Waktu begitu cepat belalu. Pagi ini saya, isteri dan anak , melaksanakan Sholat Idul Fitri di Lapangan halaman Markas Besar Angkatan Udara yang lama di kawasan Pancoran. Perlengkapan standar, berupa koran bekas dan sajadah sudah ditumpuk rapi di bagasi mobil. Jalanan sepi, hanya ada satu dua mobil saja, kecuali ditempat-tempat penyelenggaraan sholat Id terlihat kerumunan orang dan mobil-mobil yang parkir.
Seperti biasa, sholat dimulai pada pukul 0700 wib yang didahului dengan pengumuman melalui pengeras suara yang menghimbau para jemaah agar mempercepat langkahnya menuju lapangan karena sebentar lagi sholat akan dimulai. Tidak lama setelah itu, menjelang pukul tujuh diumumkanlah sedikit tata cara menjalankan sholat Id yang secara garis besar memuat tentang takbir yang dilaksanakan 7 kali pada rakaat pertama dan 5 kali di rakaat kedua. Disamping itu tentu saja, dan ini kita sudah hafal yaitu pengumuman bahwa khotbah Id adalah bagian dari sholat jadi dianjurkan para jemaah tidak meninggalkan tempat sebelum khotib menyelesaikan khotbah dan doanya. Dan seperti biasa juga sudah dapat diramalkan yang terjadi adalah sebaliknya.
Seperti halnya dengan apa yang terjadi di tahun-tahun lalu, semua pengikut sholat berjemaah ini tidak ada yang mau mengambil tempat jauh ketengah, maka jadilah penumpukan di daerah pinggir memanjang kebelakang. Seperti biasa beberapa panitia mencoba mengarahkan jemaah untuk mengisi dulu tempat yang kosong di tengah, dan seperti biasa pula hanya satu atau dua orang saja yang patuh.
Begitulah, walau sudah dibatasi dengan tali rafia, maka tetap saja orang-orang lebih suka mengambil tempat di pinggir. Kurang jelas alasannya, apakah malas berjalan jauh atau memang memilih agar pulangnya lebih mudah. Sesaat sebelum pengumuman panitia tentang pelaksanaan sholat Id, seperti biasanya juga beredarlah kotak sumbangan yang diedarkan secara estafet. Pukul 7 lewat 7 menit dimulailah sholat Id berjemaah. Sholat yang hanya dua rakaat, tentu saja tidak memakan waktu lama. Benar saja, selesai sholat, sebagian orang langsung saja berdiri meninggalkan tempat.
Ada orang yang tidak jauh disebelah saya, sudah dihampiri isterinya dengan anak perempuannya yang berdiri dari kejauhan memanggil-manggil mengajaknya pulang. Terlihat dia sebenarnya masih ingin duduk mendengarkan khotbah tetapi nada panggilan isterinya yang semakin meninggi membuat dia dengan berat hati berdiri, seraya menggulung sajadahnya menuju isteri dan anak perempuannya yang masih berumur sekitar 5 tahun. Terlihat wajahnya yang kesal, karena masih ingin duduk, demikian pula wajah isterinya yang setengah marah karena sudah berulang-ulang memanggilnya. Orang tersebut dengan langkah gontai langsung saja menuju seraya menggandeng anak perempuannya dan seketika wajahnya berubah ceria seirama dengan wajah sang anak yang senang melihat ayahnya datang menjelang. Pemandangan yang menyita perhatian saya sejenak. Sementara itu, sebagian lagi orang-orang yang tetap tinggal duduk diatas sajadahnya dengan tenangnya membakar rokok dan melamun sendiri-sendiri tanpa terlihat minat sedikitpun untuk mendengarkan khotbah dari sang khotib. Ajaibnya, setelah Khotib selesai dengan khotbahnya dan dilanjutkan pembacaan doa, mereka pun dengan santai sudah terlebih dahulu bangun dari duduknya untuk langsung ngacir menuju tempat parkir kendaraan.
Saya beserta anak saya segera bangun pula dari duduk dan berjalan keluar lapangan. Saya melihat kebelakang mencoba memperhatikan adakah diantara kerumunan ibu-ibu , isteri saya disitu. Saya tahu dia pasti merasa ada yang kurang, karena sudah dua lebaran ini, dia tidak lagi ditemani anak perempuannya yang sudah berumah tangga dan tentu saja sudah sibuk dengan suami dan anaknya. Biasanya, saya berjalan dengan anak saya yang lelaki dan isteri saya berjalan dengan anak perempuannya. Berpisah saat sholat, dan kemudian akan bertemu lagi di lapangan parkir mobil tidak jauh dari tempat sholat. Dengan berjalannya waktu, tentu saja semua berubah. Perubahan yang memang tidak bisa dihindari. Ada yang bilang bahwa yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri. Demikian pula lebaran tahun ini yang sudah berubah dibanding dengan lebaran-lebaran terdahulu, namun itulah hidup. Hidup yang tergantung dari kita sendiri bagaimana cara memaknai nya. Yang pasti, memang, itulah lebaran dari tahun ke tahun. Lebaran yang akan selalu penuh dengan kenangan, tidak terpengaruh apakah itu kenangan manis, biasa atau bahkan pahit ! Selamat Lebaran, mohon Maaf Lahir dan Batin !
Jakarta 31 Agustus 2011
Chappy Hakim
1 Comment
Dear Pak Chappy dan Keluarga, Selamat Lebaran, Minal Aidin Walfaizin..
Nice article Pak…Mengingatkan saya ke Lapangan Merdeka di kota Medan yang selalu di gunakan sebagai tempat Sholat Idul Fitri..