Pagi ini, dihari Pahlawan 10 Nopember 2009 kita disuguhi berita olah raga khususnya sepakbola yang sangat memprihatinkan. Dua kesebelasan kesayangan dan seharusnya kebanggaan kita PSSI di permalukan oleh lawan-lawannya.
Tim PSSI dengan seragam yang bersimbol Garuda itu dicukur 3 – 1 oleh Malaysia dan satu tim lainnya dihantam tidak tanggung-tanggung yaitu dengan skor 7 – 0 oleh Jepang. Agak memalukan juga, karena selain dikalahkan oleh Malaysia ternyata juga kita memperlihatkan pertunjukan yang agak kurang sedap dilapangan yaitu adegan “baku hantam” antar pemain.
Kalah ? sepertinya sudah menjadi biasa bagi PSSI. Jangan-jangan “kalah” telah dan akan menjadi “merek dagang” nya tim nasional PSSI di ajang persepakbolaan internasional. Inilah sebenarnya akar masalah dari PSSI yang harus segera diselesaikan terlebih dahulu. Bagaimana menyusun dan membangun satu tim nasional yang dapat dibanggakan oleh rakyat dan bangsanya. Bagaimana cabang olah raga paling populer ini dapat berbicara di pentas kawasan sajalah dulu, tidak usah bermimpi terlalu jauh ke pentas dunia. Bagaimana dan apa yang harus dikerjakan?
Nah, disinilah perlunya satu pemikiran yang memiliki “visi” kedepan. Introspeksi harus segera dilakukan dengan jujur dan lapang dada. Dengan demikian pengkajian atas apa sebenarnya yang harus diperbaiki kemudian dapat dilakukan. Secara sepintas, dapat ditangkap bahwa ada sesuatu yang salah dengan PSSI kita. Secara sepintas pula dapat ditenggarai bahwa aspek “manajemen” agak sedikit dominan dari segala yang kita ketahui saat ini dengan apa yang terjadi terhadap tim nasional kita belakangan ini. Namun, bukannya memikirkan bagaimana membangun terlebih dahulu tim nasional yang baik dan dapat dibanggakan, ternyata PSSI sudah sibuk dengan ide untuk menjadi penyelenggara Piala Dunia Sepakbola. Disinilah kemudian terlihat agak kurang dapat dimengertinya olah pikir para pengurus PSSI.
Untuk mendapatkan atau memperoleh tim yang kuat, dengan mudah dapat dipelajari dari tim-tim sepakbola yang kuat di negara Eropa dan Amerika Latin. Beberapa yang sifatnya prinsip harus menjadi prioritas utama, yaitu pembinaan sepakbola usia dini dan penyelenggaraan kompetisi yang ketat bergulir sepanjang tahun. Pembinaan usia dini, jelas akan menyangkut tidak hanya pemanduan bakat , akan tetapi juga alur kaderisasi pemain yang dapat berlanjut dengan lancar. Sementara kompetisi yang ketat dan bergulir sepanjang tahun, akan memberikan para pemain dengan “pengalaman bertanding” yang sangat berharga dalam melakukan pertandingan yang sesungguhnya. Melatih pemain untuk segera mahir bermain bola mungkin dapat dilakukan dengan cepat, akan tetapi untuk memperoleh satu tim yang dapat bekerjasama dengan baik, satu-satunya cara hanyalah membekalinya dengan “jam terbang” berupa pengalaman bertanding. Dua hal ini adalah merupakan hal yang sangat mendasar, dan tidak dapat ditawar-tawar. Lihat saja, kesebelasan manapun di dunia ini yang kuat, maka dapat dipastikan mereka berasal dari pemain yang dibina sejak usia dini dan mereka juga berasal dari klub yang bermandi keringat dalam kompetisi yang bergulir tiada henti. Tentu saja ada faktor-faktor lainnya yang juga dominan yaitu pelatih yang berkualitas dan sarana serta prasarana lainnya. Pelatih, saat ini dan sejak dulu sangat berperan dalam membangun satu tim yang kuat.
Pengalaman , menunjukkan bahwa PSSI bisa kuat hanya di jamannya Pelatih Tony Pogaknic, Wiel Coerver dan satu dua pelatih asing lainnya. PSSI juga bisa berjaya hanya pada saat banyak kompetisi terselenggara di tanah air. PSSI berjaya , dijamannya “anak gawang” pembinaan pemain usia muda terselenggara dengan baik di Indonesia, terutama di Jakarta waktu dulu.
Tidak belajar dari pengalaman tersebut, PSSI lebih suka dengan cara potong kompas, yaitu mengirim pemain keluar negeri dengan harapan segera memperoleh tim nasional yang kuat. Sekali lagi ditekankan disini, bahwa mendapatkan tim kuat dengan jalan “karbitan” hanyalah mimpi disiang bolong ! Kita sudah mengirimkan tim “karbitan” ini ke Eropa dan juga ke Amerika Latin dengan mimpi segera mendapatkan satu tim yang kuat. Sudah berkali-kali dan juga selalu dengan hasil yang “gagal-total” namun tetap saja dikerjakan, sungguh sulit untuk dapat dipercaya.
Konsentrasi pengurus PSSI seharusnya difokuskan pada pembenahan manajemen dan kemudian segera introspeksi serta melakukan langkah-langkah positif dalam memulai pembinaan pemain usia dini serta penyelenggaraan kompetisi yang bergulir lancar dan terus menerus. Cari Pelatih yang “jago” tegakkan disiplin dan mulailah kerja keras !
3-1 dari Malaysia dan 7-0 dari Jepang adalah satu tanda, ada yang salah dari pembinaan sepakbola kita selama ini.
Ayo Bangun PSSI ! jangan selalu bermimpi dan ingin bermain sulap !
Jakarta 10 Nopember 2009
2 Comments
saya sependapat dengan bapak..
PSSI harus mengevaluasi dan menerima aspirasi dari semua pihak. Lebih baik memaximalkan dulu apa yang sudah diprogramkan, misalnya dengan mendorong pembinaan klub junior dimasing-masing klub professional or daerah. Bravo sepakbola indonesia
Pada era PSSI dimotori oleh Ramang, Jamiat ada beberapa pemain WNI keturunan seperti Liong How, Kiat Sek dll dimana pada saat itu PSSI sangat disegani lawan . Kalau hal ini dilakukan kembali mungkin kita kembali berjaya dan tidak usah mengimport pemain asing.
Mudah2an PSSI bangkit kembali.