Desember 1965. Konflik Vietnam berada dalam eskalasi yang meningkat. Setiap saat meletusnya perang terbuka secara besar-besaran mungkin sudah tidak merupakan kejutan lagi. Persiapan yang dilaksanakan oleh kedua belah pihak sudah menjurus kepada menghadapi satu perang besar.
Dalam salah satu pos penjagaan di garis depan, dibawah dentuman suara mortir sartuan-satuan artileri, Kapten Marinir Amerika, George Baker, asyik menulis surat yang ditujukan kepada keponakannya, Ann Fetner di Marieta Geogia. Isi suratnya antara lain berbunyi , :”Tolong sampaikan kepada semua orang di Lockheed (pabrik Hecules), terimakasih Hercules ! Banyak kejadian sepanjang tahun 1965 ini, yang membuat kita semua bisa berada pada situasi sulit dan berbahaya tanpa kehadiran pesawat Hercules!”
Pada saat cuaca buruk, kapal dan pesawat terbang lain mengalami kesulitan untuk dapat merapat atau mendarat. Pesawat-pesawat Hercules malah datang dengan membawa perbekalan yang sangat dibutuhkan. Pada saat Vietcong menghancurkan jembatan yang berakibat putusnya hubungan unit tempur satuan artileri kita, Hercules men-drop amunisi dan makanan. Itulah salah satu dari sekian banyak puji-pujian dan ungkapan terimakasih, rasa kagum dan utang budi atas semua yang pernah dilaksanakan pesawat Hercules sepanjang berlangsungnya Perang Vietnam.
Peran pesawat Hercules selama perang Vietnam memang menempati posisi yang sangat dominan, terutama sekali disebabkan kemampuan multi guna menerobos medan spesifik, cuaca yang buruk, mendarat pada landasan yang tidak dapat didarati oleh pesawat lain, terbang rendah, menerjunkan barang bantuan logistik dari berbagai ketinggian, menyerang kedudukan musuh dengan menembak kan mortir menggunakan C-130 Hercules Gunship, dan lain-lain. Dari sekian banyak peran yang dilaksanakan ada beberapa yang sulit untuk dipercaya. Salah satu diantaranya, yang diperkirakan tidak mungkin dipecahkan rekornya sepanjang sejarah adalah kisah dramatik penerbangan Hercules keluar dari Vietnam saat berakhirnya Perang Vietnam.
Ini penerbangan Hercules yang dicatat dalam sejarah sebagai penerbangan yang paling menakjubkan yang pernah dilakukan oleh pesawat Hercules pada momen yang paling krisis. Kisah ini dicatat dibagian Lockheed dari hasil wawancara Wayne Prict dan Kolonel Doan Van De di Camp Pendleton, salah satu sudut penampungan pengungsi Vietnam di California pada tanggal 28 Mei 1975.
Tinggal 2 Hercules :
Kolonel De, demikian panggilannya, adalah komandan Wing Pemeliharaan dan Pembekalan ke-50 Angkatan Udara Republik Vietnam yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan seluruh pesawat multi engine dari Angkatan Udara Vietnam.
Selasa pagi 29 April 1975, kejatuhan Pangkalan Udara Tan Son Nhut, sudah berada diambang pintu. Sementara itu Vietcong sudah berbaris rapi memasuki dan menduduki kota Saigon. Tiga hari sebelumnya, kolonel De sudah mengirim isteri dan keluarganya menumpang penerbangan Hercules ke Filipina. Saat itu, dimulut pintu gerbang Pangkalan Udara Tan Son Nhut, mortir dan peluru dari sisa-sisa pasukan pertahanan pangkalan yang bertujuan menunda beberapa saat kejatuhan dari pangkalan udara tersebut, masih ramai dengan dentuman dan desingan peluru.. Kolonel Doan Van De tengah mengawasi loading dari dua Hercules yang masih terbang di Pangkalan Udara Tan Son Nhut. Satu milik Vietnam lainnya terlihat mengepulkan asap tebal, akibat serangan Vietcong. Rakyat berjejal masuk menuju flight line, daerah yang sangat terlarang pada keadaan normal untuk didatangi orang orang yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan penerbangan. Mereka nekat mendekati pesawat yang parkir disitu dengan penuh harapan untuk dapat ikut terbang meninggalkan tanah airnya, menghindarkan diri dari kejaran pasukan Vietcong yang sudah berada diambang pintu.
Salah satu pesawat Hercules bergerak taxi setelah mesinnya berputar, dan akan segera terbang menuju tempat yang aman, meninggalkan Vietnam. Namun di taxi way, pada saat sejajar dengan tempat berdirinya Kolonel De, pesawat tersebut berhenti sejenak. Sebuah wajah yang tidak asing lagi bagi Kolonel De, terlihat dibalik jendela kokpit. Wajah Mayor Penerbang Phuong sedang melambaikan tangan kearahnya, memberikan isyarat agar Kolonel De ikut dengannya masuk ke pesawat.
452 Penumpang !
Kolonel De terpana sejenak, ia tidak melihat lagi sesuatu yang harus dikerjakannya di Pangkalan itu. Tanggung jawabnya terhadap kesiapan pesawat-pesawat angkut di Pangkalan, jelas-jelas sudah berakhir. Dan pesawat yang berada di depan hidungnya saat itu adalah pesawat terakhir yang berada disana. Karena satu pesawat lainnya jauh di ujung landasan juga telah bergerak perlahan meninggalkan Tan Son Nhut. Menurut perhitungannya, inilah pesawat Hercules terakhir yang akan meninggalkan Tan Son Nhut. Sebelumnya, lebih dari seratus pesawat di Pangkalan Udara Tan Son Nhut lainnya telah rusak berat terbakar, dihancurkan Vietcong.
Dengan segala dayanya, dia berhasil menyiapkan kembali sekitar 29 pesawat Hercules sebagai pesawat terakhir yang siap untuk diterbangkan meninggalkan pangkalan tempat dia bekerja selama ini. Beberapa saat ia tersadar, inilah pesawat Hercules terakhir yang akan meninggalkan Tan Son Nhut, pesawat yang dikemudikan oleh sahabatnya Mayor Penerbang Phuong yang berhenti sejenak, khusus untuk mengajaknya untuk ikut bersama.
Kolonel De berpikir dua detik, inilah saat bagi dirinya menuju pesawat Hercules yang dikemudikan oleh sahabatnya Mayor Phuong, sang instruktur penerbang. Sampai didepan pintu, sesaat akan naik, ia terperanjat mendapatkan isi pesawat yang sudah begitu penuh dengan orang berdesakan dan semuanya berdiri. Dengan susah payah melewati kerumunan banyak orang, ia berhasil sampai di flight deck, kokpit pesawat Hercules.
Setibanya di kokpit, untuk kedua kalinya ia terperanjat, karena mendapatkan dirinya menjadi orang ke 32 yang berdesakan di flight deck pesawat, tempat sahabatnya Mayor Phuong mengemudikan Hercules itu, seorang diri! Ditengah deru keempat mesin Hercules, didalam kokpit, Mayor Phuong setengah berteriak kepada Kolonel De untuk menolongnya mencarikan seorang co pilot diantara penumpang yang ada. Memang ada beberapa penerbang helikopter dan teknisi pesawat terbang yang ikut dalam pesawat tersebut, namun Kolonel De dengan bersusah payah diantara kerumunan penumpang untuk mendapatkan paling tidak seorang penerbang fixed wing, yang kira-kira dapat membantu rekannya mengemudikan pesawat Hercules agar dapat selamat melarikan diri dari Vietnam.
Kolonel De berhasil, jauh dibelakang kabin, De menemukan seorang penerbang C-7, pesawat bermesin ganda kecil yang juga banyak beroperasi dalam perang Vietnam. Ia segera memberi isyarat kepada penerbang tersebut agar maju menuju kokpit. Sambil menunggu penerbang C-7 tersebut, yang tentunya sulit sekali untuk bergerak melewati kerumunan banyak orang menuju kokpit, De mencoba menghitung jumlah penumpang yang ada di kabin Hercules itu. Untuk kesekian kalinya ia terperangah tak percaya akan hasil hitungannya sendiri, 452 kepala!
Sementara dengan susah payah, penerbang C-7 dapat mencapai fkight deck, Mayor Phuong sudah menggerakkan pesawat menggelinding, rolling untuk take off. Kolonel De menarik napas panjang melihat landasan yang panjangnya 10.000 kaki yang sebentar lagi akan habis itu. Ia melihat tanda 9000 kaki disisi landasan, dan pesawat tidak juga naik. Ia tahu beban pesawat sudah melewati batas yang diijinkan untuk normal take off. Karena seingatnya, semua pesawat Hercules di Pangkalan Udara Tan Son Nhut telah diperintahkan untuk selalu diisi bahan bakar sebanyak 28.000 pon. Ini berarti dengan muatan pada saat itu secara kasar saja, telah kelebihan kurang lebih 20.000 pon, sekitar 10 ton ! dari batas maksimum yang diijinkan untuk take off dalam flight manual C-130 Hercules.
Sementara itu pesawat yang tengah berada diatas over run runway (perpanjangan landasan yang disediakan untuk keadaan darurat), tetap belum bisa naik. Ia tahu betul bahwa over run landasan Tan Son Nhut hanya 1000 kaki. Setengah menahan napas ia melihat Mayor Phuong dengan penuh kepercayaan diri menarik “control wheel” (kemudi pesawat terbang), persis dipenghujung over run…. dan pesawat berhasil lepas landas dengan sudut yang sangat landai. Pesawat perlahan bergerak naik dengan setengah merayap dan akselerasi kecepatan, walau pelahan namun pasti membawa lepas dari in ground effect bergerak ke climbing attitude, melewati safe altitude yang lebih kurang 400 kaki, Phuong segera melaksanakan “after take off” check, antara lain menaikkan roda pendarat dan Flaps.
Tanpa Peta.
Mayor Phuong kelihatan merasa lega, lolos dari fase krisis lepas landas. Pada saat itu penerbang C-7 baru sampai ke kokpit. Namun kesulitan baru menyongsong. Ternyata Mayor Phuong tidak berhasil mendapatkan peta pesawat yang harus digunakan untuk mengarahkan pesawat ke tempat yang dikehendaki. Dengan mantap, walaupun hanya dengan mengira-ngira , ia mengarahkan heading pesawat ke arah Thailand. Tujuannya ,Utapao yang berjarak lebih kurang 400 mil laut dari Tan Son Nhut yang akan ditempuh dengan kecepatan normal pesawat dalam 1 jam 20 menit.
Setelah terbang selama satu setengah jam diatas teluk Siam, baru disadari kalau heading arah pesawat menuju Utapao ternyata keliru. Beberapa saat kemudian, co pilot yang telah susah payah melewati kerumunan orang untuk bisa mencapai kursi itu, teringat bahwa ia masih memiliki selembar potongan peta di kantong lutut dari pakaian penerbang yang tengah dikenakannya saat itu. Ia pun bernavigasi dengan lembar potongan peta yang sudah kumal, tapi masih bisa memberikan petunjuk dimana ia berada dan kemana arah menuju Utapao itu. Dimulai dengan mengubah arah 180 derajat akhirnya mereka berhasil mencapai Utapao setelah terbang selama tiga setengah jam.
Mayor Phuong mendaratkan pesawatnya dengan mulus, kemudian memarkirnya tidak jauh dari apron. Merasa penasaran, Kolonel De menghitung kembali para penumpang yang turun satu persartu. Ia memang tidak keliru, hitungannya tepat 452 orang !
Menurut Kolonel De, soal pesawat Hercules yang produksi Lockheed , Georgia, Amerika Serikat, ia tahu benar, akan tetapi masalah pesawat tersebut mampu mengangkut 452 penumpang tak pernah terpikir olehnya.
Mayor Robert Kenny, salah seorang perwira USAF, United States Air Force, yang bertugas mengurus kedatangan pesawat-pesawat pembawa pengungsi Vietnam pada waktu itu, turut menyaksikan kedatangan pesawat Hercules yang overloaded tersebut. Dia mengatakan, “Pada saat pintu Hercules terbuka, kita tidak akan percaya dengan apa yang kita saksikan waktu itu. Penumpang yang berada didalam pesawat terlihat seperti pemandangan di film-film berita di perang dunia kedua yang menggambarkan kamp konsentrasi Nazi tempat tahanan ratusan orang Yahudi. Saya pikir, bila penerbangan memakan waktu lebih lama lagi sedikit saja, maka sebagian besar penumpang sudah akan mati.
Saat ini Kolonel De dan Mayor Phuong bersama banyak pengungsi perang Vietnam hidup di Amerika. Ada diantara mereka yang dapat berkumpul kembali dengan keluarganya, namun tidak sedikit yang hanya mendapatkan dirinya sendiri jauh di negeri orang. Bagi Kolonel De dan Mayor Phuong, yang sebagian besar hidupnya berada ditengah-tengah deru suara pesawat C-130 Hercules sebagai perwira teknik dan perwira penerbang, Hercules saat ini hanya tinggal “sepenggal kenangan hidup”.
—————————————–
Teriring rasa duka mendalam bagi seluruh keluarga besar Angkatan Udara serta seluruh keluarga korban kecelakaan A-1325 ,yang tengah mengalami musibah dan cobaan luar biasa. Ya Allah yang maha kuasa, berilah kami semua kekuatan lahir batin dan Semoga kami semua dapat tabah menghadapinya. Amin……