Saya mengenal sepakbola sejak usia dini. Tinggal di Jalan segara IV nomor 4, bersama kakak saya kami sudah menjadi pengurus sepakbola PSSR – Persatuan Sepakbola Segara Remaja. Perkumpulan sepakbola ecek ecek, Kumpulan bola anak anak kecil yang tinggal disekitaran jalan Segara. PSSR adalah nama yang dikarang kakak saya. Tentu saja organisasi ini nyaris sama dengan organisasi tanpa bentuk karena memang hanya kumpulan anak anak kecil yang bermain bola tanpa sepatu dan menggunakan bola seadanya. Ide mendirikan PSSR ketika itu sebenarnya meniru beberapa klub sepakbola anak anak yang professional seperti MBFA dan lain lain. Kami mengetahui itu ketika bermain jalan jalan ke lapangan Hercules dibekakang Gedung pertemuan DecaPark lapangan Gambir yang kini sudah tidak ada. Kami bikin sendiri karena memang tidak mungkin untuk menjadi anggota klub sepakbola remaja seperti MBFA (Mollucas/Merdeka Boys Football Association), karena harus punya sepatu bola dan bayar iuran yang tidak murah. Klub Klub tersebut dikenal ketika itu sebagai Klub sepakbola Anak Gawang.
Sejak tinggal di jalan Segara, saya dan kakak saya secara bergilir bisa ikut nonton bola pertandingan internasional di Lapangan IKADA (Ikatan Atletik Djakarta) di sekitar Gambir. Sebuah lapangan bola paling keren di jamannya. Stadion IKADA, sebuah lapangan bola dengan 4 tribune. Tribune Barat yang bagus dan Sebagian besar khusus untuk VIP. Tribune barat dilengkapi dengan bagian yang diperuntukkan bagi Korps Musik Kepolisian Negara. Saat itu setiap pertandingan sepakbola internasional selalu dimeriahkan dengan lagu lagu Mars penyemangat yang dimainkan oleh Korps Musik Polisi dibawah pimpinan R.A.J Soedjasmin. Diseberangnya berdiri tribune timur agak sedikit kumuh dengan atap seng berwarna merah dan dilengkapi dengan tower kecil yang dipergunakan untuk RRI menyiarkan siaran langsung pandangan mata pertandingan sepakbola. Reporter terkenal di jaman itu bernama pak Soeparto. Karena belum ada Televisi, maka siaran pandangan mata sepakbola saat itu diikuti diseluruh Indonesia melalui Radio RRI yang motonya Sekali di Udara tetap di Udara. Sementara itu di utara dan Selatan terletak tribune terbuka tanpa atap yang diperuntukkan bagi para penonton yang berdiri, karena tidak tersedia tempat duduk.
Tidak seberapa jauh dari stadion IKADA terletak lapangan sepakbola sederhana yang hanya tersedia satu saja tribune untuk penonton. Lapangan ini terletak dibelakang Gedung pertemuan Dacca Park, dikenal sebagai Stadion Gambir atau stadion Hercules. Dilapangan bola ini kerap bertanding kesebelasan dibawah naungan Persidja Jakarta. Beberapa klub diantaranya adalah Hercules, Setia, Maluku, Maesa, UMS, Tunas Jaya dan IM (Indonesia Muda) .
Sesekali beberapa klub sepakbola remaja terlihat latihan di Stadion Hercules. Yang terkenal pada waktu itu klub anak gawang MBFA . Tidak begitu jelas mengapa anak anak anggota tim MBFA dan lainnya disebut sebagai anak gawang. Mungkin saja, karena pada saat pertandingan besar sepakbola antar klub PSSI dan lebih lebih pertandingan internasional, maka anak anak itu ditugaskan dibelakang Gawang untuk membantu kiper mengambil bola di luar lapangan. Konon MBFA memang klub yang khusus diperuntukkan anak anak usia dini, karena meraka yang sudah beranjak remaja dan atau dewasa akan ditampung di klub sepakbola Maluku dan klub sepakbola lainnya.
Walaupun tidak begitu jelas tampak di permukaan, akan tetapi di tahun 1950-an itu sudah kelihatan ada pembinaan pemain sepakbola usia dini dan juga putaran kompetisi sepakbola secara nasional. Klub terkenal di kala itu antara lain Persidja Jakarta, Persib Bandung , Persebaya Surabaya, PSP Padang, Persis Solo, PSIM Jogyakarta, Persema Malang dan lain lain. Pada intinya kunci pembinaan sepakbola secara nasional memang akan banyak bergantung kepada pembinaan anak anak usia dini dan putaran kompetisi yang bergulir ketat dan lancar. Dari mekanisme itulah kelak dapat diharapkan akan muncul para pemain dan sekaligus tim sepakbola yang berkualitas.
Saya sendiri secara berkala masih tetap ikut bermain bola saat di Sekolah Rakyat (sekarang SD), SMP dan SMA. Puncak kesenangan saya bermain bola adalah ketika tengah mengikuti pendidikan di Akabri Udara. Sempat juga bermain memperkuat tim sepakbola Akabri Udara dalam Pekan Olah Raga Akabri di Surabaya. Lumayan meriah karena pertandingan berlangsung di stadion yang cukup besar milik Akabri Laut dengan penonton fanatik pembela tim kesayangannya masing masing yang cukup banyak. Serasa menjelma menjadi pemain bola kenamaan yang tengah bermain di stadion IKADA yang saya saksikan waktu anak anak di tahun 1950-an. Tidak itu saja, ketika masih Taruna Tingkat 1 di Magelang, saya sempai pula berperan sebagai reporter Radio Tidar yang menyiarkan siaran langsung pandangan mata jalannya pertandingan sepakbola di lapangan bola milik AMN dikenal sebagai Stadion sepakbola Lembah Tidar.
Demikianlah semoga ditengah euphoria kita semua atas keberhasilan timnas Indonesia tampil di pentas global, kualitas sepakbola kita dapat terus berkembang. Perlu perhatian yang lebih besar lagi terhadap pembinaan pemain bola usia dini dan putaran kompetisi liga PSSI untuk menghasilkan tim Nasional yang berkelas dunia. Dalam hal ini dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dan cecrdas serta sistem manajemen yang canggih untuk mengelolanya. Sayangnya di negeri ini masih berkeliaran terlalu banyak koruptor perusak kepentingan nasional. Selama eko sistem korupsi tetap merajalela, maka akan sulit sekali bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan Impian dan cita citanya terutama sekali dalam pembinaan persepakbolaan nasional.
Jakarta 6 Mei 2024
Chappy Hakim – pencinta sepakbola