Pihak KNKT nya Ethiopia , Aircraft Accident Investigation Bureau Ministry of Transport, Federal Democratic Republic of Ethiopia baru saja mengumumkan hasil penyelidikan awal atas kecelakaan pesawat terbang Boeing 737-8 (MAX) Ethiopian Airlines Flight 302. ( Indonesia sendiri dalam hal ini KNKT telah merilis juga Preliminary Report Accident Lion Air JT-610 pada bulan Nopember tahun lalu. ) Laporan awal investigasi KNKT Ethiopia setebal 33 halaman tersebut menyebutkan antara lain bahwa pesawat yang naas mengalami permasalahan yang mirip dengan Lion Air JT-610 beberapa bulan lalu, namun tindakan yang dilakukan Pilot, yaitu meng off kan system trim otomatis ternyata tetap saja trim manual tidak dapat berfungsi normal.
Jadi apa yang direkomendasikan oleh Boeing dalam hal menghadapi masalah seperti yang dialami Lion Air JT-610 beberapa bulan lalu ternyata tetap saja fatal akibatnya. Disebutkan pada laporan tersebut : The Crew performed runaway stabilizer checklist and put the stab trim cutout switch to cutout position and confirmed that the manual trim operation was not working.
(Gambar : Diskusi di Pusat Studi AirPower Indonesia)
Topik ini telah menjadi salah satu bahasan serius pada pertemuan bulanan Pusat Studi Air Power Indonesia pagi tadi, Jumat tanggal 5 April 2019 di Jakarta, disamping beberapa topik lain seperti tentang FIR Singapura dan mahalnya tarif tiket penerbangan. Sebagai catatan, Lembaga Pusat Studi Air Power Indonesia telah memulai aktifitasmya sejak bulan Januari 2019 yang baru lalu.
Tempat belajar masalah kedirgantaraan itu terdiri dari beberapa akademisi dan para praktisi bidang penerbangan atau yang berkait yang menaruh perhatian besar terhadap keselamatan penerbangan di Indonesia.
Khusus mengenai Boeing 737 – 8 (MAX) yang telah mengalami dua kali kecelakaan fatal dalam waktu yang hanya beberapa bulan saja, telah mengundang banyak sekali reaksi dari berbagai pihak diseluruh dunia. Yang pasti kredibiltas Pabrik Pesawat Terbang Boeing dan pihak FAA (Federal Aviation Administration) otoritas penerbangan Amerika kini tengah dipertanyakan orang.
Hasil investigasi awal Ethiopia telah menggiring banyak pihak tentang kemungkinan besar dari salah satu yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan adalah terdapat kesalahan manufaktur yang telah terjadi dalam proses produksi pesawat terbang Boeing 737 – 8 (MAX) . Itu sebabnya, maka semua mata tertuju kepada Boeing dan FAA dalam masalah ini. Manifestasi dari itu semua, dapat disaksikan dari respon seluruh dunia yang dengan serta merta menggrounded pesawat terbang Boeing 737 – 8 (MAX).
Yang menjadi sangat menarik adalah bahwa pihak Garuda Indonesia yang dengan tegas dan relatif berada dalam jajaran awal yang kemudian bersikap untuk membatalkan seluruh pesanan pesawat terbang Boeing 737 – 8 (MAX) bagi armada nya.
Tidak itu saja , pihak Garuda diketahui tetap memberlakukan prosedur latihan terbang khusus termasuk training simulator bagi para Pilotnya yang akan menerbangkan pesawat jenis baru B 737 – 8 (MAX) yang akan masuk dalam jajaran armadanya. Dalam hal ini menjadi jelas bahwa perhatian yang fokus kepada keselamatan penerbangan , memang kadang dapat terlihat sebagai petimbangan prioritas yang kelihatannya mengalahkan aspek bisnis.
Prosedur latihan penyesuaian termasuk training simulator , selain memerlukan ongkos yang tidak sedikit akan tetapi juga akan kehilangan untuk sementara waktu tenaga pilot yang harus menjalani latihan. Pada titik ini , memang “safety culture” membutuhkan waktu puluhan tahun untuk dapat dihadirkan dalam lingkungan yang teknologis sifatnya seperti dibidang aviation.
SDM yang kompeten dan berpengalaman panjang adalah sebuah syarat mutlak bagi jajaran staf yang mendukung kerja manajerial sebuah Airlines. Karena akan termasuk didalamnya soal kemampuan mengambil keputusan dalam hal memilih jenis pesawat terbang baru yang akan di operasikan dalam melengkapi armada pesawat terbang dari sebuah Maskapai Penerbangan.
Para peserta diskusi di Pusat Studi Air Power Indonesia , sangat menghargai dan mengapresiasi apa yang telah di lakukan oleh pihak Garuda dalam persoalan Boeing 737 – 8 (MAX). Pada bagian lain, para peserta diskusi juga memberikan perhatian kepada banyak hal yang berkait dengan keselamatan penerbangan seperti kedudukan atau posisi serta tugas dan fungsi dari Otoritas Penerbangan Nasional, KNKT dan Majelis Penerbangan yang sebenarnya sudah tercantum dalam Undang-undang Penerbangan no 1 tahun 2009.
Selain itu diskusi juga menyoroti tentang peran penting dari Asosiasi Pilot yang dapat membantu memberikan masukan kepada pihak yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penerbangan di Indonesia khususnya aspek keselamatan penerbangan.
Disinyalir bahwa masih banyak yang berpendapat bahwa asosiasi pilot berbahaya karena dikhawatirkan akan dapat berperan juga sebagai sosok serikat pekerja yang berpotensi pada tindakan-tindakan yang kurang menguntungkan bagi kebijakan yang akan diambil oleh pihak manajemen perusahaan.
Disinilah terutama berpulang kembali kepada para Pilot Indonesia sendiri tentang bagaimana menempatkan dirinya sebagai sosok intelektual professional yang seharusnya dapat bersatu dalam satu wadah dan berorientasi kepada hal-hal positif pada proses pembangunan bidang penerbangan yang penuh dengan tantangan, terutama dalam hal mewujudkan jasa angkutan udara nasional yang aman dan nyaman.
Secara keseluruhan diskusi pagi tadi dalam forum pertemuan rutin bulanan Pusat Studi Air Power Indonesia berjalan dengan lancar dan penuh semangat untuk membangun Kedirgantaraan Nasional. Terimakasih kepada semua yang telah bergabung dalam forum ini, yang diharapkan banyak pihak bahwa nantinya dapat menjadi “think-tank” bidang kedirgantaraan dengan tugas antara lain memberikan masukan kepada para pengambil keputusan di tingkat strategis dalam kebijakan masalah keudaraan dan ruang angkasa.
Dalam waktu dekat Pusat Studi Air Power akan melangkah lebih lanjut dengan mengembangkan “net working” ke beberapa negara maju untuk dapat saling bertukar pikiran dan informasi serta pengetahuan di bidang kedirgantaraan untuk menjaga martabat ibu Pertiwi dan Bapak Angkasa.