Menarik sekali uraian Kang Pepih tentang “minoritas”. Memang banyak sekali cerita tentang bagaimana kiprahnya para “minoritas” yang pada umumnya akan lebih militant dari pada kaum yang mayoritas. Walaupun tentu saja tidak selalu demikian adanya. Membaca tulisan itu saya menjadi teringat dengan uraian salah satu dari guru saya yang pernah menyampaikan tentang teori “motivasi”. Beliau membuka ceramahnya dengan menampilkan rumus sebagai berikut : Prestasi = P X M. P disini adalah Potensi dan M adalah Motivasi.
Jadi , penjelasannya adalah, orang pada umumnya memiliki potensi. Apapun potensi yang dimilikinya itu, maka tidak akan mungkin memperoleh atau berhasil merubahnya menjadi atau meraih prestasi, bila tidak didorong oleh motivasi. Sebesar apapun Potensi yang dimiliki oleh seseorang , maka bila di kali kan dengan 0 (nol) maka hasilnya akan menjadi nol , seperti juga seberapa besar pun angka, bila dikali kan dengan nol maka hasilnya akan menjadi nol.
Kembali kepada bahasan tentang minoritas, maka sebenarnya yang terjadi adalah, para kaum minoritas jauh lebih berpotensi untuk berhasil menjadi maju, karena mereka dalam posisi yang lebih termotivasi. Nah, mungkin faktor motivasi inilah yang dapat juga untuk dijadikan sebagai salah satu yang harus menjadi perhatian bagi siapa saja yang ingin maju.
Terkadang , kita banyak melihat anak-anak muda yang mempunyai potensi yang sangat besar, akan tetapi mereka tidak meraih satu prestasi yang memadai dengan potensi yang dimilikinya. Tentu saja salah satu penyebabnya adalah bahwa mereka sangat kurang termotivasi. Atau juga terkadang mereka tidak menyadari bahwa dalam dirinya itu mereka memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi besar.
Motivasi dapat muncul antara lain karena dipengaruhi oleh kondisi yang mengelilinginya. Lingkungan adalah salah satu yang dapat memacu atau juga bahkan memadamkan motivasi seseorang. Tentu saja tergantung dari cara bagaimana menyikapinya.
Ada lagi contoh tentang betapa majunya dua negara kecil yang sangat terpacu untuk maju, karena antara lain oleh lingkungan strategisnya. Kedua negara tersebut adalah Singapura dan Israel. Mereka memang dihadapkan pada posisi yang hanya ada dua pilihan, yaitu maju menjadi kuat atau harus mati tenggelam di tengah negara-negara besar yang ada disekelilingnya. Hal inipun kemudian dapat membuktikan tentang adanya “power” dari kaum minoritas.
Almarhum Jenderal Benny Moerdani pernah mengatakan kepada salah seorang petinggi Singapura, dalam salah satu sesi pertandingan golf persahabatan, di padang golf terkenal di Singapura. “Saya harus akui bahwa Singapura itu walaupun kecil negaranya, akan tetapi memiliki keistimewaan yang luar biasa “. Demikian uraian pak Benny. Karena Pak Benny tidak melanjutkan uraiannya itu Dengan hati yang sangat berbunga-bunga bercampur dengan rasa penasaran , sang pembesar Singapura itu, perlahan-lahan bertanya kepada pak Benny : ” Menurut Bapak, apa pak sebenarnya keistimewaan dari negara Singapura ?” Dengan santai Pak Benny menjawab : ” Ya itu, negaranya kecil”, kata pak Benny seraya tertawa terbahak-bahak. Sang Pembesar Singapura itu pun tersenyum kecut sambil mencoba dengan sekuat tenaga untuk bisa juga tertawa terbahak-bahak.
Beberapa minggu sebelum Obama terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat, seorang teman saya, orang Amerika totok, teknisi pesawat terbang yang banyak jasanya dalam membantu Republik Indonesia di tahun 1950 an, antara lain dalam proses penggunaan helikopter kepresidenan yang digunakan Bung Karno, datang ke Jakarta. Saya tanyakan kepadanya, bagaimana dengan pemilihan presiden Amerika yang akan datang? Seberapa besar kans Obama untuk menang? Dia menjawab dengan sangat serius, bahwa kini rakyat Amerika sudah bosan dengan ulah nya Bush, yang telah membuat semua orang Amerika di seluruh dunia menjadi tidak disukai orang. Dia katakan juga, menurut pandangannya, maka kans Obama sangat besar untuk bisa memenangkan pemilihan presiden kali ini. Saya tanyakan lagi, sudah siapkah rakyat Amerika menerima seorang presiden yang berkulit hitam? Dia menjawab, “ Oo, Chappy, rakyat Amerika sekarang ini sudah sangat Amerika.” Dalam uraian berikutnya saya baru menyadari bahwa yang dimaksud dengan sangat Amerika adalah sudah sangat rasional. Yang sangat surprise bagi saya adalah pernyataannya dalam menutup obrolan bersama sebelum dia berangkat kembali ke Amerika. Dia mengatakan : ” Hi Chappy, mulai sekarang saya harus belajar keras untuk bisa menjadi kaum minoritas di Amerika, ha ha ha ha . “ Bukankah itu berarti, bahwa mereka kaum kulit putih (dengan menggunakan istilah minoritas), sudah harus menyiapkan diri lagi dengan lebih keras serta juga dengan motivasi yang tinggi untuk dapat merebut kembali kursi ke presidenan pada pemilihan presiden Amerika yang akan datang ?
Minoritas, bisa berarti “harus bermotivasi tinggi” dan juga harus “lebih ” militan !
Bukan begitu Kang Pepih ?!