Tanggal 9 Maret 2009 : Petang tadi, beredar berita tentang tergelincirnya pesawat Lion Air di Bandara Soekarno Hatta. Pesawat dengan nomor penerbangan JT 793 dari Makassar itu membawa 168 penumpang. Mendarat, keluar landasan dan dikabarkan bahwa landing gear nya patah serta sayap kiri mengalami kerusakan parah.
Padahal, baru saja lebih kurang minggu lalu, tanggal 23 Februari 2009 , pesawat Lion Air melakukan pendaratan darurat di Batam dalam penerbangannya dari Medan. Pesawat dapat diselamatkan oleh Pilot dengan keterampilannya berhasil mendaratkan pesawat tanpa roda hidung.
Tanggal 28 Februari 2009, pesawat Batavia Air B-737 – 300, telah tersasar dalam penerbangannya dari Jakarta menuju Pontianak.
Yang harus dicatat adalah kedua maskapai penerbangan tersebut berada dalam ranking atau kategori 1 di catatan Departemen Perhubungan. Bagaimana yang berada di kategori 2 dan 3?
Beberapa waktu yang lalu, pada saat banyak terjadi kecelakaan pesawat terbang di Indonesia yang sebagian besar terjadi di luar Jakarta, ada pemikiran untuk membuat seluruh airport di Indonesia seperti Cengkareng, agar tidak terjadi kecelakaan. Namun dalam dua tahun terakhir ini sudah lebih dari dua kali kecelakaan terjadi di Cengkareng. Lalu bagaimana ?
Sebenarnya letak dari begitu seringnya terjadi kecelakaan pesawat terbang di Indonesia, adalah sebagai akibat dari ketidak patuhan terhadap aturan yang telah ditetapkan. Demikian pula pengawasan yang lemah serta tidak adanya tindakan hukum yang membuat efek jera bagi pelaku kesalahan. Inilah sebenarnya yang harus dilakukan koreksi yang mendasar. Peningkatan terhadap disiplin dari seluruh pelaku kepentingan dalam operasi penerbangan di Indonesia. Disiplin sangat rendah, kepatuhan terhadap aturan tidak ada dan pengawasan pun dilakukan dengan setengah hati. Demikian pula penegakkan aturan atau ”law enforcement”, dan juga hukuman bagi yang bersalah seolah tidak kelihatan dilakukan dengan benar.
Saya pernah selama beberapa tahun menjadi FSO, Flight Security Officer , perwira yang bertanggung jawab langsung bagi misi penerbangan kepresidenan, dan juga pernah mendapat tugas sebagai “Captain Pilot” pesawat kepresidenan Republik Indonesia. Pengalaman saya menunjukkan, bahwa pesawat kepresidenan disiapkan dengan sangat mematuhi aturan yang ada. Tidak ada satu butir pun ketentuan yang dilewati. Ini berlaku tidak hanya pada aspek kesiapan pesawat secara teknis, akan tetapi juga terhadap seluruh awak pesawat yang akan menangani misi penerbangan kepresidenan tersebut.
Pada penerbangan biasa, tentu tidak lah perlu dilakukan kesiapan yang sama seperti pesawat kepresidenan, karena didalamnya terdapat prosedur pengamanan ekstra ketat sebagai standar pengamanan kepala negara, akan tetapi dalam aspek teknis dan keselamatan terbang dapat dipastikan tidak ada yang berbeda. Demikian pula dengan pengawasan standar latihan pilot yang harus dilakukan, seperti misalnya latihan simulator secara berkala sesuai aturan berlaku. Masalahnya adalah kemauan untuk menjalankan semua aturan dan prosedur yang berlaku , tidaklah dilakukan dengan baik dan benar. Contohnya sederhana saja, apakah pernah ada pesawat yang membawa presiden atau wakil presiden yang gelosor keluar landasan pada saat landing ? Lainnya lagi apakah pesawat terbang Singapore Airlines pernah atau sering keluar landasan ? Atau pesawat terbang dari maskapai penerbangan internasional lainnya yang kesasar terbang?
Semua contoh yang sederhana itu adalah cukup jelas mencerminkan bagaimana cerobohnya kita melaksanakan operasi penerbangan di Indonesia. Tidak usah merasa heran, apabila ICAO dan FAA menilai bahwa penerbangan Indoneisa sebagai “unsafe”. Begitu juga Uni Eropa yang melarang pesawat Indonesia terbang ke Eropa. Yang pasti mereka tidak mau selalu disibukkan dengan antara lain melayani pesawat yang tersasar atau landing yang sering keluar landasan.
Semuanya, sebenarnya tinggal tergantung kepada kita semua , ada kemauan atau tidak untuk menertibkan dunia penerbangan kita yang sudah terlanjur amburadul ini. Kita sudah bosan mendengar penjelasan, setelah pesawat keluar landasan, bahwa pesawat dalam keadaan baik, laik terbang, crew dalam kondisi yang baik dan ini hanya karena cuaca yang buruk saja dan lain-lain. Cuaca buruk terjadi dimana-mana, akan tetapi seringnya terjadi pesawat gelosor hanya terjadi di Indonesia saja. Ini yang harus dijawab !
Mudah-mudahan, kedepan hal ini dapat menjadi pelajaran bagi kita semua untuk mau insaf, membuka lembaran baru untuk tidak lagi berjudi dengan “keselamatan terbang”! Sekali lagi “Stop Kongkalikong!”