Ditengah-tengah hiruk pikuknya kasus Bibit Chandra dan kemudian Bank Century serta persiapan hari anti korupsi sedunia, malam tadi telah berangkat tim nasional Indonesia menuju ajang pertandingan Olah Raga Sea Games.
Rombongan terdiri dari dua kelompok yang sama sekali tidak berhubungan dalam satu koordinasi yang tunggal. Satu pesawat charter Lion Air, Boeing 737-900 yang dimuat “full” sekitar lebih 200 orang atlit dan pelatih serta pengurus KONI, dan satu lagi pesawat sejenis, diisi hanya sekitar 100 orang saja yang terdiri dari para petinggi Olah Raga Indonesia, tim peninjau serta tim penilai dan rombongan TVRI Sea Games. Agak kurang jelas, mengapa kedua rombongan ini tidak terintegrasi dalam satu komando, terlihat dari distribusi penumpang dan barang yang dibawa serta waktu keberangkatan dan tempat “check in” yang berbeda.
Melihat begitu banyak atlit yang berkeliaran di terminal, menjadi cukup menarik juga, karena terlihat hanya sebagian yang datang dengan Bus rombongan, sementara lainnya berdatangan sendiri-sendiri mirip pemandangan yang biasa terlihat pada kesempatan berangkatnya rombongan TKI, namun bedanya mereka sebagian besar mengenakan “pakaian olah raga”.
Dalam bayangan saya, bila kontingen RI berangkat untuk berjuang di Kejuaraan sejenis Sea Games di luar negeri, maka akan terlihat mereka yang berseri-seri penuh kebanggaan, datang berombongan, berbaris rapih atau paling tidak dalam kelompok yang kompak, memakai seragam dan tas serta koper seragam yang terlihat rapih dan diurus dengan teratur menuju tempat check in counter. Karena mengemban tugas negara, tentunya, paling tidak mereka akan menggunakan pesawat terbang “flag carrier” kebanggaan bangsa yaitu ”Garuda” Indonesia. Para atlit memperoleh penanganan ekstra yang membuat mereka tetap “fit” dan siap bertanding.
Pada kenyataannya, mereka naik Lion Air, dan pada saat landing nanti, penerbang baru akan mengeluarkan bendera merah putih dari kokpit, agar terlihat sebagai “pesawat” pembawa rombongan resmi atlit RI untuk Sea Games.
Terlihat pula rombongan yang akan take off pada pukul 22.00 wib menuju Viantiane, ibukota Laos itu, berseliweran tidak teratur dan jauh dari kesan berada dibawah satu koordinasi yang “well organized”. Beberapa atlit renang bahkan pada pukul 2000 wib masih kelihatan “panik” berjalan kian kemari, karena konon ceritanya, pakaian renang mereka yang akan digunakan untuk bertanding, masih belum bisa keluar karena tertahan, entah di perwakilan DHL atau Bea Cukai ? Kurang Jelas !
Dari beberapa atlit dan pelatih, terdengar pula bagaimana ternyata beberapa atlit telah berangkat, satu atau dua hari yang lalu serta akan berangkat esok hari, menggunakan “airlines” biasa yang harus ditempuhnya dengan rute yang nggak keruan-keruan. Jakarta – Bangkok – Kamboja, kemudian baru sampai di Laos. Ada pula beberapa rute lainnya, yang intinya adalah transit di lebih satu tempat sebelum bisa sampai di Laos. Paket perjalanan yang pasti melelahkan fisik dan juga psikis tentunya, terus bagaimana mau menang bertanding? Kabarnya, ini mudah-mudahan tidak benar, dan saya agak kurang percaya, sebagian dari atlit dan pelatih yang akan bertarung itu, berangkat ke Laos dengan “membayar sendiri”? Katanya lagi, sekali lagi mudah-mudahan tidak benar, itulah sebabnya keberangkatan mereka terkesan “agak” amburadul.
Namun saya tetap melhat, sebagian besar dari wajah-wajah mereka, para atlit yang “belia” dengan tubuh tinggi dalam bentuk yang atletis serta beberapa pelatih yang telah berumur dengan rambut putihnya namun dengan badan yang tetap tegap, memancarkan cahaya “semangat bertanding” dan “pengabdian” yang tanpa pamrih. Saya menyaksikan dengan penuh haru, langkah mereka menuju pesawat carteran yang bukan “pesawat resmi RI”, tanpa ada satu pun “petinggi” dan atau anggota DPR yang terlihat mengantar di ruang keberangkatan, dan mereka tetap “semangat”. Sayang sekali, beberapa saat sebelum “boarding” mereka menerima sms dari rekan-rekannya yang telah ada di Laos, satu berita duka tentang kalah nya tim nasional kesebelasan Indonesia dari kesebelasan Laos dengan angka telak 2-0. Belum berangkat, mereka sudah disajikan berita yang sangat memalukan. Tim Sepakbola yang dikirim, karena diandalkan untuk dapat meraih medali, ternyata bertekuk lutut dari kesebelasan “Laos”. Kesebelasan yang selama ini, kita tidak pernah dengar prestasinya sama sekali. Bahkan beberapa atlit mengatakan terkejut karena ternyata Laos sudah punya tim sepakbola ! Beberapa berseloroh pula dengan mengatakan, bahwa Tim Sepakbola Indonesia kalah dari Laos dengan 2-0, karena pengurusnya tengah sibuk mengurus untuk menjadi tuan rumah piala dunia di Indonesia.
Itulah Kontingen Republik Indonesia, yang “seperti” nya, sudah kalah sebelum berangkat !
Pesan saya : Ayo, tetap semangat, bertanding sekuat tenaga, menjaga harkat dan kehormatan Indonesia !
Kabar terakhir, kontingen sudah mendarat dengan selamat di Laos. Ternyata Airport nya kecil sekali, dan hanya dapat menampung pesawat sejenis B-737, akan tetapi “ground handling” services nya termasuk imigrasi bekerja “luar biasa”, rombongan tidak berlama-lama di airport dan langsung dapat berangkat menuju “perkampungan atlit”.
Selamat Berjuang, para pahlawanku !
Semoga sukses !
Jakarta 8 Desember 2009