Udara adalah merupakan bagian yang utuh dari wilayah kedaulatan suatu negara, termasuk tentu saja Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bila kita ingin melihat betapa “udara” sebagai wilayah udara kedaulatan suatu Negara memiliki arti penting sekaligus nilai strategis yang tinggi, setidaknya ada tiga hal “luar-biasa” yang dapat dicermati dalam hal ini. Pertama adalah tentang bagaimana proses dari berhentinya perang dunia kedua, berikutnya adalah kisah berdiri dan tetap eksisnya Negara Israel serta terakhir adalah kisah dari peristiwa 911 pada tahun 2001.
Kita mulai dengan yang pertama : Perang dunia kedua, yang berlangsung berlarut-larut dan menjurus kepada penghancuran peradaban dunia, akhirnya berhasil dihentikan dengan cepat oleh pihak Amerika Serikat. Amerika, yang berhasil mem-bom atom Hiroshima dan Nagasaki dengan serta merta telah membuat Jepang menyerah yang rangkaiannya telah membawa dunia kearah perdamaian, yaitu berhentinya perang dunia. Pemboman yang berhasil dilakukan oleh pihak Amerika adalah berkat keunggulan Amerika Serikat di udara. Dengan kata lain Jepang tidak berhasil menjaga wilayah udara kedaulatannya dari serangan udara pihak lawan dan telah dipaksa harus menyaksikan kenyataan pahit yaitu, dihancurkannya Hiroshima dan Nagasaki dengan bom atom oleh pihak Amerika.
Kedua : adalah mengenai berhasil didirikan dan terjaga eksistensinya hingga kini sebuah Negara kecil yang dikelilingi Negara lain yang menjadi “musuh-musuh” nya. Negara ini bernama Israel yang didirikan dan di proklamasikan pada tanggal 14 Mei 1948 oleh seorang bernama David Ben-Gurion yang juga merupakan Perdana Menteri Pertama Israel. Dari banyak visinya yang membuat Ben Gurion sukses mendirikan dan memimpin Israel, salah satunya adalah “pandangan” serta “sikap” nya yang kukuh tentang wilayah udara kedaulatan suatu Negara, dalam hal ini wilayah udara kedaulatan negara Israel. Kata kata Ben-Gurion yang sangat terkenal itu memuat antara lain :”A high standard of living, a rich culture, spiritual, political and economic independence……..are not possible without full of aerial control”.
Sedangkan yang ketiga adalah : Sebagai akibat dari kelalainnya sendiri dalam menjaga dengan ketat wilayah udara kedaulatannya Pemerintah Amerika Serikat berhasil “diserang” dari dan di dalam negerinya sendiri. Diserang justru di Ibukota Negara Amerika Serikat, Washington dan juga simbol Negara yang menjulang tinggi di kota metropolitan kebanggaan Amerika , New York berupa “Twin Tower”. Tanggal 11 September 2001, Amerika diserang terrorist yang berakibat terbunuhnya lebih kurang 3000 orang dan menyebabkan kerugian paling tidak 10 miliar dolar dari hancurnya property dan infrastruktur. Kejadian yang mungkin berupa catatan terburuk sepanjang sejarah Amerika Serikat disamping penyerbuan Pearl Harbor pada perang dunia yang lalu.
Demikianlah, belajar dari ketiga hal diatas, Udara yang bernilai begitu penting dan strategis sebagai wilayah kedaulatan suatu Negara ternyata belum juga dapat terlihat sebagai satu hal yang menuntut perhatian kita semua. Udara ternyata hingga kini memang tidak tercantum , walau sudah beberapa kali di amandemen, dalam UUD 45 pasal 33 yang hanya menyebut tentang bumi dan air saja. Itu pula mungkin sebabnya, bahwa tidak atau sangat asing terdengar bila orang menyebutkan negerinya sebagai tanah air udara. Orang hanya mengatakan sebagai tanah air saja, tanpa udara. Pada momentum dimana tengah dikemukakan dengan penuh semangat tentang “poros maritim”, kiraya perlu juga diingatkan bahwa betapapun besarnya kekuatan laut dibangun, maka tidak akan banyak gunanya bila tidak ada “Air Superiority” dan atau Air Sepremacy”.
Udara, pada kenyataannya memang harus menunggu waktu yang cukup lama untuk bisa disadari oleh banyak orang sebagai bagian utuh dari wilayah kedaulatan NKRI. Pertanyaannya adalah :”sampai kapan”?
Jakarta 29 Mei 2017
Chappy Hakim