Presiden RI Ir. Joko Widodo secara resmi memberikan kesempatan bagi prajurit TNI dan anggota Polri untuk mengisi jabatan aparatur sipil negara (ASN). Hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN yang menggantikan UU No. 5/2014. UU yang berlaku sejak 31 Oktober 2023 itu mengatur jabatan ASN tertentu dapat diisi oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, seperti tercantum pada pasal 19 UU ASN baru tersebut.
Catatan penting adalah pengisian jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit TNI dan anggota Polri itu hanya dapat dilaksanakan pada instansi tingkat pusat. Ketentuan lebih lanjut tentang ketetapan tersebut akan diatur khusus dalam aturan turunan dalam bentuk peraturan pemerintah (PP). Lebih lanjut Pasal 20 UU 20/2023 memberikan juga kewenangan bagi pegawai ASN untuk menduduki jabatan di lingkungan TNI maupun Polri sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Oleh sebab itu, maka baik prajurit TNI dan anggota Kepolisian, maupun pegawai ASN bisa bertukar posisi satu sama lain.
“Pengisian jabatan TNI dan Polri oleh ASN dan sebaliknya bertujuan agar ASN, prajurit TNI, serta anggota Polri memiliki keseimbangan dan kesetaraan dalam pengembangan kariernya berdasarkan Merit Sistem,” Demikian alasan yang tercantum pada penjelasan pasal 20 UU 20/2023. Intinya adalah terbuka peluang bagi personal militer untuk menjabat pada instansi Sipil dan demikian pula sebaliknya. Tidak begitu jelas apa sebenarnya yang menjadi titik sasaran dari keluarnya aturan ini.
Tidak aneh reaksi pun kemudian muncul mengkritisi fenomena yang dapat disebut sebagai kembalinya ABRI (TNI/POLRI) pada azas Dwi Fungsi ABRI. Beberapa diantaranya datang dari Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Prof Agus Pramusinto yang mengatakan bahwa jabatan TNI-Polri di tubuh ASN akan berpotensi mendemotivasi performa pegawai pemerintah. Sementara itu Setara Institute mengatakan bahwa mengembalikan TNI-Polri untuk dapat ditempatkan di pos-pos jabatan sipil, dengan dalih apapun dikhawatirkan akan mengembalikan dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Dalam hal ini Peneliti Hak Asasi Manusia (HAM) dan Sektor Keamanan Setara Institut Ikhsan Yosarie mengatakan, hal itu merupakan penyimpangan dari mandat reformasi 1998. Lebih jauh lagi, Imparsial mengkritik rencana pemerintah yang ingin mengesahkan peraturan pemerintah (PP) soal manajemen apartur sipil negara (ASN). Rancangan PP itu mengatur personel TNI-Polri bisa menduduki jabatan sipil, dan sebaliknya. Menurut Direktur Imparsial Gufron Mabruri, rencana penempatan personel TNI-Polri di jabatan sipil jelas akan mengancam demokrasi karena melegalisasi kembalinya praktik dwifungsi ABRI seperti pada masa otoritarian Orde Baru. “Kami menilai bahwa dalam upaya menjaga dan mendorong pemajuan sistem dan praktik demokrasi di Indonesia, peran sosial-politik ABRI (TNI dan Polri) yang telah dihapuskan pada tahun-tahun transisi politik 1998, menjadi penting untuk dijaga dan juga untuk dipertahankan,”
Sesaat sebelum Pilpres muncul keputusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang jelas jelas bertujuan untuk memfasilitasi anak Presiden Jokowi untuk dapat maju mencalonkan diri sebagai Wapres. Sebuah Keputusan yang tentu saja memunculkan banyak kritik, sehingga memaksa Majelis Kehormatan MK bersidang. Para pengkeritik menyambut gembira Keputusan MKMK yang sejalan dengan kritik yang dilontarkan dan kemudian memberhentikan Ketua MK sebagai tanggung jawab atas kesalahannya itu. Akan tetapi, aneh bin ajaib karena keputusannya sendiri yaitu Keputusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 tetap saja berlaku. Hal ini sangat jelas menggambarkan bahwa penguasa sejatinya dapat berbuat apa saja sesuai dengan keinginan.
Dari tinjauan terhadap Keputusan MK itu, maka keputusan baru pemerintah yang menetapkan personil militer dapat menduduki jabatan sipil dan juga sebaliknya, mencerminkan bahwa penguasa mempunyai hak apa saja yang dipandang perlu. Dengan demikian maka kritikan yang bermunculan terhadap fenomena kembalinya Dwi Fungsi ABRI sama sekali tidak akan berpengaruh apa apa. Disisi lain bahkan para pengeritik harus berhati hati, karena baru baru ini ada peringatan yang disampaikan oleh Pejabat Tinggi Negara. Peringatan itu disampaikan khusus kepada para pengeritik pemerintah untuk pindah dari Indonesia.
Selamat Datang Dwi Fungsi ABRI – Good Bye Reformasi
Jakarta 21 Maret 2024
Chappy Hakim – CH Institute