Beberapa bulan yang lalu, disuatu petang yang cerah , seorang teman saya tengah berjalan-jalan santai di Avenue des Champs Elysees, salah satu pusat keramaian di kota Paris. Tiba-tiba saja terdengar sirene polisi meraung-raung dan kemudian terlihat dua buah mobil polisi mengejar dua orang yang tengah berlari di pinggiran jalan. Empat polisi segera loncat keluar dari mobil dan segera mengejar kedua orang tersebut ditengah-tengah keramaian orang berjalan kaki.
Tidak lama kemudian datang lagi dua polisi menggunakan sepeda yang langsung juga turut mengejar kedua orang tadi. Hanya beberapa menit kemudian kedua orang tersebut ditangkap dan diborgol serta diseret masuk ke mobil polisi yang segera saja langsung menghilang. Ketika di tanyakan kepada “tour guide” yang menemani teman saya itu selama berada di Paris, dia mengatakan itu biasa.
Polisi menangkap pencuri atau copet atau penjahat jalanan yang kerap terjadi. Sebagian besar orang tidak begitu memperdulikannya. Lalu teman saya tanyakan di TV mana atau di Koran mana besok pagi bisa dibaca beritanya. Dengan dingin dia berkata, jangan harap, karena hal-hal seperti tersebut tidak akan pernah diberitakan di mass media Perancis. Waktu di tanyakan mengapa, dia melanjutkan tidak tahu persis mengapa, tetapi banyak yang mengatakan bahwa pemerintah tidak mengijinkan pemberitaan yang negatif seperti itu, karena Perancis ingin tetap memelihara kesan aman bagi semua orang. Dengan demikian jumlah turis yang datang berkunjung ke Paris, selalu meningkat dari tahun ke tahun. Mereka akan selalu merasa nyaman untuk berjalan-jalan di kota Paris yang indah itu, melihat Arc de Triomphe, Chaps Elysees, Gereja Notre Dame, Museum dan tentunya juga Eiffel Tower.
Sangat berlawanan sekali dengan cerita teman saya yang tinggal di Jakarta. Suatu saat mereka kedatangan beberapa keluarganya dari salah satu kampung atau desa di daerah. Di rumah nya selalu tersedia Koran Pos Kota dan satu atau dua Koran lainnya yang sejenis. Hanya dua hari setelah itu, saudara-saudara nya langsung minta pulang kembali ke daerah. Usut punya usut, mereka ternyata telah mengambil kesimpulan bahwa Ibu Kota Jakarta sangat tidak aman. Kesimpulan diperoleh dari membaca berita di Koran, setiap pagi, yang berisi tentang pemerkosaan, perampokan, pembunuhan dan lain sebagainya yang sangat menakutkan. Ternyata tidak usah ada “travel warning”, orang sudah takut untuk datang ke Jakarta.
Demikian pula dengan Televisi kita. DR. Rhenald Kasali , pernah mengeluh betapa sulitnya untuk dapat menyelenggarakan acara di TV yang “inspiring” dan “mendidik” sifat nya, dengan tujuan turut membangun karakter bangsa. Suatu kali dia berhasil mendapatkan alokasi jam siaran untuk acara yang “inspiring” dan mendidik pada salah satu stasiun Televisi di Jakarta. Namun baru berjalan satu episode, acara tersebut sudah diganti dengan acara “lawakan”.
Dan ternyata selain lawakan acara sinetron tentang “setan” , sinetron opera sabun adalah merupakan jenis acara yang dapat bertahan selama ber bulan-bulan. Alasannya sederhana sekali, yaitu, mereka memilih acara yang dapat menaikkan “rating” mereka, sehingga dapat mengundang banyak pemasang iklan yang berarti meningkatkan pendapatan.
Alangkah menyedihkannya. Saya harus menyampaikan turut berduka cita tentang hal ini kepada rekan saya saudara Rhenald Kasali Phd. Belum lagi bila kita berbicara tentang segmen acara infotaintment yang sedang marak belakangan ini, berita-berita gossip atau cerita burung tentang para seleberitis. Tidak diketahui dengan pasti mana yang benar dan mana pula yang hanya isapan jempol belaka.
Apapun penilaian kita terhadap apa yang terjadi dengan Koran dan televisi kita saat ini, namun itulah sebuah kenyataan yang kita hadapi sekarang. Tidak semua Koran dan tidak pula semua Televisi tentunya. Akan tetapi ada pula kenyataan lain yang cukup menarik untuk disimak. Khusus acara disepanjang bulan puasa, dari delapan stasiun TV, pada acara sahur menjelang imsak, tujuh stasiun TV menyiarkan acara lawakan yang sangat heboh, dan hanya satu stasiun yang menyiarkan seorang Dai berkhotbah tentang makna berpuasa. Sekali lagi , dapat dipastikan hal ini terjadi lebih karena masalah rating.
Mungkin sudah saat nya kita renungkan bersama , bagaimana caranya untuk turut lebih meningkatkan lagi kualitas mass media kita dalam konteks ikut serta membangun karakter bangsa.
Seorang pakar dan guru besar tentang komunikasi massa berkebangsaan Belanda, Denis McQuail, dalam salah satu bukunya menulis tentang pengaruh media dan ciri-ciri utama komunikasi masa.
Denis mengatakan lebih jauh tentang pengaruh media sebagai berikut: Media menjangkau lebih banyak orang dibandingkan dari pada institusi-institusi lainnya. Dan lebih parah lagi, Mass media sudah sejak dahulu telah “mengambil alih” peranan sekolah, orang tua, agama dan lain-lain.
Institusi media sendiri sebenarnya tidak lah memiliki kekuasaan, akan tetapi insitusi ini selalu berkaitan dengan kekuasaan negara.
Lebih lanjut dia mengatakan tentang ciri utama dari komunikasi masa. Komunikasi masa memiliki ciri yang khas, yaitu : Bahwa Hubungan antara pengirim dan penerima bersifat satu arah dan jarang sekali, bukan berarti tidak ada, yang bersifat interaktif. Kalaupun ada, maka itu terselenggara dengan tidak seimbang antara pengirim dan penerima. Pengirim biasanya akan sangat dominant karena berperan sebagai penyelenggara.
Yang lebih parah lagi adalah bahwa hubungan tersebut juga bersifat im-personal, bahkan mungkin sekali akan sering bersifat non moral, dalam pengertian bahwa sang pengirim biasanya tidak bertanggung jawab atas konsekuensi yang terjadi pada para individu, dalam hal ini pihak penerima.
Mencermati akan hal ini lebih mendalam, kiranya sudah sewajarnyalah, kita perlu menghimbau kepada mereka yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemberitaan dan siaran di media massa di tanah air tercinta ini. Sisihkanlah barang sedikit keuntungan yang diperoleh untuk juga berpartisipasi dalam upaya pemerintah , membangun bangsa ini. Membangun karakter bangsa, terutama sekali membangun karakter para generasi muda bangsa, yang akan menghadapi lebih banyak lagi tantangan yang akan dihadapinya dimasa mendatang. Tantangan yang banyak berkait dengan kemajuan teknologi dan arus globalisasi yang tidak akan mungkin dapat dibendung tanpa ketahanan diri dan ketahanan bangsa yang berlandaskan pada karakter dan kepribadian yang kuat. Salah satunya adalah menghadapi pengaruh media massa yang memiliki kekuatan yang sangat dahsyat dalam pembentukan jiwa anak bangsa.
Peranan pemerintah, pengusaha swasta, LSM, organisasi masyarakat , tokoh agama dan para individu dari segenap lapisan lainnya akan sangat menentukan berhasil tidak nya upaya yang dilakukan ini.
Membuat agar media massa , dapat merupakan bagian dari upaya pembentukan karakter bangsa.