Rabu pagi 31 Agustus 2022 bertempat di Ardhya Loka Building Halim Perdanakusuma, Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim sebagai Chairman ICAPS (Indonesia Center of Air Power Studies), menjadi Guest Honour Speaker dalam acara bertema SPACE SEMINAR ROAD TO SPACE SUMMIT “THE USE OF SPACE IN REGARD TO THE NATIONAL SECURITY”. Berikut ini merupakan Ceramah yang beliau bawakan dalam kesempatan tersebut :
Pendahuluan
Penggunaan ruang udara dalam kaitannya dengan keamanan nasional sangat menarik dibahas, terutama bila berkait dengan kemajuan teknologi belakangan ini. Ruang udara sudah sejak jaman Romawi kuno telah mengundang perhatian besar dalam aspek pengelolaan dan penguasaannya. Professor Priyatna Abdurrasyid dalam buku nya ‘Prinsip-prinsip Hukum Udara’ menulis tentang hal tersebut di era Romawi kuno yang dikenal dengan ‘Cujus est Solum, Ejus est Usque Coelum’.
Arti dari kalimat tersebut lebih kurang adalah ‘Barang siapa memiliki tanah, ia juga memiliki apa yang berada di dalam dan juga ruang yang berada diatasnya tanpa batas (ad infinitum/up to the sky)’. Hukum Romawi tersebut ternyata sudah mulai berbicara tentang penolakan terhadap konsep yang belakangan ini dikenal sebagai ‘Open Sky’. Pada intinya adalah bahwa penggunaan ruang udara amat sangat berhubungan langsung dengan masalah keamanan bagi sang pemilik tanah dalam hal ini masalah security
Berikutnya adalah pada tahun 1784 polisi Perancis sudah mengeluarkan larangan untuk menerbangkan balon ke udara yang dilakukan oleh Montgolfier tanpa mengurus izin terlebih dahulu. Aturan itu di keluarkan demi keselamatan penduduk dan fasilitas umum di kawasan “percobaan” menerbangkan Balon. In France, a police directive was issued on 23 April 1784 aimed directly and exclusively at the balloons of the Montgolfier Brothers, flights were not to take place without prior authorisation. The purpose of this measure was of course to protect the population. (dikutip dari buku Introduction to Air Law Prof . Pablo Mendes de Leon).
Pada gambar yang lebih luas , maka sebenarnya ruang udara atau wilayah udara sebuah negara merupakan salah satu titik rawan bagi keamanan nasional. Mengenai hal ini Prof.Dr.E.Saefullah Wiradipradja menggaris bawahi tentang Wilayah Udara Negara. Dalam salah satu makalahnya beliau menyatakan bahwa : “The Status of air territory has now been regulated by international law and every State has sovereignty over the air space (Chicago Convention, 1944). The problem of State sovereignty over the air space arose as the effect of the technological aspect of aviation and especially at the time of war which launched projectiles and explosives from balloons or other methods of a similar nature over the air space of another States.
Latar Belakang Militer
Dalam perkembangan selanjutnya pada tahun 1919 dikenal tentang Paris Convention yang berbicara antara lain mengenai pentingnya kedaulatan negara di udara. Seperti diketahui maka persetujuan tentang hak kedaulatan negara di udara dikukuhkan dengan lebih jelas lagi pada Konvensi Chicago 1944. Kedaulatan negara di udara disebut dengan jelas dalam konvensi Chicago sebagai Komplit dan Eksklusif. Kesepakatan mengenai kedaulatan negara di udara sejak konvensi Paris di tahun 1919 sampai dengan Konvensi Chicago 1944 sangat jelas menggambarkan latar belakang kepentingan militer dalam hal ini melekat kepada Keamanan Nasional atau National Security. Mudah sekali dimengerti kedua konvensi tersebut amat sangat diwarnai oleh gejolak perang dunia yang melanda ketika itu. Perang Dunia pertama berlangsung pada tahun 1914 sampai dengan 1918 dan perang dunia kedua terjadi pada tahun 1939 sampai dengan tahun 1945.
Studi Kasus
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai penggunaan ruang udara berkait dengan keamanan nasional, kita dapat melihat pada beberapa peristiwa penting dalam catatan sejarah. Di tahun 1941 terjadi serangan mendadak Armada Udara Angkatan Laut Kerajaan Jepang terhadap kedudukan pangkalan armada laut Amerika Serikat di Pearl Harbor. Amerika Serikat tidak pernah menduga serangan itu akan terjadi. Ketika itu selain tidak ada pernyataan perang oleh Jepang, Amerika Serikat sendiri masih berhubungan diplomatik yang normal dengan negara Jepang. DI sisi lain pada tahun 1941 tekonologi penerbangan belum mencapai kemampuan dalam memproduksi pesawat terbang yang dapat menempuh jarak dari Jepang ke Hawai. Disini Jepang menggunakan ruang udara wilayah kedaulatan Amerika di Hawai untuk menyerang kedudukan armada laut AS di Pearl Harbor. Pesawat terbang Jepang berangkat dari Kapal Induk yang sudah mendekat posisinya ke Pearl Harbor.
Berikutnya adalah pada tahun 1945 Divisi Udara Angkatan Darat Amerika Serikat berhasil dengan mudah menjatuhkan bom atom pertama dalam sejarah di Hiroshima dan Nagasaki. Persoalan yang sangat sederhana, karena Jepang tidak memiliki kekuatan pertahanan udara yang cukup untuk dapat mencegah serangan udara dari pihak musuh terhadap wilayah teritorialnya. Sekali lagi ruang udara kedaulatan Jepang digunakan Amerika Serikat untuk menaklukkan Jepang. Setelah Bom Atom meluluh lantakkan Hiroshima dan Nagasaki, maka Jepang menyerah terhadap sekutu.
Paling mutakhir dan mungkin yang paling dramatis adalah tragedi serangan 11 September di tahun 2001. Teroris berhasil menyerang beberapa kedudukan strategis Amerika Serikat di dan dari dalam negerinya sendiri. Menara Kembar World Trade Center di New York City kebanggaan bangsa Amerika berhasil diruntuhkan. Tim Nasional Investigasi yang dibentuk menyebut jumlah korban jiwa yang mencapai lebih dari 3000 orang. Hal ini membuat catatan khusus sebagai korban terbanyak yang jatuh akibat dari serangan teroris.
Ketiga peristiwa tersebut adalah contoh nyata dari bagaimana pentingnya ruang udara kedaulatan sebuah negara dalam perspektif keamanan nasional.
Kemajuan Teknologi Persenjataan
Pearl Harbor, Hiroshima dan Nagasaki serta serangan 11 September secara langsung memicu upaya banyak pihak dalam meningkatkan teknologi penerbangan terutama dan sekaligus teknologi persenjataan perang. Kemajuan teknologi di bidang penerbangan terutama yang berkait dengan peralatan perang maju dengan sangat pesat. Belakangan ini sudah banyak sekali di produksi pesawat terbang tanpa awak atau Drone dengan kemampuan yang fantastis. Dunia Cyber telah menjadi domain ke lima setelah daratan ,perairan, udara dan ruang angkasa. Dunia Cyber ditandai dengan perkembangan persenjataan ampuh yang autonomous sifatnya, dilengkapi dengan kemampuan Artificial Intelligence. Penggunaan Kawasan angkasa luar untuk menjadi basis komando dan pengendalian dengan sarana satelit telah berkembang pesat. Kesemua itu telah menyebabkan negara negara besar membentuk Angkatan Baru yang Bernama Angkatan Luar Angkasa atau Space Force. Amerika misalnya telah membentuk US Space Force sebagai pengembangan dari US Air Force pada tahun 2019 yang lalu.
Demikianlah penggunaan ruang udara kedaulatan sebuah negara sangat jelas memilki arti penting dan strategis terutama dalam hal Kemanan Nasional atau National Security. Tidak ada alasan atau dalih sekecil apapun untuk menyerahkan atau mendelegasikan pengelolaan wilayah udara kedaulatan negara kepada negara lain. Sejarah sudah memiliki catatan penting sejak jaman Romawi Kuno sampai dengan tragedi serangan 11 September yang memberikan pelajaran penting bagi kita semua tentang rawannya ruang udara kedaulatan negara dalam aspek Keamanan Nasional.
Jakarta 31 Agustus 2022
Chappy Hakim – Pusat Studi Air Power Indonesia