Pada tanggal 27 Nopember 2019, bertempat di Ruang Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung telah dilangsungkan “Expert Meeting” yang membahas mengenai pengambilalihan FIR Singapura.
Temu Pakar atau Expert Meeting ini kelihatannya adalah merupakan tindak lanjut dari pertemuan sejenis di bulan Oktober lalu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.
Yang memimpin Temu Pakar kali ini adalah Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran yang sudah tidak asing lagi dalam pembahasan-pembahasan tentang FIR Singapura, terutama dalam perspektif “National Security”, Prof Dr Atip Latipulhayat dengan beberapa peserta yang terdiri dari para pakar Hukum Udara dan juga Hukum Laut.
Sebagai kelanjutan dari banyak FGD-FGD sebelumnya dengan topik yang sama, terlihat masih belum juga dicapai satu kesepakatan yang mantap dalam menyatukan sikap terhadap Instruksi Presiden Republik Indonesia di tahun 2015 tentang pengambilalihan FIR Singapura. Tentu saja yang dimaksud disini adalah mengembalikan bagian wilayah udara kedaulatan Republik Indonesia yang selama ini berada dibawah kekuasaan otoritas penerbangan asing.
Sayangnya, tidak saja kesepahaman yang sama dalam menentukan sikap pada masalah pengambilalihan FIR Singapura yang kelihatan alot, akan tetapi juga masih tetap terdengar suara-suara dari Indonesia sendiri yang justru terlihat sebagai mewakili kepentingan Singapura. Ternyata memang tidak mudah untuk memperoleh “satu suara” dalam bersikap pada tataran kepentingan nasional.
Masih ada saja pihak yang tampak mengabaikan “kepentingan nasional” negerinya sendiri dengan mengutarakan banyak “rintangan-rintangan” hasil kreasi sendiri yang berujung pada kesimpulan bahwa “wilayah udara kedaulatan NKRI yang berada dalam genggaman kekuasaan asing adalah sesuatu yang normal dan tidak patut digugat”
Pihak yang sama sekali tidak memperlihatkan betapa pentingnya aspek “pertahanan keamanan nasional” dalam hal pengelolaan wilayah udara kedaulatan sebuah negara yang berdaulat.
Dalam hal ini pengabaian terhadap kesulitan dan keterbatasan yang puluhan tahun dialami Angkatan Udara RI dalam melaksanakan tugas dan kerumitan penerbangan sipil nasional dalam bergerak di rumahnya sendiri tetap masih sangat menonjol. Sebuah pekerjaan rumah penuh tantangan yang tengah dihadapi oleh kita semua para pencinta Ibu Pertiwi dan Bapak Angkasa.
Jakarta 29 November 2019
Chappy Hakim
Pusat Studi Air Power Indonesia