Beberapa waktu yang lalu Jenderal McChrystal, komandan Pasukan Amerika di Afghanistan di wawancara oleh sebuah majalah bernama “Rolling Stones”. Dalam artikel yang memuat hasil wawancara sang Jenderal dengan wartawan Rolling Stones, banyak orang cukup terperanjat dengan beberapa pendapat Panglima Pasukan Amerika Serikat di Afghanistan tersebut mengenai kebijaksanaan pemerintah Amerika.
Dari pandangan-pandangan yang termuat di majalah tersebut, terkesan sekali betapa Sang Jenderal banyak mengkritik kebijaksanaan Presiden Obama terutama dalam hal penggunaan kekuatan militer di luar negeri. Beberapa bahkan juga mengkritik habis para atasan sang Jenderal dijajaran pimpinan pemerintahan Amerika Serikat. Dari situ terlihat bagaimana di negara yang merupakan negara “mbah” nya Demokrasi, terbuka kemudian masalah-masalah yang berkait dengan hubungan sipil – militer dalam pemerintahannya.
Tidak memerlukan waktu yang panjang, begitu Obama membaca sendiri artikel tersebut, maka segera dia memanggil Jenderal McChrystal bersama dengan Ka Staf Gabungan Tentara AS/ Panglima TNI nya Amerika untuk segera menghadap Presiden di Gedung Putih pada kesempatan pertama.
Di Gedung Putih, Obama hanya memerlukan waktu 30 menit untuk mengkonfirmasi pernyataan sang Jenderal dalam artikel tersebut, memberikan teguran, untuk kemudian keluar bersama Ka Staf Gabungan, diikuti oleh Jenderal McChrystal, langsung mengumumkan pemberhentian tugas Jenderal McChrystral (alias dipecat) di Afghanistan dan menggantinya dengan Jenderal Petraeus.
“Berat kehilangan Jenderal McChrystal, tapi saya kira ini pilihan tepat untuk keamanan nasional kita,” ujar Obama dalam keterangan persnya seperti ditulis AFP, Kamis 24/6/2010.
“Saya menghargai perbedaan pendapat, tetapi tidak ada toleransi untuk perpecahan,” tegas Obama. Itulah Presiden yang tidak ragu sedikit pun untuk segera meng-intervensi, mengambil alih tanggung jawab sebagai pimpinan tentang masalah yang menyangkut kehormatan negara dan bangsanya.
Berikutnya, keputusan tersebut langsung didukung penuh oleh para senator dari Partai Demokrat dan Republik (partai opsisi).
“Jenderal Petraeus akan melakukan apapun untuk membantu kita sukses di Afghanistan. Ini bukan waktunya berdebat soal strategi,” kata Senator John McCain dari Partai Republik.
Berikutnya lagi, Jenderal McChrystal kemudian menyampaikan permintaan maafnya atas penjelasan dia di majalah Rolling Stones tersebut. Dia segera menyadari, masalahnya sudah bukan masalah pendapat dia atau bukan akan tetapi sudah menjadi masalah Amerika sebagai satu Negara.
Sekedar satu contoh saja, bagaimana cara menghadapi satu masalah di negara demokrasi (ternyata dinegara demokrasi itu tidak boleh ngomong sembarangan) yang menyangkut nama baik/wibawa negara diatasi dengan tegas dan cepat dan selesai ! Bahkan partai oposisipun (”musuh” bebuyutan Obama), namun ,begitu menyangkut kredibilitas negerinya langsung mendukung keputusan Presiden.
Bahkan Sang Jenderal yang gagah perkasa mengkritik atasannya, segera setalah issue itu menjadi masalah nasional, dia (tidak ngeyel) dan atas nama kehormatan negaranya, langsung “minta maaf” !
Itu dia, cara atau solusi dari mengatasi masalah yang muncul dimasyarakat yang menyangkut kehormatan negara, maka Pimpinan Negara segera turun tangan. Panggil sang pembuat masalah (Jenderal McChrystal, bersama atasannya dalam hal ini Kepala Staf Gabungan Tentara Amerika) dengarkan penjelasannya, berikan teguran, dan tidak lebih dari 30 menit , langsung keluar keputusan. Sang Jenderal dipecat dan diganti, Kongres (DPR nya) pun segera menyetujui dan mendukung (karena masalah prinsip kenegaraan). Dan…..selesailah sudah !
Itulah, bila semua orang berorientasi kepada kepentingan negara dan rakyatnya, tidak hanya ngomong doang mengatasnamakan kepentingan rakyat ? Tidak ada talk show berkepanjangan membahas ngalor ngidul satu hal yang sebenarnya sudah sangat jelas !
Dan lebih penting lagi , Itulah Tindakan Tegas Presiden, sebagai pemimpin bangsa. Itu semua menyebabkan semua orang Amerika tahu, siapa pemimpin mereka, siapa yang menggerakkan bangsa dan negaranya. Tidak sedetik pun membiarkan negara terombang ambing oleh issue-issue yang negatif. Bahkan media masa pun menjadi tahu, siapa sebenarnya yang sedang mengatur negara saat ini.
Intisarinya lagi, begitu permasalahan masuk ke ranah “nama baik Negara”, semua kemudian menggunakan bahasa yang sama !
Tindakan tegas Presiden dari satu negara penganut faham demokrasi yang konon kabarnya tengah kita tiru. Ternyata dinegara demokrasi, tidak setiap orang boleh ngomong seenak perutnya sendiri-sendiri. Sungguh sangat berbeda !
Jakarta 2 Juli 2010
Chappy Hakim