Setelah melihat pesan di Twitter, saya membuka Blog saya ini dan mendapatkan komentar dari anak muda Indonesia yang sedang menyandang nama besar Indonesia di Korea. Merinding saya membacanya, dan ini saya berbagi kepada anda semua, selamat berjuang Elang Mudaku ! Berikut ini komentarnya :
Assalamualaikum Pak Chappy. Saya sangat terkesan dengan tulisan Bapak tentang Nurtanio. Secara kebetulan dan sudah pernah saya sampaikan lewat twitter, saya saat ini bersama dengan 25 personel IPTN (maaf saya lebih senang menyebutnya IPTN yang N nya Nurtanio) sedang melaksanakan tugas untuk men-design pesawat tempur KF-X/IF-X bersama dengan Korea.
Cukup banyak suka duka dan dinamika yang terjadi diantara kami baik yang berhubungan dengan partner design (Korea) maupun diantara kami sendiri. TNI AU sebagai user nantinya ditempatkan sebagai nara sumber dan pengawas terhadap design yang tengah dikembangkan. Para engineer Indonesia terdiri dari PTDI, ITB dan TNI AU yang terkadang dalam kesehariannya terjadi debat ataupun adu pendapat dengan para engineer dari Korea yang memang cukup berpengalaman dalam mendesaign pesawat tempur (KT-1 dan T-50 Golden Eagle). Apabila mereka berdebat biasanya saya selalu berusaha menenangkan dan memberikan semangat dengan membisikkan “Pak Indonesia itu jauh lebih hebat, pada saat Si Kumbang mengudara mereka masih perang”.
Alhamdulilah dengan semangat “Nurtanio dan Si Kumbang” sebagian besar dari engineer Indonesia banyak yang menjadi panutan dan leader dalam sub-sub bidang engineering yang mana membawahi engineer dari Korea. Dengan itu pula bayak kepentingan Indonesia khususnya TNI AU masuk menjadi Top level requirement dalam pengembangan design pesawat tersebut. Ada cerita yang cukup mengaharukan pada saat tim Indonesia berkunjung ke Satcheon (pabrik KAI-Korean Aerospace Industry). Seorang president KAI memberikan pidato penyambutan dan beberapa kali menyebutkan dan memuji kredibilitas Nurtanio dalam mendesign pesawat. Beliau berkata bahwa di era 60-an beliau sering berkunjung ke IPTN untuk belajar.
Pada sesi rehat beliau sempat bertanya kepada salah seorang dari engineer PTDI ‘kenapa kok nama Nurtanio dihilangkan?’ sungguh merupakan tamparan yang sangat perih bagi kami sebagai bangsa. Namun momen itu menjadikan cambuk bagi kami untuk meningkatkan rasa percaya diri dalam mengemban tugas ini. Singkat cerita secara jujur kami TNI AU dan para engineer Indonesia disini sadar betul bahwa kata2 Bung Karno “Jas Merah”-jangan sesekali melupakan sejarah, itu mempunyai makna dan arti yang sangat dalam. Besar harapan kami bahwa pesawat tempur yang kami desaign dan akan kami produksi di dalam negeri ini kelak menjadi batu loncatan bagi bangkitnya industri pesawat terbang nasional. Seraya berdoa dan memohon restu dari Bapak Chappy bahwa dalam hati kecil kami masing-masing menginginkan bahwa kelak pesawat tempur tersebut diberi nama “Next Generation Si Kumbang”.
Tentunya juga besar harapan kami semua agar pemerintah merestui untuk mengembalikan nama Nurtanio sebagai nama Industri Pesawat Terbang Indonesia. Semoga harapan kami dapat menjadi kenyataan dan semoga arwah dari Bapak Industri Penerbangan Indonesia – Bapak Nurtanio dalam peristirahatannya tetap tersenyum dan bangga melihat “Si Kumbang” kembali mengundara…amien.
Wassalam Azhar
Jakarta 14 Nopember 2011
Chappy Hakim
9 Comments
dan saya sebagai bagian dari tim ini, semakin bangga dengan tulisan ini. smoga kita tetep semangat dan selalu menjaga MERAH PUTIH…*saya follow bapak juga:)*
Selamat berjuang para elang rajawali kebanggaan ibu pertiwi ! Wish You All The Best !
Dari sekian banyak interview di TV seingat saya tidak pernah sekalipun Pak Habibie menyebut nama beliau apa sebabnya saya kurang tahu.Begitu jg alm mantan presiden Suharto.Namun dari semua itu saya ikut bangga dengan langkah besar Indonesia ini dan semoga bisa segera melihat hasilnya melesat diudara di HUT RI atau HUT ABRI.Sewaktu acara kelulusan STM Negeri 1 Surabaya/SMK Negeri 2 tahun 1995 ada tertulis rencana penempatan replika si kumbang di halaman sekolah apakah hal ini betul adanya atau sudah terlaksana.sekian dan terima kasih
Alhamdulillah, para insinyur anak bangsa bisa menunjukkan kelasnya sebagai “simbol” penguasaan teknologi dirgantara Indonesia. Mengenai bapak Nurtanio, dulu saya sama sekali tidak tahu menahu tentang beliau, yang saya tahu hanya BJ Habibie.
Maklum saya pengagum berat BJ Habibie. Saya begitu kagum dengan kehebatan bapak habibie, tetapi setelah membaca buku “NURTANIO”, mata saya jadi terbuka bahwa kehebatan ilmuwan dirgantara tak bisa diukur hanya dengan gelar cumlaude dari sekolah luar negeri. Sosok Bapak Nurtanio yang low profile dan jauh dari “ambisi pribadi” dalam membangun industri dirgantara indonesia seharusnya bisa di contoh para anak bangsa. Sangat disayangkan ketika banyak anak Indonesia lebih mengenal Bapak BJ Habibie dibandingkan Bapak Nurtanio. Semoga kedepan nama Nurtanio bisa tetap hidup dan jasa beliau masih di ingat oleh para anak bangsa. Jaya Terus Indonesia!!
*Mohon ijin untuk mengutip sebagian artikel “Surat Elang Muda dari Korea” dengan tetap menyebutkan sumbernya untuk melengkapi artikel saya*
Wassalam
Yudi Supriyono
Terimakasih, dengan senang hati ! salam.
Bung Karno berkata, “Jas Merah (jangan sekali-kali melupakan sejarah)”. Bangsa kita melalui Nurtanio telah merintis pabrik pesawat dengan membuat Sikumbang, dan B.J. Habibie telah membesarkannya melalui IPTN (PTDI) sehingga diakui dunia melalui produk CN 235, N250, helikopter dan lainnya. Kedua tokoh itu berjasa besar di zamannya masing-masing dan ia merupakan menjadi pendorong semangat enginer kita saat mendesain KFX/IFX di Korea. Agar lebih adil adalah lebih logis jika namanya tetap PTDI atau IPTNusantara, ketimbang memilih salah satu dari kedua tokoh penerbangan itu. Akan lebih baik, nama Nurtanio, Habibie dijadikan salah satu unit, ruang, atau tempat di kantor/pabrik pesawat itu di Bandung. Ingat, bung Karno juga berjasa besar karena dengan visinya telah mengirim anak muda ke luar negeri belajar teknologi dirgantara. Begitupula pak Harto yang memanggil Habibie pulang dan menggelontorkan pendanaan untuk IPTN. Besar kecil semua berperan. Jangan sampai kebencian kepada rezim membuat kita melupakan jasa mereka. Dan, jangan sampai pula kekaguman kepada salah seorang tokoh mejadikan kita mengecilkan peran atau jasa tokoh lainnya. Yang terpenting sekarang adalah kita bersatu, bekerja keras untuk kemajuan negeri; memajukan industri dirgantara kita Kepada “elang mudaku” tetaplah semangat di sana….
saya salah satu warga Indonsia sangat bangga dg keberhaslan dan dedikasi anak anak bangsa.Kemmpuan Pertahanan suatu negara adalah bagian dari sebuah sistem yang penting untuk menuju bangsa yang berdaulat berwibawa.Jujur saat ini kita masih sering”dibelai belai” oleh barat untuk mengekplorasi sda kita. Belum berani kita tegas seperti SOEKARNO,untuk mengatakan Tidak,pada barat.Kita mungkin masih berpikir dua kali jangan sampai seprti Irak.Libya ataupun Iran.Padahal peluang kita untuk di gebuk sangat besar. karena kita menyimpan potensi sda yang tak kecil.Karena itu memajukan tehnologi militer adalah salah satu solusi untuk kewibawaan bangsa. Mudah-mudahan saya jadi milyuner akan saya sumbangkan untuk riset tehnologi pertahanan.wassalam
Teknologi bicara!! Saya sependapat dengan sdr. Lalu Arwan. Penguasan iptek, seperti iptek militer, dan (juga) kemajuan ekonomi adalah solusi agar kita berwibawa di pergaulan internasional. Iran berani berkata “tidak” kepada AS dan Eropa karena penguasaan iptek militernya sangat kuat. Cina begitupula, sehingga tak satu negarapun berani menggugat penguasaannya kepada Tibet. Di Tahun 1960-an Soekarno berani tegas karena milter kita sangat kuat (meski ekonomi morat-marit) sehingga Belanda hengkang dari Irian Jaya (Papua). Beri kesempatan kepada anak jenius ngeri ini berkiprah dengan menciptakan keunggulan di bidang teknologi dirgantara dan maritim yang memang sesuai dengan kebutuhan geografis negara kita….
Bagaimanapun Nurtanio adalah ‘Orville and Wilbur Wright’ nya Indonesia.
Tahun 1960an saya masih SD dan membaca di majalah ‘manager’ terbitan waktu itu tentang upaya Bapak Nurtanio dengan si Kumbang, si Kunang, Belalang yang membuat saya cinta kedirgantaraan walau saya berada dipinggiran di daerah.
Kemudian pada pertengahan tahun 80an saya sempat ke Bandung, waktu itu sempat mendengar kekecewaan masyarakat Jawa Barat khususnya Bandung, karena perubahan N-nya Nurtanio menjadi N-Nusantara. Dan sayapun juga merasakan.
Demikianlah sekelumit saya dengan N.