Dengan beberapa alasan, saat ini banyak sekali penduduk Indonesia yang lebih memilih untuk mencari pelayanan dan fasilitas kesehatan yang lebih baik di luar iNDONESIA. Berbagai macam penyebabnya, akan tetapi salah satu contoh sederhana dan sangat mudah dicerna adalah kasus dari Prita Mulyasari dengan Rumah Sakit Omni Internasional yang sangat menghebohkan beberapa waktu yang lalu.
Kasus Prita hanyalah merupakan puncak gunung es dari betapa buruknya pelayanan kesehatan didalam negeri kita tercinta ini. Buruk, walaupun terjadi di satu rumah sakit yang meng “klaim” dirinya bertaraf Internasional sesuai dengan label nama yang disandangnya. Hal inilah diperkirakan yang membuat kemudian hasrat orang-orang untuk pergi keluar negeri dalam upayanya memperoleh pelayanan yang lebih baik dibidang kesehatan menjadi sangat masuk akal.
Beberapa negara tujuan orang Indonesia untuk pergi berobat keluar negeri antara lain adalah ke Malaysia, Thailand dan terutama sekali serta cukup menyolok adalah Singapura. Khusus untuk hal ini, mengutip dari beberapa sumber, antara lain Singapore Tourism Board dan Spireresearch.com diperoleh data-data sebagai berikut :
Dari keseluruhan turis medis yang datang di Singapura di tahun 2009 saja, turis medis yang berasal dari Indonesia ternyata mencapai jumlah 59% . Yang berasal dari negara lain berjumlah 41%.
Yang harus disadari benar adalah bahwa mereka “orang-orang berduit” yang berobat ke Singapura, ternyata adalah orang-orang yang tidak hanya berasal dari Jakarta saja. Mereka berasal dari wilayah Aceh, Sumatera Utara, Batam, Sulawesi Utara dan Surabaya. Hal tersebut ditopang dengan realita bahwa akses transportasi udara khususnya yang langsung ke Singapura saat ini sudah sangat mudah dilakukan.
Disisi lain, konon kabarnya mereka itu semua merasa bahwa pelayanan yang mereka peroleh dalam proses berobat dan atau check kesehatan di Singapura sangat memuaskan. Memuaskan tidak hanya dalam arti pelayanan dan perhatian yang didapatkan, akan tetapi juga secara keseluruhan mereka beranggapan bahwa besarnya biaya yang mereka keluarkan adalah “sepadan” atau sangat pantas dengan apa yang mereka dapatkan. Perhatian yang besar dari dokter terhadap pasien dan keluarganya, sampai dengan pelayanan via telepon yang 24 jam tetap bisa dihubungi, telah membuat para “pelancong berobat” ke Singapura merasa sangat nyaman, yang dirasakan pula sebagai salah satu faktor penyebab sang pasien bisa cepat sembuh. Mereka dilayani bak VIP, sesuatu yang sangat didambakan.
Medical Tourism di Singapura telah berkembang secara spektakuler !
Dari data yang ada , menyebutkan bahwa total pengeluaran dari para “pelancong berobat” asal Indonesia di Singapura bergerak naik secara signifikan dari tahun ke tahun. Dari hanya sekitar 600 juta dolar di tahun 2006, meningkat ke 800 juta dolar pada tahun 2007 dan kemudian di tahun 2008 sudah hampir mencapai angka 1,5 miliar dolar.
Nilai pasar bisnis medical tourism di Asia terutama di India, Singapura, Thailand serta Malaysia memang telah mencapai angka 3 miliar dolar selama tahun 2007 dan 2008. Angka fantastis telah diprediksi akan mencapai lebih dari 4 miliar dolar di tahun 2012.
Sebenarnya peluang investasi di Indonesia untuk menjadi “medical service” kelas dunia cukup tinggi sejalan dengan tuntutan peningkatan dinamika pasar yang berkembang. Pastinya, saat ini negeri kita tercinta masih belum menjadi salah satu tujuan dari medical tourism atau para “pelancong berobat”. Sebaliknya, ironi sekali sekarang ini Indonesia adalah sudah menjadi The best “medical tourist comers”, terutama di Singapura.
Inilah sebenarnya peluang besar bagi Indonesia, bila saja dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan berobat yang bertaraf Internasional. Internasional dalam arti performa dan kualitas yang disajikan benar – benar mengacu kepada standar pelayanan yang “istimewa”, bukan sekedar merek yang terpampang di papan nama rumahsakit, seperti halnya banyak dijumpai saat ini di Indonesia.
Kita punya potensi untuk itu. Tidak usah mengharapkan kedatangan para “pelancong berobat” dari luar negeri, karena penduduk Indonesia sendiri banyak yang mendambakan pelayanan kesehatan kelas premium. Orang-orang Indonesia sangat senang dan terobsesi untuk selalu menjadi VIP, walaupun untuk itu ia harus membayar lebih. Disini pengertian VIP yang berarti “Very Important Person” dengan pengertian VIP yang “Very Idiot Person” menjadi “beda-beda tipis”, saking feodalnya orang Indonesia.
Dokter-dokter dan tenaga para medis serta para profesional lainnya dibidang kesehatan yang kita miliki sebenarnya tidaklah berada dibawah Singapura. Tinggal memolesnya sedikit saja dengan juga mengembangkan manajemen modern bidang pelayanan, kiranya kita dapat memperoleh bagian besar dari pendapatan yang selama ini dinikmati oleh Singapura dalam layanan kesehatan. Masalah yang menjadi catatan kaki disini adalah hal yang sama (ingin menjadi VIP) melanda juga para dokter dan petugas medis lainnya. Memang semua orang, terutama di Indonesia selalu ingin dianggap dirinya sebagai orang penting. Sayangnya itu tadi pengertian penting bagi kita kayaknya belum di standardisasi, sehingga hasilnya terkadang pengertian Important dan Idiot menjadi rancu.
Sederhana sekali sebenarnya, tinggal ada kemauan atau tidak untuk meningkatkan hal tersebut. Atau pilihannya adalah uang miliaran dollar dari Indonesia setiap tahunnya akan terus mengalir, membantu negara tetangga yang sudah kaya raya itu.
Saya melihat ini sebagai benar-benar “peluang besar bagi Indonesia”.
Jakarta 23 Juni 2010
Chappy Hakim