Pertamakali saya berjumpa dengan Bondan WInarno pada tahun 1969, itu berarti 48 tahun yang lalu, di Pangkalan Angkatan Udara Sulaiman Margahayu, Bandung.
Kala itu, saya Taruna AAU tingkat 2 berpangkat sersan udara karbol, Bondan Winarno adalah Pramuka Angkasa dari Semarang yang memperoleh kesempatan mewakili Pramuka Angkasa untuk ikut serta dalam latihan terjun payung.
Terakhir kali berjumpa dengan Bondan hanya beberapa waktu lalu yaitu pada tanggal 24 Oktober 2017 di Plaza Senayan, ngobrol bertiga dengan Imelda Bachtiar sambil makan siang bersama.
Bondan bercerita panjang tentang bagaimana dia sampai menjalani perawatan jantung di Rumah Sakit Harapan Kita.
Kehangatan Bondan sebagai teman dalam waktu yang terpaut puluhan tahun itu tidak berubah sama sekali.
Bondan adalah salah satu dari tidak banyak teman saya yang sangat saya hormati.
Saya sangat yakin banyak sekali teman-teman Bondan yang menaruh “respect” padanya, sosok pribadi dengan “high moral character” Pramuka yang penulis, jurnalis ulung, ahli kuliner dan luas sekali pengetahuan yang dimilikinya. Bondan adalah tempat bertanya.
Setelah lama sekali tidak berjumpa sejak latihan terjun payung di Margahayu, saya tetap mengikuti banyak tulisan-tulisannya dan tentu saja acara kuliner di televisi.
Laporan investigatif
Kebanyakan orang tahu Bondan ahli kuliner. Akan tetapi sebenarnya Bondan banyak sekali pengetahuan dan pengalaman di luar kuliner yang jarang diketahui secara luas.
Salah satu rangkaian tulisan yang sangat terkenal adalah laporan investigatif mengenai tambang bodong di Kalimantan.
Beberapa tahun belakangan saya cukup intens berkomunikasi dalam wadah grup whatsapps para penulis di Penerbit Buku Kompas dan juga komunikasi pribadi tentu saja.
Banyak masalah yang kami diskusikan berkait dengan berbagai hal.
Di samping itu, Bondan juga cukup aktif di Twitter. Salah satu cuitannya di Twitter yang sangat melekat pada interaksi Twitternya dengan saya adalah berbunyi “I can relate with you, Marshall. I feel your anger. Swa Bhuwana Pakca.”
Dalam beberapa hal saya dan Bondan memiliki perbedaan. Namun, dalam banyak sekali hal saya dan Bondan memiliki pandangan yang sama. Pandangan yang sama dan sebangun terutama dalam prinsip menjalani hidup di dunia yang fana ini.
Beberapa saat setelah lebaran yang lalu, saya menyempatkan diri dengan isteri mengunjungi Bondan di rumahnya di Ubud.
Saya dengan beberapa teman yang sempat latihan terjun di Margahayu bersama isteri masing-masing berjumpa Bondan dan keluarga.
Bernostalgia sambil santap malam bersama, bercanda ria yang sangat hangat dan penuh kekeluargaan.
Membahas banyak hal yang sangat santai dan tidak berkisar jauh dari masalah makanan dan kesehatan di usia senja.
Pertemuan yang benar-benar sangat menyenangkan di atmosfer kawasan Ubud yang penuh dengan kedamaian dan persahabatan.
Pagi tadi, saya menerima berita duka yang mengabarkan Bondan telah berpulang.
Saya sangat terkejut, karena pada pertemuan terakhir di bulan Oktober itu, walau dengan badan yang agak kurus, ia masih terlihat tetap memancarkan semangat yang tinggi untuk menjalani pasca perawatan kelainan jantungnya di Rumah Sakit Harapan Kita.
Air mukanya memancarkan aura positif yang optimis untuk dapat segera sembuh sehat wal afiat kembali.
Selamat Jalan sahabatku Bondan Winarno.
Banyak sekali yang ingin saya tuliskan tentang Bondan sang Pramuka, wartawan kawakan, namun rasa sedih kehilangan sahabat saat ini seolah membuat saya tidak mampu memilih tentang apa dan mana saja yang akan saya tuliskan sekarang ini sebagai rasa turut berduka cita yang mendalam.
Hidup damai
Beberapa waktu lalu, kami dikejutkan saat Bondan memilih meninggalkan grup whatsapp dari para penulis buku di Penerbit Buku Kompas. Ternyata Bondan tidak hanya left dari grup PBK akan tetapi juga beberapa grup lain yang selama ini diikutinya.
Perkembangan situasi dan kondisi yang begitu tajam belakangan ini telah membuat Bondan menyepi. Sebuah perkembangan yang menyedihkan tentunya.
Salah satu pesan whatsapp terakhir saat meninggalkan grup sangat sangat menyentuh hati dan bahkan saya merasa terwakili oleh kalimatnya itu:
“Ya, itulah sebabnya saya tidak merasa perlu untuk mengoreksi apa yang terjadi. Lebih baik saya mundur diam-diam. Bukan masalah mereka kok. Saya yang bermasalah. Saya hanya ingin hidup peaceful”
Rest in Peace, sahabatku, sahabat banyak orang.
Selamat Jalan Bondan.