Kemarin hari Sabtu tanggal 10 April 2021, saya memenuhi undangan peluncuran buku Guntur Soekarno yang berjudul “Catatan Merah dari Putera Bung Karno” – Mulai Asian Games 1962 di Jakarta sampai ke Galaksi Bima Sakti. Tulisan Guntur Soekarno, berupa sejumlah artikel ini dikemas menjadi sebuah buku yang diterbitkan oleh PT. Hendropriyono Strategic Consulting. Editor buku ini adalah Prof Dr AM Hendropriyono dan Dr Ahmad Basarah. Yang menjadi sangat menarik dari buku ini adalah karena isinya sarat dengan pemikiran pemikiran bernilai strategis dan visioner yang merupakan ciri khas dari cara berpikir Sang Proklamator Bung Karno.
Pertama kali saya membaca buku yang isinya terdiri dari artikel artikel lepas adalah ketika di tahun 1950-an memperoleh buku dari ayah saya berjudul “Dibawah Bendera Revolusi”. Buku yang terdiri dari banyak sekali artikel tulisan Bung Karno di berbagai Koran dan majalah sekitar tahun 1920 hingga 1940-an, antara lain di Suluh Indonesia Muda, Fikiran Ra’jat dan Pemandangan serta Pandji Islam. Membaca buku yang berisi aneka tulisan artikel lepas selalu saja menarik karena dapat dinikmati dalam alur membaca yang tidak menjadi terikat harus urut halaman demi halaman dari awal hingga akhir.
Demikianlah maka membaca buku Catatan Merah dari Putera Bung Karno yang tampil dalam format kumpulan artikel menjadi sangat menarik dan menyenangkan. Sesuai dengan judulnya “catatan merah” atau bisa disebut juga sebagai “red notice” otomatis terkandung didalamnya sebuah “peringatan” atau nada dengan nuansa mengingatkan yang menjadi misi utama dari konten atau isi tulisan-tulisan yang tersaji dalam buku tersebut. Yang sangat menonjol dari catatan merah dimaksud adalah sebuah pesan terang benderang akan pentingnya Visi dan wawasan jauh kedepan yang sangat fundamental sifatnya dalam berbagai upaya membangun negeri. Misalnya saja dalam halaman 8 dengan judul “Perang Melawan Siluman” yang mengkisahkan mengenai covid 19. Diuraikan dalam tulisan ini tentang bagaimana Bung Karno di awal awal tahun kemerdekaan telah focus kepada pengembangan Tenaga Atom misalnya. Bung Karno telah memerintahkan dimulainya aktifitas Badan Tenaga Atom Nasional sebagai salah satu unsur penting yang harus menjadi prioritas medasar dari pembangunan nasional. Dibahas diantaranya mengenai antisipasi perang Nubika atau tentang pentingnya pengembangan Nuklir ,Biologi dan Kimia sebagai sistem senjata.
Pada tulisan mengenai Pancasila dan Sosialisme Soekarno di halaman 15, banyak di uraikan tentang bagaimana terjalnya jalan menuju kesejahteraan rakyat Indonesia. Bersambung di halaman 35 yang membahas tentang UU cipta kerja diuraikan pula bagaimana perjuangan panjang menuju ke kesejahteraan rakyat kerap berhadapan dengan banyak tantangan yang sangat tidak mudah dalam kancah dunia perpolitikan. Realitanya sampai sekarang debat tentang Pancasila masih juga belum usai.
Dalam artikel lainnya banyak dibahas mengenai Nation and Character Building yang sangat khas Bung Karno. Pada uraian tentang Asian Games di tahun 1962 misalnya , banyak sekali digambarkan tentang pencapaian yang luar biasa dari sebuah upaya mengangkat harkat dan martabat bangsa di ajang internasional. Demikian pula dalam buku ini di uraikan juga tentang bagaimana usaha keras Bung Karno dengan visi nya yang ingin menampilkan kota Jakarta sebagai sebuah ibukota kelas dunia. Tatanan jalan Thamrin dan Sudirman dengan kompleks Gelora Bung Karno, yang merupakan bagian dari “landmark” utama Ibu kota Jakarta bersama dengan bangunan Monas , Mesjid Istiqlal , Gedung Sarinah, Hotel Indonesia dan Tugu Selamat Datang adalah ujud dari refleksi karya seni tingkat tinggi arsitektur luar biasa yang berasal dari ide Sang Proklamator.
Tidak ketinggalan Guntur juga sempat menulis masa kecil saat bersekolah sejak Taman Kanak Kanak di Istana negara hingga menempuh SMP dan SMA yang penuh dengan kenangan manis. Berikut saya kutip tulisan asli dari buku seperti yang tertera pada halaman 94 sebagai berikut:
Ketika usiaku menginjak usia 6 tahun oleh Bung Karno dan Ibu Fatmawati hari ulang tahunku di rayakan di hall Istana Negara dan mengundang seluruh murid-murid taman kanak-kanak termasuk sahabatku Chappy Hakim, dalam acara tersebut aku di haruskan mengenakan pakaian Jas lengkap plus dasi kata ibu Fatmawati agar aku kelihatannya handsome. Suatu saat entah mengapa barangkali karena iseng Chappy tiba-tiba menyibak jasku sehingga dia dapat melihat aku tidak menggunakan ikat pinggang melainkan menggunakan tali kolor untuk mengikat celana panjangku, kontan sejak kejadian tadi Chappy dan teman-teman yang lain memberi nama ledekan Mas Tok Kolor. Sampai saat ini bila ada kesempatan kita bertemu Chappy selalu Tanya “Tok mana Kolor lu ?” (dalam hati : sialan ! ).
Selanjutnya pada buku ini terdapat tulisan mengenai piring terbang alias UFO – Unidentified Flying Object dengan ilustrasi yang sangat menarik melibatkan ketua LAPAN ketika itu Marsda RJ Salatun. Sebuah refleksi dari kesadaraan bahwa dirgantara atau “air and space” adalah sejatinya merupakan masa depan umat manusia. Negara yang tertinggal dalam mengeksplorasi manfaat dari dirgantara atau air and space akan menjadi negara yang ketinggalan jaman.
Secara keseluruhan isi buku yang beragam corak pembahasan tentang berbagai masalah hangat belakangan ini mengingatkan tentang perlunya visi bagi sebuah bangsa untuk melihat masa depannya sebagai hal yang harus diperhitungkan dengan cermat. Pesan yang seolah melihat kenyataan belakangan ini dimana kita semua sudah terjebak dalam kotak dan sekat pemikiran yang hanya mampu beredar dalam lingkup kepentingan sempit 5 tahunan saja.
Buku Catatan Merah dari Putra Bung Karno sangat menarik dan perlu dibaca oleh berbagai kalangan terutama bagi mereka yang masih memiliki semangat menyala berkobar kobar untuk melihat Indonesia sebagai sebuah negara yang disegani di permukaan bumi ini. Bung Karno pernah berkata bahwa For The Fighting Nation There is No Journey End ! Selamat Membaca.
Jakarta 11 April 2021
Chappy Hakim
Pusat Studi Air Power Indonesia