Apa yang tengah terjadi di Jalur gaza saat ini, tidak bisa dikatakan sebagai perang. Mungkin akan lebih tepat dikatakan sebagai penyerbuan besar-besaran Israel terhadap kedudukan Hamas di Jalur Gaza. Sebabnya adalah, kekuatan perang dari kedua pihak yang sedang berhadapan, sama sekali tidak berimbang. Israel terlalu kuat bila dihadapkan kepada kekuatan militer yang dimiliki oleh Hamas atau Palestina.
Ada beberapa teman yang meminta saya untuk membuat analisis perang Israel Palestina yang tengah berlangsung ini. Saya langsung menjawab, bahwa hal tersebut bukan perang tetapi penyerbuan. Apabila dianggap sebagai perang, maka tidak usah atau tidak dapat dianalisis, karena kekuatan keduanya sangat tidak berimbang, seperti David melawan Goliath. Sisi apanya yang mau dianalisis? Israel dapat melakukan apa saja yang dikehendakinya, karena , sekali lagi kekuatan militer Israel berada jauh diatas kekuatan Palestina.
Pada kondisi yang seperti ini, jelas, Israel dapat dengan mudah mendikte kemauannya terhadap Palestina. Sebaliknya Palestina tidak akan dapat membendung lajunya kekuatan Israel untuk menduduki Jalur Gaza. Kekuatan militer dengan teknologi mutakhir, sangatlah tidak mungkin bisa dilawan hanya dengan semangat juang yang tinggi. Apalagi dukungan Negara-negara Arab lainnya hanyalah sebatas dukungan moril belaka.
Robert Greene, dalam bukunya 33 strategies of war, mengatakan :
Life is endless battle and conflict, and you cannot fight effectively unless you can identify your enemies
Dalam hal ini, maksudnya adalah , hidup adalah rangkaian dari peperangan dan konflik, dan anda tidak akan dapat bertempur dengan efektif, kecuali anda tahu betul tentang seberapa besar sebenarnya kekuatan yang dimiliki oleh musuh anda.
Disini menjadi jelas sekali, bahwa kesalahan terbesar dari Hamas adalah dalam mengatur strategi perang yang digunakannya. Dalam perang terbuka seperti yang tengah berlangsung sekarang ini, tidak ada pilihan lain yang dapat diambil oleh Hamas kecuali mundur teratur atau hancur sama sekali. Karena, sekali lagi, kekuatan militer yang dimiliki Hamas berada jauh sekali, dibanding dengan apa yang dimiliki Israel.
Tanpa bermaksud untuk berpihak kepada Palestina atau pun Israel, dalam kondisi yang seperti ini, dalam perspektif militer hampir dapat dikatakan Israel akan memenangkan perang terbuka ini dengan mudah. Itu sebabnya, antara lain Yaser Arafat, tidak memilih perang terbuka sebagai cara untuk mencapai cita-cita Palestina yang merdeka dan berdaulat.
Dalam pelajaran offensive warfare, ada yang dikenal dengan “the intelligence strategy”, yang pada inti nya adalah berangkat dari pemahaman tentang “know your enemy”. Dengan mengetahui, siapa musuh anda, tentunya dengan mudah dapat diketahui kemudian perkiraan kekuatan militer yang dimilikinya. Dari pengetahuan tentang kekuatan militer yang dimiliki musuh, barulah kita dapat menyusun strategi apa yang paling tepat diterapkan untuk dapat memenangkan perang. Tanpa langkah ini, maka semuanya akan menjadi sia-sia dan kita akan mengorbankan banyak nyawa orang yang tidak berdosa.
Disinilah sebenarnya bahwa dalam mencapai tujuan perlu dibuat terlebih dahulu “Grand Strategy”. Grand Strategy adalah seni dalam melihat atau mempelajari lebih jauh tentang apa saja yang berada dibalik satu peperangan yang akan terjadi dengan perhitungan-perhitungan yang cermat kedepan untuk dapat mencapai tujuan.
Dalam hal ini, apabila kita mengikuti perjuangan yang telah dilakukan oleh Yaser Arafat dimasa lalu, maka jelas akan terlihat, bahwa Palestina lebih mengedepankan jalur diplomasi dari pada perang terbuka. Saya pikir inilah jalan terbaik dan masuk akal yang dapat dilakukan oleh Palestina. Lebih-lebih, saat ini terlihat jelas, bahwa dengan terjadinya perang terbuka,tidak ada satu Negara pun yang secara terang-terangan membantu secara fisik dengan mengirimkan kekuatan militernya langsung untuk membantu Hamas.
Bantuan yang diterima Palestina saat ini sebatas pada bantuan non militer. Dengan kondisi seperti ini, maka kiranya akan sia-sialah perjuangan rakyat Palestina dalam memperjuangkan hak-hak nya di tanah airnya sendiri. Sekali lagi, karena memang kekuatan militer yang sangat tidak berimbang. Jalan satu-satunya adalah, gencatan senjata, kemudian konsolidasi kedalam untuk mengatur strategi berikutnya yang lebih tepat.
Apabila pilihannya perang terbuka, maka yang harus dilakukan Palestina adalah memperkuat terlebih dahulu peralatan militernya untuk, paling tidak sebanding dengan apa yang dimiliki oleh Israel. Palestina harus menghimpun terlebih dahulu dukungan dari semua simpatisannya diseluruh dunia, baru kemudian menentukan strategi yang akan digunakan dalam mencapai tujuannya. Perang terbuka atau offensive warfare adalah merupakan pilihan yang sangat tinggi risiko nya.
Sepatutnyalah kita mengutuk Israel terhadap begitu banyaknya korban tidak berdosa yang berjatuhan belakangan ini.
Gencatan senjata kabarnya segera akan dicapai dan mudah-mudahan ini akan dapat menjadi awal dari perdamaian abadi yang dicita-citakan semua orang.