Tidak banyak orang, atau bahkan anggota Angkatan Udara Republik Indonesia sekali pun yang mengetahui bahwa ada sebuah rumah pasanggerahan di Sesaot, Lombok Barat yang cukup memiliki nilai historis.
Rumah Pasanggerahan ini merupakan peninggalan cukup berarti dalam perjalanan dan perkembangan Angkatan Udara Republik Indonesia. Adalah Kepala Staf Angkatan Udara pertama, sekaligus Bapak AURI Marsekal Suryadarma yang sering melakukan perjalanan dinas antara lain di kawasan Nusa Tenggara dan kerap mampir di Lombok Barat.
Dalam perjalanan dinasnya sejak awal kemerdekaan hingga permulaan tahun 1960-an, Marsekal Suryadarma sering berkunjung ke banyak pelosok daerah di Indonesia untuk melakukan orientasi awal dalam menyusun strategi pertahanan udara nasional.
Pertahanan udara nasional bagi negara yang berbentuk kepulauan terbesar di dunia sangat tidak mudah digelar dalam konteks terbatasnya biaya dan luasnya kawasan yang harus dijaga, diawasi dan diamankan.
Pada banyak kesempatan perjalanan orientasi ke banyak kawasan yang dipandang strategis, baik dilihat dari sisi gelar pangkalan udara maupun antisipasi bagi lokasi penempatan radar pertahanan udara, Marsekal Suryadarma ternyata cukup sering berkunjung ke Pulau Lombok.
Pada beberapa kesempatan orientasi daerah, terkadang beliau tinggal 2-3 hari di beberapa lokasi antara lain adalah daerah Sesaot di Lombok Barat. Sejalan dengan hobinya, Marsekal Suryadarma sempat juga beberapa kali mengisi waktu dengan “berburu” masuk keluar hutan di sekitar kawasan Sesaot Lombok Barat tersebut.
Pada beberapa kali perjalanan Marsekal Suryadarma, pada kesempatan masuk keluar hutan untuk berburu itu, ada sebuah rumah pasangerahan yang selalu digunakan untuk beristirahat bersama.
Rumah pasanggerahan tersebut terletak di kompleks hutan Rinjani di Sesaot Lombok Barat. Yang cukup mengesankan dan sangat menarik adalah rumah pasanggerahan tempat Marsekal Suryadarma beristirahat dalam beberapa kali kunjungan ke Lombok, hingga kini masih dipelihara dengan baik.
Mengesankan dan menarik karena sebuah rumah yang digunakan pada tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an tersebut, hingga kini masih terjaga oleh Satuan Pangkalan Angkatan Udara di Lombok.
Berikut ini adalah perjalanan sejarah kronologis dari keberadaan rumah pasanggerahan Sesaot di Lombok Barat itu :
Berdirinya pesanggrahan Sesaot diawali denngan diterbitkannya surat No. 149/VII/3/KNTB oleh Kepala Dinas Kehutanan Daswati I NTB pada tanggal 7 Desember 1960, mengenai penyerahan rumah pesanggrahan yang terdapat di dalam kompleks hutan Rinjani di Sesaot Lombok Barat.
Surat tersebut merupakan tanggapan atas surat Komandan Detasemen AURI kepada Gubernur/Kepala Daerah NTB dengan nomor surat 407 /RBA/XII/191/1960.
Sebagai tindak lanjut atas surat yang diterbitkan Dinas Kehutanan itu, pada tanggal 19 Februari 1961 diselenggarakanlah perundingan yang pertama antara Detasemen AURI Rembiga dengan Dinas Kehutanan Daswati I NTB yang membahas penyerahan sebuah rumah pesanggrahan yang terletak di halaman dalam kompleks hutan Rinjani di Sesaot, Lombok Barat.
Pada perundingan yang kedua kalinya pada tanggal 24 Juni 1961, diperoleh hasil berupa panandatanganan Berita Acara oleh Komandan Detasemen AURI (Letnan Udara II S.C. Halil) dan Kepala Dinas Kehutanan Daswati I NTB (R. Soekahar) serta Gubernur Kepala daerah Nusa Tenggara Barat (R.H. Roeslan Tjakraningrat) yang isinya antara lain:
a. Pihak ke II Kepala Dinas Kehutanan Daswati I NTB (R. Soekahar) menyerahkan hak dan pihak ke I Komandan Detasemen Angkatan Udara Rembiga (Letnan Udara II S.C. Halil) menerima penyerahan tersebut atas rumah pesanggrahan yang terletak di halaman dalam kompleks hutan Rinjani di Sesaot Lombok Barat.
b. Pihak ke I akan membuatkan dan menyerahkan kepada pihak ke II sebuah rumah pesanggrahan yang sesuai dengan besar dan bentuknya yang dibangunkan di suatu tempat yang ditunjuk oleh pihak ke II.
Berdasarkan hasil perundingan kedua, pada tanggal 11 Agustus 1961, TNI AU telah membuatkan dan menyerahkan rumah pesanggrahan seperti yang tertuang di dalam berita acara dengan memesan di PT Tekad Mas dengan biaya pembuatan sebesar Rp. 150.000 (Seratus Lima Puluh Ribu Rupiah).
Maka sejak itulah pesanggrahan ini beralih ke TNI AU dan sering sekali pesanggrahan ini digunakan KASAU (Kepala Staf Angkatan Udara) pada waktu itu untuk beristirahat setelah lelah berburu di kawasan Sesaot Lombok Barat.
Hingga saat ini, bulan Juli 2016 pesanggrahan sesaot masih dirawat dan dipelihara oleh Pangkalan TNI AU Rembiga dan sekarang ditinggali oleh keluarga dari Bapak Muhdar, tenaga Honorer Lanud Rembiga.
Pesanggrahan sesaot, dahulu merupakan tempat beristirahat KASAU Marsekal TNI Rd. S Suryadarma setelah lelah berburu di kawasan hutan lindung Sesaot Lombok Barat. Seiring berjalannya waktu, pesanggarahan yang tadinya berada di dalam hutan lindung dialihkan ke pinggiran hutan lindung sesuai dengan hasil perundingan antara Lanud Rembiga dengan Dinas Kehutanan dan kawasan hutan lindung.
Kawasan hutan lindung ini ini merupakan salah satu destinasi wisata alam andalan di Lombok dengan aliran sungai alam yang jernih dan juga terdapat bendungan tua yang saat ini dijadikan tempat wisata pemandian oleh masyarakat setempat.
Menjelang tanggal 29 Juli 2016 yang merupakan “Hari Bakti” Angkatan Udara, kiranya rumah Pasanggerahan di Sesaot Lombok Barat sudah sepantasnya dapat menjadi catatan tersendiri bagi Dinas Sejarah Markas Besar Angkatan Udara untuk memberikan perhatian yang layak sebagai bagian dari sejarah Angkatan Udara.
Belum banyak anggota Angkatan Udara yang mengetahui keberadaan rumah Pasanggerahan di Sesaot Barat ini. Kepedulian jajaran Pangkalan Angkatan Udara di Lombok yang diteruskan dari tahun ke tahun terutama oleh perwira yang menjabat sebagai Komandan Pangkalan, sebagai penanggung jawab patut pula dihargai.
Nilai sejarah selalu akan memberikan tambahan pelajaran bagi siapa saja yang mempunyai keinginan besar untuk maju.
George Santayana mengatakan bahwa “Those who do not remember the past are condemned to repeat it!“ Mereka yang melupakan sejarah, akan gagal memetik pelajaran dari sesuatu yang telah terjadi dan biasanya akan selalu terkutuk untuk mengalami pengulangan sejarah itu sendiri. Semoga kita semua tidak meninggalkan sejarah.