Bila kita ingin membahas tentang Industri penerbangan di Indonesia, maka seyogyanya marilah kita menjenguk terlebih dahulu, dimana gerangan kita punya National Aviation Industry itu tengah berada. Sekedar mengingatkan kembali saja bahwa sejak tanggal 16 April di tahun 2007 dunia penerbangan Negara Kesatuan Republik Indonesia diletakkan pada posisi Kategori 2 oleh FAA, Federal Aviation Administration satu institusi penguasa administrasi penerbangan Amerika yang memiliki kredibilitas dan pengaruh yang sangat kuat di pentas penerbangan global. Maklumat yang melatar-belakangi penempatan tersebut dicantumkan dalam sebuah dokumen yang berjudul AOC – 12 – 07. AOC adalah singkatan dari Announcement Of FAA Category. FAA, dalam hal ini hanya mengenal 2 kategori saja, yaitu kategori 1 dan kategori 2.
Nah, binatang apa gerangan yang dimaksud oleh FAA berkait dengan kategori 1 dan kategori 2 itu ?
Berikut ini adalah penjelasannya. Yang dimaksud dengan
kategori 1 oleh FAA adalah :
Does Comply with ICAO, International Civil Aviation Organization Standards. A country’s civil aviation authority has been assessed by FAA inspectors and has been found to license and oversee air carriers in accordance with ICAO aviation safety standards
Sedangkan Kategori 2 adalah :
Does Not Comply with ICAO Standards: The Federal Aviation Administration assessed this country’s civil aviation authority (CAA) and determined that it does not provide safety oversight of its air carrier operators in accordance with the minimum safety oversight standards established by the ICAO.
Jadi jelas sekali, dalam hal ini, bahwa kita dinilai oleh pihak FAA, sebagai Negara yang tidak atau belum memenuhi standar minimum keamanan terbang Internasional seperti yang tercantum dalam regulasi dari ICAO. Indonesia sebagai Negara anggota PBB, otomatis menjadi , tidak hanya sekedar “member” akan tetapi juga sebagai “contracting state” dari organisasi yang bernama ICAO.
Mungkin perlu juga saya beritakan disini, agar kita semua tidak merasa kesepian berada di kategori 2, bahwa ada beberapa Negara juga yang senasib dan sepenanggungan dengan kita, yaitu antara lain : Guyana, Nauru, Philipina, Serbia, Ukraina, Zimbabwe dan Congo.
Dan sekedar sebagai sedikit tambahan pengetahuan saja kiranya perlu diketahui, bahwa ternyata Indonesia sudah berada dibawah kelasnya dari negara-negara yang berada di kategori 1 seperti Suriname, Nigeria, Singapura, Brunei , Malaysia, dan bahkan negara sekecil Fiji. Agak menyedihkan memang, realita ini.
Penjelasan lebih lanjut dari masalah kategorisasi ini dapat diuraikan sebagai berikut : Sebuah Negara yang diletakkan posisinya pada kategori 2, sebenarnya adalah sebuah aplikasi dari rating yang ditentukan sebagai hasil sebuah assessment yang menjumpai masalah-masalah prinsip dari keamanan terbang. Misalnya saja kurang lengkapnya hukum dan regulasi serta aturan tentang safety yang diberlakukan kepada operator, dalam hal ini maskapai penerbangan dibawah otoritasnya. Beberapa catatan menunjukkan kita masih kurang memiliki teknisi berpengalaman, demikian pula mengenai format standar organisasi yang dibutuhkan untuk aneka perijinan berkait dengan pengoperasian penerbangan sipil. Kurangnya inspektor yang qualified dan juga kelengkapan dokumen serta aturan spesifik mengenai pengelolaan operasi penerbangan.
Indonesia, di tahun 2007 yang lalu, sebagai respon dunia internasional melihat begitu banyaknya terjadi “aircraft accident” di negeri ini, dalam pemeriksaan atau audit yang dilakukan oleh ICAO dalam satu program bernama ICAO USOAP (Universal Safety Oversight Audit Program) and Safety Performance, telah ditemukan lebih dari 120 item yang tidak memenuhi International Safety Standard, yang termasuk didalamnya antara lain adalah mengenai hukum penerbangan; standar organisasi dan sistem remunerasi para inspektor penerbangan di Kementrian Perhubungan; terlalu mudahnya proses perijinan serta lemahnya penegakkan hukum atau Law Enforcement terhadap para operator yang melanggar aturan CASR, Civil Aviation Safety Regulation.
Akan tetapi , kita tidak perlu bersusah hati, karena sebenarnya Pemerintah RI, dalam hal ini Kementrian Perhubungan sejak tahun 2007 telah bekerja keras menanggulangi upaya-upaya untuk menyelesaikan aneka temuan ICAO tersebut yang telah menjadi biang kerok, ditempatkannya RI di Kategori 2 oleh FAA dan juga , kalo ada yang masih ingat, “banned” atau larangan terbang dari Otoritas Penerbangan Uni Eropa. Posisi yang sangat memalukan dan merendahkan kehormatan kita sebagai bangsa. Alhamdulilah, di tahun 2009 Kementrian Perhubungan bersama-sama dengan DPR dan para stake-holder penerbangan nasional telah berhasil menyelesaikan Undang-undang no 1 tentang penerbangan. Demikian juga berbagai soal telah pula diselesaikan dengan baik. Otoritas penerbangan nasional dalam penjelasan yang paling mutakhir, menyebutkan bahwa temuan ICAO, sudah diselesaikan lebih dari 90% ! Istilahnya adalah sudah closed more than 90 %. Namun, menyesal sekali karena realitanya, walaupun nanti kita akan sudah menyelesaikan 99,9% closed, selama belum mencapai 100 %, maka akan tetap saja posisi kita letaknya adalah di Kategori 2 ! Itu sebabnya, pejabat tinggi Kementrian Perhubungan dalam salah satu pertemuan dengan seluruh pemangku kepentingan penerbangan sipil nasional, belum lama ini, telah menyerukan kebulatan tekad Republik Indonesia untuk maju keluar dari kategori 2 menuju kategori 1.
Memang patut pula dilihat sejenak, apa sebenarnya yang menyebabkan “set-back” , bila kita harus menghindari penggunaan istilah “amburadul” nya dunia penerbangan Republik Indonesia ? Salah satu penyebab utama adalah, terjadinya lonjakan penumpang transportasi udara yang tidak atau kurang diiringi oleh antisipasi penyiapan infrastruktur dan kesiapan sdm sesuai kualitasnya. Penambahan Maskapai Penerbangan dan jumlah pesawat terbang serta lonjakan penumpang yang begitu fantastis, ternyata tidak diikuti dengan kesiapan tenaga professional dibidangnya, seperti jumlah dan atau rekrutmen pilot dan teknisi serta antisipasi dari penyempurnaan sarana serta fasilitas infra struktur industri penerbangan, seperti aerodrome, alat bantu navigasi, sarana Air Traffic Control System dan lain-lain.
Jadi, mungkin akan lebih baik, bila kita mulai sekarang berkonsentrasi saja fokus menyelesaikan dengan tuntas keseluruhan dari lebih 120 temuan ICAO di tahun 2007 itu dengan sungguh-sungguh. Apabila dapat diselesaikan , maka minimal kita akan memperoleh dua buah hasil yang sangat bermakna, yaitu pertama adalah , bahwa pasti dunia penerbangan Indonesia akan menjadi sehat kembali . Berikutnya yang kedua adalah FAA serta ICAO dan juga Uni Eropa akan kehilangan “alasan” untuk men “down-grade” dan untuk mem “banned” dunia penerbangan negeri kebanggaan kita bersama ini.
Pertanyaan selanjutnya adalah , sektor mana yang harus kita prioritaskan untuk segera diselesaikan, dalam menghadapi banyaknya permasalahan yang kita hadapi itu? Mari kita cermati lebih dahulu tentang capaian apa yang telah membuat kita sekarang berada dalam posisi menyelesaikan 90 % temuan ICAO tersebut. Apabila tidak terlalu keliru, maka keberhasilan yang sangat signifikan dari upaya otoritas penerbangan nasional yang telah diselesaikan itu antara lain adalah selesainya undang-undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Nah, dalam undang-undang inilah disebutkan beberapa hal penting yang harus segera diselesaikan dalam kurun waktu 2 tahun sejak diundangkannya masalah-masalah utama dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aspek operasional penerbangan Indonesia.
Permasalahan tersebut antara lain adalah, dipindahkannya KNKT keluar dari Kementrian Perhubungan, dibentuknya semacam mahkamah atau dewan penerbangan yang akan menindaklanjuti hasil penyelidikan KNKT, agar tidak terulang kembali peristiwa Captain Marwoto yang sangat memalukan itu. Dan akhirnya “last but not least” serta yang sangat menonjol dari kesemuanya itu, adalah pembentukan ATS, Air Traffic Control Services Single Provider.
Khusus tentang ATS single provider , menjadi sangat “crusial”, karena kapasitas pelayanan yang tersedia sekarang ini berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Tidak saja dari segi atau bidang peralatan yang sudah ketinggalan jaman dan tentu saja jauh dari atau tidak standar, jumlah sdm nya pun sangat kurang disamping kesejahteraan para controller ini yang memang perlu mendapatkan perhatian yang serius. Dari seluruh kondisi infra struktur yang sudah ketinggalan jauh dari jumlah Maskapai, jumlah pesawat dan jumlah penumpang yang ada, maka kondisi aerodrome, alat bantu navigasi dan terutama ATC adalah faktor-faktor yang sudah sangat urgen untuk ditangani segera.
Kiranya tidak ada cara dan jalan lain bagi kita semua, bila ingin menjawab himbauan Kementrian Perhubungan Republik Indonesia yang mengajak untuk segera berangkat meninggalkan kategori 2 menuju ke kategori 1 kecuali “mari kita berkerja keras” untuk mewujudkannya ! Mari kita mengangkat kembali harkat dan kehormatan bangsa ini dibidang penerbangan, bidang yang menjanjikan kemakmuran masa datang dari umat manusia dimuka bumi .
Tidak dapat disangkal, sebagaimana semua usaha perbaikan akan selalu saja berhadapan dengan berbagai tantangan. Beberapa pihak melontarkan pernyataan-pernyataan yang sinis dengan mengatakan bahwa bila kita harus menunggu terlebih dahulu sempurnanya infra struktur dibidang penerbangan sampai berujud seperti Changi International Airport, maka kapan kita dapat mulai terbangnya?
Demikian pula pernyataan lain yang tidak kurang sinisnya berbunyi bahwa , siapa yang bilang kondisi kita ini buruk? Kenyataannya Maskapai asing tetap datang ke Indonesia dan bahkan beberapa dari mereka berupaya menambah frekuensi jadwal terbangnya.
Pernyataan tadi adalah sangat menyesatkan. Pasar angkutan udara di Indonesia, adalah merupakan pasar yang sangat mengiurkan dan atau menjanjikan. Karena itu pihak asing memang tengah menunggu sampai akhirnya kondisi infrastruktur penerbangan kita dinyatakan berada dalam keadaan bahaya, maka mereka akan beramai-ramai mengambil alih pengelolaan penerbangan nasional Indonesia dibawah bendera “bantuan internasional” bagi Aviation Safety. Ingat, dalam format dan bentuk yang agak sedikit berbeda, hal ini telah berlangsung lama dibeberapa kawasan wilayah udara kedaulatan Republik Indonesia. FIR Singapura adalah sekedar contoh sederhana yang patut diwaspadai akan berkembang menjadi lebih luas.
Lalu apa yang harus keras kita kerjakan bersama? Inti perjalanan dari kategori 1 menuju ke kategori 2 adalah suatu jalan raya besar dan panjang yang bernama “Pengelolaan National Aviation Safety” disegala lini. Kita bisa memulai identifikasi dari beberapa kejadian berulang yang terjadi disepanjang 5 sampai dengan 10 tahun belakangan dengan titik medan terkenal di tahun 2007 saat kita anjlok ke kategori 2. Kecelakaan-kecelakaan pesawat yang kerap terjadi dengan bintang lapangan, kejadian pesawat gelosor keluar landas pacu. Pilot yang kedapatan “nyabu”. Pengadilan yang menuntut beberapa Pilot dengan tuntutan yang tidak masuk akal dan beberapa kejadian terlambat serta dibatalkannya skedul pemberangkatan penerbangan.
Sementara dari beberapa penyebab yang dapat di cermati antara lain adalah :
Sebagai akibat dari kurangnya tenaga Pilot, maka wajarlah muncul peluang-peluang pelanggaran aturan demi mengejar setoran. Pilot akan di “paksa” untuk bekerja melewati dari jumlah jam terbang yang sudah ditetapkan. Kesempatan Pilot untuk latihan penyegaran, latihan emergency di simulator pasti akan terganggu. Kurangnya tenaga Inspektor di Kementrian Perhubungan dapat menyebabkan sistem pengawasan tidak dapat berjalan dengan baik. Persaingan antar Maskapai yang semakin tajam, dibawah atmosfer jargon “low cost carrier” tidak hanya memunculkan masalah-masalah perburuhan akan tetapi juga permasalahan lain yang menyangkut sarana dan prasarana layanan penerbangan. Dan banyak lagi lainnya. Kepada pihak regulator sekali lagi kita harus dapat membantu dan lebih mendorong lagi, tentang pembentukan segera ATS Single Provider yang akan sangat menentukan warna industri penerbangan Indonesia karena berkait langsung dengan faktor keamanan terbang di negeri ini.
Pembenahan harus segera dilakukan di semua lini. Mari kita mencoba untuk mendekati operator atau pihak Maskapai Penerbangan Nasional yang masih mempunyai niat baik untuk penyempurnaan menjadi lebih baik dalam membantunya berkontribusi bagi pemerintah agar dapat cepat mencapai kembali posisi kategori 1 FAA. Tidak untuk sekedar mencapai pengakuan internasional, akan tetapi lebih kepada niat untuk membenahi diri sendiri, agar semua konsumen pengguna jasa angkutan udara di Indonesia dapat menikmati pelayanan yang wajar serta layak dan aman yang menjadi hak mereka. Aviation Safety, Customer Satisfaction, tidak hanya akan memberikan benefit bagi perusahaan akan tetapi juga akan mengangkat harkat dan kehormatan kita sebagai bangsa dalam dunia penerbangan global.
Marilah kita bulatkan tekad untuk menuju dunia penerbangan Republik Indonesia yang lebih baik, yang lebih bergengsi, yang lebih terhormat !
Jakarta 25 April 2012
Chappy Hakim
4 Comments
salam kenal Pak. Menarik sekali ulasan Bapak. Saya sebagai siswa yg sdg menempuh pendidikan kedokteran penerbangan merasa salah satu kunci penyelasaian dari permasalahan dlm dunia penerbanagn di Indo (sipil+militer) adalah dg diwajibkannya penempatan tenaga kesehatan yg ahli dlm keodokteran penerbangan dlm stiap maskapai utk meningkatkan keselamatan terbang dlm dunia penerbangan di indonesia.
Sangat setuju pembenahan penerbangan nusantara! Terlebih saya adalah salah satu pengguna jasa penerbangan hampir setiap minggu!!
Sebenarnya bukan dunia penerbangan indonesia aja yang SOS. Hidup di Indonesia itu SOS. Gak ada profesionalitas. Profesionalitas disini maksudnya keahlian + komunitasnya, bukan ‘making money dari keahlian’. Lucu memang semua hal bermuara ke politik atau uang. Ada industri pesawat terbang, produknya di hargai negara tetangga, bangsanya sendiri kagak. Ada industri telekomunikasi, sekarang malah mati. Industri di indonesia itu gak ‘nge-drive’ regulasi. Nyatanya pesawat kepresidenan juga buatan negara Uncle Sam. Jadi jangan berharap banyaklah. Hidup bukan buat bersatu bung, tapi buat cari selamat dunia dan akherat. Freedom ! (Gak merdeka lagi – glek…).
Menarik sekali pak Chappy ulasan nya, jadi menurut bapak langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan oleh regulator penerbangan di Indonesia agar kategori nya naik kelas menjadi kategori 1.. karena saya dengan bahwa salah satu maskapai kita (Garuda Indonesia) pada tahun depan akan membuka jalur direct filght ke Amerika yang mana salah satu persyaratan dari FAA adalah bahwa penerbangan indonesia harus berada pada kategori 1.
Terima Kasih, salam