Sudah sejak beberapa hari belakangan ini kita semua disuguhkan dengan banyak cerita-cerita lucu yang sangat “jenaka” tentang dunia penerbangan Indonesia. Mulai dari harga tiket mahal, maskapai penerbangan asing, laporan keuangan Garuda yang kontroversi dan terakhir tentang larangan “selfie” di dalam pesawat Garuda. Berita mutakhir melesat tentang dituntutnya Youtuber yang meng upload menu kelas bisnis tulisan tangan di pesawat Garuda. Perkembangannya kemudian Garuda agak kurang jelas Manajemen atau Serikat Pekerja mencabut semua gugatannya menyusul begitu hebat reaksi yang muncul di berbagai media.
Pagi tadi seorang sahabat saya menanyakan tentang mengapa saya belum juga menulis tentang perkembangan terakhir dari kehebohan larangan selfie dan menu tulisan tangan di kelas bisnis Maskapai Penerbangan, duta bangsa kesayangan dan kebanggaan sekaligus sang pembawa bendera merah putih. Sambil menghela napas panjang saya jawab, bahwa saya tidak akan menurunkan tulisan tentang hal tersebut, karena saya tidak mampu untuk masuk ke dalam pusaran yang tidak jelas juntrungannya. Menyesal sekali saya gagal paham untuk dapat menyelami tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan kehebohan tersebut.
Ditengah-tengah kegagalan saya membaca situasi yang sedang berkembang itu, sayup-sayup tersadar juga dari dalam hati bahwa ternyata hiruk pikuk yang tengah bergejolak belakangan ini sebenarnya sebuah produk dari bagaimana cukup banyak orang yang tidak mengetahui posisinya dimana, sehingga menyebabkan tidak jelas pula apa yang harus dikerjakannya. Dalam dunia penerbangan , sejak awal seorang Pilot ketika mulai belajar terbang yang selalu di tekankan adalah bahwa setiap saat harus “know your position” dengan demikian akan mudah diketahui kemana anda akan pergi menuju titik tujuan.
Dunia penerbangn banyak sekali memberikan pelajaran hidup dalam mekanisme prosedur kerjanya. Salah satu yang sangat melekat adalah bahwa tidak ada satupun yang harus dikerjakan dalam operasi penerbangan tanpa menggunakan referensi yang baku. Tidak ada pekerjaan yang dilakukan tanpa berpedoman kepada “check-list” atau manual yang standar. Disiplin dalam bekerja yang berpedoman kepada aturan ketentuan dan regulasi yang berlaku adalah persyaratam mutlak dari keberhasilan sebuah pekerjaan terutama dalam dunia penerbangan yang padat teknologi. Ditengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat diberbagai bidang, maka tuntutan kepada setiap orang untuk patuh kepada aturan terlihat menjadi semakin tajam. Nah itu sebabnya, bila ada saja seseorang yang bertindak tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dia lakukan maka serta merta “teriakan” banyak orang diberbagai media di seluruh dunia bermunculan tanpa dapat dibendung.
Sadarilah posisi kita dimana dan ketahuilah dengan benar apa tugas yang harus kita kerjakan. Kerjakanlah apa yang memang menjadi tugas kita, biarkanlah pekerjaan yang bukan menjadi tugas kita dikerjakan oleh mereka yang memang harus mengerjakannya. Kelihatannya, sekarang ini sudah terlalu banyak orang yang sangat sibuk dengan bidang pekerjaan yang bukan menjadi tugasnya, sementara tugas yang harus dikerjakannya menjadi terbengkalai.
Dimalam hari yang cerah kita dapat menyaksikan pemandangan indah di langit. Benda langit yang tidak dapat dihitung jumlahnya itu tampak sangat indah dan “harmonis”. Mengapa demikian, karena semua benda langit, besar maupun kecil, senantiasa disiplin berada pada posisinya masing-masing dan bergerak “hanya” didalam garis orbitnya masing-masing pula. Itulah semua yang kemudian dapat menyajikan sebuah pemandangan yang “cantik” dan “harmonis”, enak dipandang. Ada yang tidak disiplin berada dalam posisinya dan bergerak tidak pada garis orbitnya yang namanya “meteor”. Meteor inilah yang bergerak tabrak kiri dan tabrak kanan tidak terkendali semau-maunya.
Kemungkinan besar belakangan ini yang terjadi adalah terlalu banyak “meteor” yang tengah beredar ditengah-tengah kita yang tentu saja menghasilkan kehebohan demi kehebohan. Wajar sekali bila kita semua berharap semoga “badai kehebohan akan cepat berlalu” walau katanya “badai pasti berlalu”.
Jakarta 19 Juli 2019
Chappy Hakim