahas masalah pertahanan di masa kekinian, maka tidak banyak orang yang tertarik untuk turut memikirkannya. Jargon-jargon tentang bila ingin damai bersiaplah untuk perang sudah jauh bergeser dengan pemahaman bahwa tidak akan lagi terjadi perang pasca perang dunia ke 2 berakhir. Justru jargon yang tengah berkembang luas adalah “Belanda (musuh) masih jauh”, sebuah refleksi tentang bagaimana isu pertahanan negara sudah tidak populer lagi.
Salah satu contoh di depan mata yang bahkan kini tengah berlangsung adalah, betapa pengelolaan wilayah udara nasional terlihat hanya condong mengejar sektor penerbangan sipil komersial belaka. Itu pun dilakukan tanpa sebuah perencanaan yang matang serta siklus manajemen yang standar. Terlihat sekali tentang betapa yang dikejar dalam kurun waktu dua puluh tahun belakangan ini di sektor penerbangan sipil adalah hanya “slot penerbangan” belaka. Hal itulah yang menyebabkan perhatian terhadap kesiapan infrastruktur penerbangan dan kesiapan sdm bidang Aviasi menjadi jauh tertinggal. Pertumbuhan penumpang yang begitu pesat telah merambah ke pangkalan-pangkalan Angkatan Udara, Laut dan Darat. Wilayah udara telah di kelola dengan tanpa memperhatikan sama sekali aspek pertahanan keamanan negara. Sebuah refleksi dari prioritas yang sangat berat sebelah dalam konteks kesejahteraan masyarakat dengan aspek National Security.
Persoalan yang sangat serius tersebut , perlu kiranya dibahas dengan kepala dingin dan fokus kepada kepentingan nasional secara berimbang. Pembahasan-pembahasan mengenai pengelolaan wilayah udara nasional sudah saatnya ditekuni dengan cerdas agar dapat berjalan “mulus” antara kepentingan pertahanan keamanan negara dan kesejahteraan rakyat. Hanya dengan cara itulah kita semua akan dapat memahami dengan benar bagaimana cara yang tepat dalam mengelola wilayah udara nasional sebagai “masa depan umat manusia” agar Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat terus tegak berdiri sebagai bangsa yang besar, sejajar dengan bangsa-bangsa lain dipermukaan bumi ini. Dengan lokasi dan potensi yang dimiliki Indonesia, sekarang ini sudah bermunculan ramalan-ramalan tentang posisi Indonesia yang tidak mustahil akan mampu tampil sebagai sebuah negara yang masuk kelompok 5 besar dunia pada kisaran tahun 2045. Ramalan ini akan pupus dari realita bila Indonesia tidak memberikan perhatian yang proporsional atau bahkan memberikan prioritas yang istimewa dalam pengelolaan wilayah udara nasionalnya.
Jakarta 26 Agustus 2019
Chappy Hakim,
Pusat Studi Air Power Indonesia