Pada hari Rabu 17 Januari 2018, para peserta “Gathering Senior Retired Defence and Security Chief’s of ASEAN”, petang hari diterima oleh Presiden Republik Philipina, Rodrigo Duterte. Presiden Philipina yang tertua, karena Duterte dilahirkan pada bulan Maret tahun 1945.
Jauh sebelum pelaksanaan Gathering, seluruh peserta sangat antusias dalam merespon rencana acara di hari penutup yang akan memberikan kesempatan para pesertanya bertemu muka dengan Presiden Duterte. Tentu saja popularitas seorang Duterte belakangan ini sudah sangat berkembang tidak hanya pada komunitas para politisi akan tetapi juga pada masyarakat luas.
Keberanian dan ketegasannya dalam upaya memberantas para pengedar narkoba di Philipina dengan “tembak mati” ditempat, mirip operasi “petrus” di masa lalu di Indonesia, telah menempatkan Duterte sebagai “the living hero”. Pahlawan penyelamat generasi muda dari ancaman kecanduan narkotik.
Para peserta diterima langsung di Istana Malacanan, Manila dan Presiden Duterte didampingi beberapa petinggi pemerintah, antara lain Menteri Pertahanan, Panglima Angkata Perang dan Penasehat Presiden.
Istana Malacanan yang mulai terkenal sejak kepemimpinan Presiden Marcos, ternyata sebuah Istana yang sederhana. Ruang tempat Presiden menerima tamu walau sebagian dilapis karpet mahal, akan tetapi lantai dan dindingnya terbuat dari kayu dan sempit.
Kayu yang ditata sedemikan rupa dengan tampilan yang sangat jauh untuk dapat dikatakan sebagai “mewah”. Demikian pula beberapa ruang yang ada disekitarnya, sebagian besar adalah terdiri dari dinding dan lantai kayu. Salah satu ruangan yang sebagian sisi dindingnya berupa lemari buku, dilengkapi dengan meja dan kursi kayu yang berwarna senada, ternyata adalah ruang kerja Presiden Marcos.
Nuansa Istana Kepresidenan yang sama sekali tidak memberikan kesan megah, “Glamour” dan Luxurious”, diperkuat lagi dengan tampilan Presiden Duterte yang dengan muka terlihat “agak lelah”, mengenakan celana hitam dan baju putih lengan panjang yang sedikit digulung, telah membuat orang tidak akan merasa berada dalam ruangan sebuah Istana Kepresidenan.
Itupun masih pula didukung dengan kursi tempat duduk Presiden yang tampak sederhana, mirip kursi di ruang kuliah mahasiswa yang dilengkapi dengan meja kecil menempel di pegangan kursi sebelah kanan.
Tidak ada meja dihadapan presiden, sementara pada meja kecil yang menempel di lengan kursi diletakkan mikrofon kecil untuk membantu Presiden agar tidak harus berbicara keras-keras dalam menyampaikan arahannya kepada siapa saja yang menghadap Presiden.
Pernyataan-pernyataan yang keras dari Presiden Duterte, terutama tentang sikapnya yang sangat keras terhadap para pengedar narkoba telah banyak sekali tersebar kemana-mana, antara lain melalui Youtube.
Pernyataan Presiden Duterte yang sangat tegas dan keras antara lain terhadap negara Amerika Serikat telah mengundang banyak kekaguman para pengikut dan pendukungnya.
Sampai kepada banyak orang bertanya , apakah Duterte itu seorang pemberani ataukah hanya refleksi dari seorang pemimpin yang “over confident”.
Bagi saya pribadi, pertanyaan sejenis itu menjadi kurang penting, karena pada umumnya orang-orang terutama jajaran “grass-root” sangat menyenangi sikap seorang pemimpin yang tampil tegas, tidak ragu-ragu dan memperlihatkan keberpihakan kepada rakyat dan cita-cita negerinya. Keberpihakan yang tidak memperlihatkan interest apapun pada golongan, kelompok dan pribadi.