Masih membahas tentang terbang pertama kali dengan pesawat terbang, maka untuk jenis pesawat bermesin Jet, pertama kali yang saya pernah rasakan adalah pesawat Jet Convair 990 A yang dioperasikan oleh Garuda Indonesian Airways di tahun 1969. Kesempatan ini saya peroleh saat mengantar kadet Amerika ke Bali. Ternyata dari Bali untuk mengantar para kadet ini menuju Jakarta menggunakan Garuda, dan di kala itu secara kebetulan penerbangannya menggunakan pesawat Convair tersebut. Di tahun-tahun itu memang Garuda banyak mengoperasikan pesawat dari jenis Convair ini untuk penerbangan domestik dan juga beberapa rute ke luar negeri, satu diantaranya adalah jenis Convair 440.
Pesawat Convair 990 A adalah pesawat angkut jet penumpang buatan pabrik pesawat General Dynamic dari divisi Convair nya. Convair 990 Coronado adalah merupakan versi “streched” dari jenis pesawat sebelumnya Convair 88O, yang dibuat atas permintaan American Airlines. Convair 990 badannya di disain menjadi lebih panjang lebih kurang 10 ft dibanding dengan convair 88O. Dengan lebih panjangnya pesawat Convair 990 ini, maka jumlah penumpang yang dapat dibawa menjadi bertambah banyak dibandingkan pendahulunya. Penumpang yang dapat diangkut oleh Convair 990 adalah antara 96 sampai 121 orang. Jumlah ini tentu saja lebih sedikit bila dibanding dengan kemampuan angkut pesawat B-707 yang berkapasitas antara 110 sampai 189 orang. Demikian pula bila dibanding dengan pesawat sekelas lainnya seperti DC-8 yang mampu membawa penumpang sekitar 105 sampai 173 orang. Akan tetapi tetap saja, pesawat Convair 990 Coronado memiliki kelebihan, yaitu kabinnya yang lebih mewah dan kecepatan jelajahnya yang lebih cepat antara 25 sampai 35 mph dibanding dengan B-707 dan DC-8.
Untuk ukuran industri penerbangan Indonesia di tahun 1960-an, maka penerbangan dengan Convair 990 A termasuk kelas penerbangan yang mewah. Mewah, karena disaat itu pada umumnya dunia penerbangan masih dikuasai oleh pesawat-pesawat terbang baling-baling yang bermesin Piston dan Prop-Jet. Beberapa diantaranya adalah pesawat DC-3 Dakota dan pesawat dari jenis Electra yang bermesin Jet-propeller empat buah. Saya menikmati kemewahan ini, dengan kabin yang di disain indah, ukuran kursi yang relatif lebar serta berbantal empuk dan suara mesin yang nyaris tidak terdengar. Tentu saja semua itu adalah untuk ukuran orang yang baru pertamakali merasakan menjadi penumpang pesawat Jet, dan baru saja beberapa hari sebelumnya menjadi penumpang di pesawat Dakota. Perjalanan yang benar-benar sangat mengesankan, berangkat dari Jogjakarta menuju Bali, bermalam di Hotel berkelas yang baru diresmikan, Bali Beach Hotel, kemudian ke Jakarta terbang dengan pesawat Jet Convair 990 A. Pengalaman yang pasti tidak mungkin dialami oleh seorang Sersan Taruna, bila saja tidak bertugas sebagai pendamping tamu dari Amerika. Hal seperti ini menjadi sangat jelas, yaitu setelah selesai mengantar kadet Amerika keesokan harinya ke Airport Kemayoran, untuk kembali ke Amerika, maka kami pun pulang ke Jogjakarta dengan menumpang Kereta Api. Kembali ke habitat aslinya.
Menyambung cerita tentang Convair 990 Coronado, sebenarnya pesawat ini sangat kurang beruntung dalam pemasarannya, karena antara lain kalah bersaing dengan pesawat-pesawat sekelasnya yang diproduksi oleh pabrik pesawat terbang Boeing. Konon, sebenarnya Convair 990 ini adalah produk diawal tahun 1961 dalam memenuhi permintaan American Airlines yang sangat membutuhkan sebuah pesawat penumpang Jet dengan kecepatan tinggi dan cukup banyak penumpang , terutama untuk rute Timur – Barat benua Amerika yaitu hubungan langsung antara kota Los Angeles dengan JFK International Airport di New York. Sebenarnya dari sisi kecepatan pesawat yang dapat terbang dengan kecepatan 0.9 Mach, Convair 990 adalah merupakan pesawat Jet penumpang yang paling cepat di era nya. Akan tetapi, tuntutan dari kemajuan transportasi udara di Amerika pada tahun 1960 hingga tahun 1970-an telah membuat Convair kalah bersaing dengan pesawat terbang keluaran Boeing, terutama dari jenis B-707 , Boeing- 727 dan Boeing -720, derivatif dari B-707.
Kekalahan bersaing Convair 990 ini adalah terutama sekali disebabkan rendahnya kapasitas angkut dibanding dengan pesaingnya dari jenis Boeing. Rendahnya kapasitas angkut atau “pay-load” dari Convair dibanding Boeing tentu saja berpengaruh yang sangat besar terhadap kemampuan dalam membawa penumpang dan barang. Kegagalan Convair bersaing dengan armada Boeing ini tercatat dalam sejarah Amerika Serikat sebagai “the largest corporate losses in history”. Bayangkan, General Dynamic dengan divisi Convairnya, hanya sempat memproduksi 37 pesawat saja dari jenis Convair 990 ini, padahal sebanyak lebih dari 100 kerangka pesawat terbang Convair 990 sudah disiapkan untuk masuk kedalam “production-line”. Dengan sangat menyedihkan , ternyata American Airlines menghentikan penggunaan pesawat Convair 990 ini di tahun 1967.
Selain American Airlines dan Garuda Indonesia, tercatat Swissair dan Scandinavian Airlines pernah menggunakan pesawat Convair 990 , terutama untuk rute jarak jauh seperti “long haul schedule” ke Tokyo dan kota lainnya di Timur Jauh. Diketahui, sampai dengan saat ini sebenarnya masih ada 3 buah pesawat terbang Convair 990 yang masih utuh. Masing-masing berada , satu buah Convair 990 bekas digunakan oleh Swissair yang dipajang di Museum Transportasi Swiss di Verkehrshaus , Luzern. Sementara dua lainnya, berada atau dimiliki oleh “Mojave Spaceport”, yang diletakkan satu buah di pintu gerbang masuk airport dan satunya lagi dijadikan pesawat terbang peraga untuk keperluan pembuatan film dan pertunjukan televisi. Sungguh sayang sebenarnya, namun begitulah yang akan terjadi dalam perjuangan bisnis penerbangan yang terkadang terasa sangat kejam.
Diluar semua itu, saya sendiri termasuk beruntung , karena pernah menjadi salah satu dari sedikit penumpang yang terbang dari Bali ke Jakarta menggunakan pesawat Convair 990 A Garuda Indonesia. Pesawat terbang jet penumpang yang mempunyai kecepatan tinggi dan hanya diproduksi sebanyak 37 pesawat saja sepanjang sejarah. Mungkin Convair 990 adalah merupakan pesawat Jet penumpang yang paling sedikit diproduksi dan juga paling sebentar digunakan sepanjang sejarah dalam jajaran Maskapai Penerbangan Sipil di permukaan bumi ini.
Jakarta 8 Januari 2011
Chappy Hakim
1 Comment
Kisah yang menarik. sempat tertawa ketika membaca ” setelah kembali mengantar kadet amerika di jakarta, pulang nya ke jogja dengan kerat api. kembali ke habitat.
Salam Sungkem.