Persoalan tiket mahal ternyata masih belum juga memperoleh penyelesaian yang tuntas. Pada hari Sabtu lalu tanggal 9 Agustus 2019 PERADI, Dewan Pimpinan cabang Jakarta Pusat bersama dengan Hukum Online.com menyelenggarakan Seminar Nasional, di Istana Ball Room Hotel Sari Pacific jalan Thamrin Jakarta Pusat. Seminar Nasional ini diselenggarakan untuk membahas “Polemik harga tiket pasawat dalam Perspektif Hukum, Bisnis dan Investasi”. Yang cukup istimewa adalah bahwa Seminar Nasional ini dibuka oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Disamping secara resmi membuka Seminar Nasional ini, Menteri Perhubungan juga menyampaikan “keynote speech” sebagai pembuka dari acara secara keseluruhan. Bertindak sebagai moderator adalah Johannes C Sahetapy, Kabid Pendidikan dan Pelatihan DPC Peradi Jakarta Pusat. Pembicara pertama mewakili Kemenko Perekonomian Lin Che Wei sebagai Policy Advisor. Saya sendiri diminta untuk menjadi pembicara kedua, sedangkan pembicara lainnya adalah perwakilan dari PT Angkasa Pura 2, YLKI dan KPPU.
Cukup menarik dari apa yang terungkap dari pembahasan dalam Seminar Nasional ini, karena paling tidak, pembicara pertama menekankan pada kesimpulan presentasinya, bahwa yang terjadi belakangan ini adalah bukan harga tiket pesawat terbang menjadi mahal harganya, akan tetapi harga tiket pesawat terbang sekarang ini kembali ke “normal”. Presentasi tersebut agaknya sejalan dengan apa yang saya sampaikan yaitu bahwa disaat harga tiket murah (yang terkadang bisa sampai pada angka yang tidak masuk akal) yaitu terjadi pada dua dekade belakangan ini terjadi 2 hal yang sangat menyolok. Yang pertama adalah terjadinya demikian banyak kecelakaan pesawat terbang yang mengakibatkan Indonesia di masukkan kedalam kelompok negara-negara kategori 2 oleh FAA (Federal Aviation Administration) Otoritas Penerbangan Amerika Serikat, karena Indonesia dinilai tidak mampu memenuhi Standar Keselamatan Penerbangan Sipil Internasional seperti yang disyaratkan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization). Tidak itu saja, bahkan semua Pesawat Terbang berbendera Indonesia telah dilarang masuk ke Eropa oleh Otoritas Penerbangan Uni Eropa dengan penyebab yang sama. Yang kedua adalah, pada era penerbangan murah itu telah terjadi bangkrutnya hampir semua Maskapai Penerbangan yang telah lama eksis di negeri ini. Itu yang menyebabkan pada saat ini hanya tertinggal beberapa saja maskapai penerbangan yaitu Garuda dan satu dua Maskapai “pendatang baru”.
Dari Seminar Nasional ini terungkap dengan sangat jelas bahwa apa yang terjadi belakangan ini yang dikenal dengan era “tiket murah” adalah sebuah kondisi yang “tidak normal”. Artinya adalah bila tiket pesawat terbang dapat dijual dengan murah hingga mendekati, apalagi sama atau bahkan lebih murah dari harga tiket transportasi darat , kereta api dan laut maka dipastikan ada “something wrong” yang telah terjadi. Nah “something wrong” itulah yang seharusnya di cari dan diselidiki terlebih dahulu mengapa bisa terjadi. Sebelum masalahnya dapat diketahui dengan baik dan benar secara jujur, maka masalah harga tiket pesawat terbang yang saat ini dianggap mahal, tidak akan pernah dapat diselesaikan dengan baik, dalam arti memuaskan semua pihak.
Itu pula sebabnya yang mengakibatkan kebijakan apapun yang diambil oleh Kementrian Perhubungan belakangan ini, dapat dipastikan akan tidak mudah diterima oleh semua pihak antara lain konsumen dan apalagi Maskapai Penerbangan. Sekali lagi akar masalahnya adalah “mengapa” bisa terjadi dalam kurun waktu lebih kurang dalam dua dekade ini harga tiket bisa dijual “murah”. Jadi bukan “mengapa” harga tiket sekarang menjadi “mahaL’. Dua presentasi pertama dalam seminar nasional Peradi, setidaknya “samar-samar” telah dapat menjawab dengan jelas dan gamblang pokok permasalahan yang terjadi belakangan ini dengan harga tiket pesawat terbang.
Sekedar catatan saja : dengan telah berhasilnya kembali RI masuk kategori 1 FAA yang berarti telah memenuhi standar keselamatan penerbangan Internasional, bahkan hasil penilaian tahun lalu sudah mencapai nilai keselamatan penerbangan yang “above global avarage’ , larangan terbang ke Eropa sudah dicabut, maka semua stake holder penerbangan nasional tidak lagi berani main-main dengan standar keselamatan penerbangan internasional, dan itu semua mengakibatkan operating cost penerbangan menjadi “standar” dan hasil akhirnya adalah harga tiket pesawat yang menjadi “normal” kembali. Pada sisi lain (masih perlu dilakukan penelitian) , “joke” nya adalah karena sudah pada bangkrut semua maskapai penerbangan yang lain, maka tugas berikutnya adalah “meninggalkan” kebijakan jual tiket murah. Ini yang kemudian dilihat oleh sementara pihak sebagai praktek “duo poli” atau entah poli-poli apa lagi istilahnya.
Jakarta 11 Agustus 2019
Chappy Hakim