Disampaikan oleh Chappy Hakim Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia
Pada pertemuan tanggal 7 September 2024 pada forum Hub Space 2024 dalam rangka Hari Perhubungan Nasional 17 September di Jakarta International Expo Kemayoran.
Indonesia adalah sebuah negara yang besar dan luas serta berbentuk kepulauan. Selain itu posisi Indonesia terletak pada tempat yang sangat strategis, berada diantara dua benua dan dua samudera. Dengan sendirinya pada posisi yang sedemikian itu maka Indonesia menjadi pusat lintas perdagangan global. Kawasan Selat Malaka adalah merupakan salah satu lokasi lintas perdagangan tersibuk di dunia. Jumlah penduduk Indonesia merujuk kepada data terakhir pada situs BPS menyebut bahwa pada tahun 2024 penduduk Indonesia telah mencapai jumlah 281.603.800 jiwa.
Disisi lain Indonesia adalah merupakan salah satu negara terkaya di dunia dalam hal sumber daya alam yang dikandungnya. Tidak itu saja, dengan keindahan alam yang tersebar hampir merata, maka Indonesia telah menjadi pusat tujuan wisata yang sangat atraktif. Kondisi yang seperti itu telah membuat jejaring perhubungan menjadi sangat penting untuk dapat terselenggara secara terorganisir. Eksistensi keberadaan NKRI menjadi sangat tergantung pada sistem perhubungan nasional yang mencakup perhubungan udara , darat, laut dan Kereta Api. Sistem perhubungan nasional jelas menuntut beberapa hal penting seperti antara lain, sektor pelayanan masyarakat bagi kebutuhan angkutan barang dan orang. Demikian pula halnya dengan unsur dukungan administrasi logistik bagi tata Kelola roda pemerintahan dan kebutuhan penyebaran barang kebutuhan pokok kehidupan sehari hari. Kesemua itu akan menjadi urat nadi dari bergulirnya roda pertumbuhan ekonomi dan upaya pemerataan Pembangunan secara keseluruhan.
Dengan bentuk yang berujud ribuan pulau maka perhubungan udara telah menjadi kebutuhan yang Conditio Sine Qua Non atau without wich (there is) nothing atau sebuah kebutuhan mutlak. Banyak sekali Lokasi pada beberapa daerah di Indonesia yang sama sekali tidak dapat dijangkau kecuali melalui udara. Dalam perspektif menuju sistem transportasi yang ideal dalam arti pengelolaan terpadu yang terintegrasi secara nasional , maka sektor perhubungan udara menempati posisi yang sangat menentukan. Disinilah peran Kementrian Perhubungan yang terlihat menjadi poros sangat penting sebagai perintis dan penggeraknya terutama selama dalam rentang waktu 10 tahun terakhir memperlihatkan kinerja yang dinamis.
Basis permikiran dari pentingnya unsur perhubungan udara berangkat atau tidak terlepas dari aspek bahwa wilayah udara merupakan salah satu Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki NKRI. Dalam konstitusi sangat jelas di garis bawahi bahwasanya SDA harus dikuasai negara dan semaksimal mungkin di peruntukkan bagi upaya mensejahterakan rakyat. Hal ini akan meluruskan jalan tentang perlunya di bangun Maskapai Penerbangan dibawah pengelolaan negara yang bertugas dalam 4 sektor utama pada sistem perhubungan udara nasional.
Negara idealnya harus mengelola sepenuhnya Maskapai Penerbangan Utama pembawa bendera dan duta bangsa yang menghubungkan kota kota besar di Indonesia dan kota kota besar di luar negeri. Negara harus mengelola sepenuhnya Maskapai Penerbangan Perintis yang menghubungkan kota kota kecil di segenap pelosok tanah air terutama di kawasan perbatasan negara yang rawan. Negara harus mengelola Maskapai penerbangan Kargo yang bertugas sebagai distributor utama kebutuhan pokok kehidupan sehari hari plus dukungan adminlog birokrasi aparat pemerintahan.
Terakhir Negara juga harus memiliki Maskapai Penerbangan Charter yang melayani kebutuhan khusus terutama pada layanan bagi para investor dalam dan luar negeri. Itulah yang kemudian merefleksikan bahwasanya jejaring perhubungan udara nasional sebagai unsur penting dalam masalah upaya terus menerus dalam hal peran sebagai pemersatu bangsa, penjaga eksistensi NKRI.
Pada hakikatnya semua itu bukanlah sesuatu yang baru bagi kita. Sejarah mencatat bahwa Indonesia telah memiliki Lembaga pendidikan kelas dunia yang menghasilkan Pilot, Teknisi penerbangan dan petugas ATC serta tenaga elektronika secara gratis bagi generasi muda bangsa terpilih untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan sistem transportasi udara secara nasional.
Indonesia juga telah mengukir sejarah dalam bidang pengelolaan Maskapai Penerbangan Garuda Sang pembawa bendera atau Flag Carrier merangkap Ambassador, Maskapai Penerbangan Perintis MNA yang menghubungkan kota kota kecil di pedalaman dan Pelita Air Service bagi pelayanan charter angkutan orang dan barang terutama untuk Pertamina ketika itu. Sekali lagi hal ini bukanlah sesuatu yang baru, akan tetapi memang memerlukan kaji ulang bagi perencanaan kedepan . Untuk itu tentu saja diperlukan introspeksi dan kemudian beberapa langkah restrukturisasi dalam sistem perhubungan nasional terutama bidang perhubungan udara. Dengan langkah restrukturisasi ini diharapkan akan memudahkan Indonesia dalam menyongsong kemajuan teknologi yang sangat pesat untuk menjuju Integrated sistem dari sistem perhubungan nasional yang mencakup Transportasu Udara, Darat, laut dan Kereta Api. Pada sisi inilah maka akan mucul ruang terbuka bagi partisipasi pihak swasta dalam turut serta berkontribusi dalam sektor transportasi nasional yang tidak mungkin dikerjakan oleh Perusahaan milik negara semata.
Format yang seperti ini sekaligus akan menjanjikan kunci Solusi dalam banyak permasalahan yang dihadapi pemerintah termasuk dalam hal menghadapi keadaan darurat berupa potensi ancaman pertahanan keamanan negara dan penanggulangan bencana alam serta tugas tugas SAR. Demikian pula hal itu akan mempermudah dalam masalah pelik lainnya seperti masalah pemeliharaan pesawat, ketersediaan suku cadang, penentuan harga fuel, penetapan harga tiket, pemerataan rute gemuk dalam dan luar negeri serta jasa angkutan Haji dan Umroh. Begitu pula dalam masalah penentuan tata Kelola klasifikasi peruntukan Aerodrome Domestik dan Internasional serta rute rute penerbangan tujuan wisata. Industri penerbangan secara nasonal memang memerlukan perhatian serius terutama ditingkat strategis penentu kebijakan yang berlandaskan pola dasar perencanaan jangka panjang karena antara lain memerlukan dukungan dana yang besar dan berkesinambungan. Kedepan semoga hal ini dapat segera terwujud agar perjalanan bangsa menuju perdamaian dan kesejahteraan adil dan makmur menjadi lebih mudah bergulir.
Hal hal Krusial :
Untuk kelancaran lintas perjalanan ke masa depan, setidaknya kita akan berhadapan dengan dua hal krusial yaitu:
- Kebutuhan Think Tank – Staff Ahli yang kompeten
- Dewan Penerbangan dalam aspek sinkronisasi National Aviation yang terdiri dari Civil Aviation dan Military Aviation.
Kedepan, Kebutuhan terhadap masukan dari para ahli bagi kebijakan strategis bidang transportasi udara akan terasa sangat mendesak, karena Aviation bersifat Inter Nation. Semua Anggota PBB otomatis menjadi anggota ICAO. National atau Domestic Aviation menjadi sub sistem transportasi global yang harus tunduk pada International Regulation antara lain CASR – Civil Aviation Safety Regulation. Demikian pula adanya periodik international Audit yang harus diikuti atau comply with. Hal ini telah menjadi kebutuhan penting mengingat seorang Menhub atau Dirjen Perhubungan Udara atau Kementrian Perhubungan dalam perannya sebaga otoritas penerbangan nasional tidak memiliki anggaran yang cukup serta ahli yang kompeten dan up to date untuk dapat menguasai dengan baik dinamika perkembangan teknologi penerbangan yang sangat cepat.
Studi kasus dalam hal ini terlihat jelas pada kecelakaan pesawat Boeing 737 MAX 8. Ketika itu terungkap antara lain pengakuan FAA pada rapat Public Hearing yang menyatakan bahwa FAA kerap mendelegasikan uji kelayakan kepada para ahli/inspector Pabrik Pesawat terbang, karena FAA berhadapan dengan keterbatasan dana. Keterbatasan yang mengakibatkan FAA tidak mungkin merekrut sdm aeronoutika dengan kualitas pengetahuan teknologi mutakhir. Intinya adalah sudah waktunya dibentuk sebuah Lembaga think Tank bidang Transportasi terutama transportasi udara yang terdiri dari para akademisi dan praktisi senior untuk bertugas memberi bahan masukan kepada pengambil keputusan agar kebijakan yang dikeluarkan benar benar berlandaskan kepada kajian akademik dan proses pengalaman matang dan panjang di lapangan.
Berikutnya adalah tentang sinkronisasi pelaksanaan kegiatan lapangan yang berkait dengan pengelolaan misi penerbangan dibawah manajemen operasi pertahanan keamanan negara dengan operasionalisasi penerbangan sipil komersial. Pada satu kali pernah seorang pejabat tinggi negeri yang mengeluhkan banyaknya penerbangan Angkatan Udara di Lanud Adi Sutjipto, sebelum dibangunnya airport Kulonprogo. Sebuah hal yang lumrah saja karena sang pejabat kurang atau tidak memahami mengenai penggunaan Military Aerdorome dalam hubungannya dengan kebutuhan penerbangan sipil komersial. Masalah seperti ini harus memperoleh saluran khusus yang menjembataninya.
Studi kasus 9/11 seperti yang tercantum dalam Final Report National Commision on terrorist attack 9/11 menggaris bawahi tentang contoh dari bagaimana fokus berlebihan kepada masalah International Aviation Safety telah membuat National Aviation Security Left Behind. Terjadilah surprise attack yang fatal, serangan kamikaze teroris yang menargetkan Gedung Putih, Pentagon dan Twin Tower sebagai simbol martabat sebuah bangsa. Tragedi yang merenggut ribuan nyawa orang tidak berdosa dan kerugian material miliaran USD. Beberapa langkah kemudian dilakukan antara lain membentuk Department of Homeland Security (DHS), membangun TSA (Transpotation Security Administration) dan melakukan langkah penting dengan merestrukrurisasi institusi ATC menjadi Civil Military Air Traffic Flow Managament system.
Salah satu dari Tugas pokok dari ketiga langkah tersebut adalah sebuah upaya mensinkronisasi kegiatan lapangan dari operasi penerbangan militer dalam aspek pertahanan keamanan negara dengan operasionalisasi kegiatan niaga atau industri perdagangan dari aspek penerbangan sipil terutama penerbangan sipil komersial.
Merujuk sejenak pada masa lalu di tahun 1955, Indonesia seperti tercantum dalam Lembaga Negara no 5 tahun 1955 telah memiliki sebuah institusi bernama Dewan Penerbangan seperti tertera dalam Perundang undangan Penerbangan tahun 1955 yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno, Menteri Kehakiman Djody Gondokusumo, Menteri Perhubungan A.K Gani dan Menteri Pertahanan Prof Iwa Kusumasumantri. Sebuah dewan yang dibentuk oleh Presiden RI bersama Menteri Pertahanan dan Menteri Perhubungan yang bertugas khusus sebagai wadah pemecah solusi persoalan penerbangan sipil dan militer nasional. Ketika itu penerbangan sipil terutama diwilayah terpencil baru saja dimulai atas instruksi Presiden kepada Panglima Angkatan Udara Marsekal Suryadarma dengan nama DAUM Dinas Angkutan Udara Militer. DAUM inilah yang pada kemudian hari setelah itu sebagai cikal bakal yang diteruskan oleh Maskapai Penerbangan Perintis Merpati Nusantara Airlines, yang sebagian besar para tenaga Teknik dan PIlotnya masih menggunakan personil Angkatan Udara. Pada ketika itulah sudah mulai terasa adanya potensi friksi gesekan kepentingan di lapangan antara penerbangan sipil komersial dengan operasi penerbangan Angkatan Udara sendiri. Maka dibentuklah Dewan Penerbangan yang ketua koordinatornya dijabat secara bergilir oleh Menteri Perhubungan dan Menteri Pertahanan. Anggotanya antara lain terdiri dari perwakilan beberapa instansi pemerintah terkait antara lain Kementrian Keuangan, Bea Cukai. Kementrian Pekerjaan Umum, Kementrian Dalam Negeri dengan anggota tetap Kepala Staf Angkatan Udara. Sebuah langkah fenomenal ketika itu, karena Indonesia di tahun 1955 sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia, belum memiliki Dewan Maritim nasional atau Dewan Kelautan, akan tetapi telah membentuk Dewan Penerbangan.
Dalam dinamika perkembangan Pembangunan nasional kedepan patut kiranya dipertimbangkan untuk membentuk lagi sebuah institusi semacam Dewan Penerbangan di tahun 1955 tersebut. Gesekan kepentingan terutama di lapangan selama ini bagaikan api di dalam sekam yang telah banyak menghambat laju perjalanan Pembangunan di bidang transportasi nasional terutama transportasi udara. Sekali lagi tantangan terbesar yang dihadapi adalah kemajuan teknologi komunikasi dan industri aviasi yang kini telah masuk ke dalam era digital dan Cyber. Dunia siber dengan 3 ciri utama Artificial Inteligent, Autonomous system dan penggunaan drone telah merubah hampir seluruh aspek kehidupan termasuk bidang transportasi udara. Persaingan di Tingkat global telah meningkat drastis dan nyaris sulit untuk dapat diantisipasi. Pada titik inilah maka tidak bisa dihindarkan perhatian kepada bidang education and training dan Research & Development sudah waktunya untuk memperoleh tempat yang lebih khusus lagi. Sinkronisasi bagi operasional penerbangan sipil dan penerbangan militer yang bertugas dalam aspek pertahanan keamanan negara mutlak harus berjalan dengan baik.
Demikianlah dua masalah krusial yang kiranya patut menjadi perhatian kita bersama, komunitas transportasi nasional yang berada dibawah naungan Kementrian Perhubungan yang kita cintai bersama. Tanpa sistem transportasi nasional yang terintegrasi dan tertata dengan baik, terutama sistem transportasi udara sebagai penjurunya, maka akan sulit bagi NKRI dalam upaya mempertahankan eksistensinya menuju Indonesia Emas. Nenek Moyangku Orang Pelaut, Anak Cucuku Insan Dirgantara. Jayalah Indonesia Raya
Dirgahayu Hari Perhubungan Nasional – Dirgahayu keluarga besar Kementrian Perhubungan – Selamat Berjuang
Bunga Selasih Gunung Merbabu
Terimakasih – Tengkiu
Chappy Hakim – Pusat Studi Air Power Indonesia.