Dunia kedirgantaraan di Indonesia masih rendah tingkat ketaatannya terhadap aturan teknis teknologi penerbangan. Disiplinnya masih rendah dan pengawasannya masih setengah hati. Hal ini diungkapkan mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KASAU) Chappy Hakim dalam peluncuran bukunya, di Airman Planet Lounge, Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (17/12).
“Karena dunia penerbangan itu sangat teknologis. Maka patuhi aturannya. Baik itu aturan operation manual, SOP atau aturan operasi teknologinya. Disini rendah, sebagai contoh, kapal yang oleh produsennya hanya diperbolehkan mengangkut 500 orang, tapi disini digunakan mengangkut 1000 orang”, katanya.
Untuk itu, bentuk kerisauan dan kegelisahannya akan dunia dirgantara, dia torehkan dalam berbagai tulisan yang akhirnya diterbitkan menjadi sebuah buku. Chappy pun meluncurkan dua buku langsung, yang masing-masing berjudul Awas Ketabrak Pesawat Terbang dan Tanah Air dan Udaraku Indonesia. Lewat tulisannya, setidaknya pemikirannya bisa dibaca banyak pihak. Baginya pensiun bukan berarti berhenti mengabdi. Karya tetap bisa dihasilkan meski bukan lewat kewenangan jabatan.
Kali ini. ide dan gagasan yang sempat tertahan karena beban rutinitas kerja sebagai orang nomor satu di Angkatan Udara mendapat lahan penyalurannya melalui menulis. Saat dirinya masih memangku jabatan sebagai KASAU, Chappy mengaku sedikit sekali waktu tersisa untuk menuangkan pemikirannya. Sebagian besar terpangkas oleh kewajibannya sebagai tokoh puncak di TNI-AU.
Awas Ketabrak Pesawat Terbang ! adalah buku kumpulan tulisan yang ia masukkan di blog nya. Sementara buku berjudul Tanah Air dan Udaraku Indonesia adalah buku yang berisikan tulisannya yang tersebar diberbagai media massa.
Sebelumnya, lelaki kelahiran Jogjakarta, 17 Desember 1947 itu telah menerbitkan buku pertamanya yang berjudul Cat Rambut Orang Yahudi.
Menurut pengamat hukum perbankan, Pradjoto, yang didaulat sebagai pembedah buku, tulisan Chappy begitu mengalir sehingga orang awam pun bisa mencernanya.
Prestasi Chappy didunia tulis-menulis itu berbuah penghargaan. Museum Rekor Indonesia menganugerahkan penghargaan sebagai Marsekal atau Jenderal Bintang Empat Pertama yang tulisannya di blog diterbitkan menjadi buku.
Tulisan diatas ini adalah kutipan berita di halaman dua Harian “Jakarta” terbitan hari Sabtu tanggal 19 Desember 2009.
Jakarta 20 Desember 2009