Saat ini ramai diperbincangkan tentang era atau abadnya Asia. Pertumbuhan ekonomi yang sudah lama dibicarakan orang akan bergeser ke wilayah Pasifik, saat ini telah menunjukkan realita dari antisipasi yang fenomenal tersebut.
Amerika dan Eropa sekarang tengah bergelut dengan krisis ekonomi yang belum ada tanda-tandanya akan dapat diatasi dalam waktu dekat. Timur tengah terus bergolak dengan perkembangan yang terjadi di Suriah, Arab Saudi dan beberapa negara di sekitarnya. Sengketa Palestina dengan Israel bergolak tiada henti, bahkan kini bertambah panas. Sementara itu Brasil, India dan China bergerak maju tidak terbendung dan membawa angin segar ke arah Benua Asia, ke arah wilayah Samudra Hindia dan Pasifik.
Perkembangan ini mulai dicermati banyak negara untuk menyesuaikan diri agar tidak tertinggal, atau bahkan ingin segera bergabung dalam irama perubahan tersebut demi memanfaatkan perkembangan keadaan yang terjadi. Australia, sebagai negara yang tidak tersentuh oleh krisis ekonomi dunia yang berpusat di Amerika, bahkan tengah mengalami kemajuan yang sangat mapan, tetap memerlukan diri untuk melihat ke Asia, untuk melihat kesempatan dan peluang yang mungkin saja dapat diperoleh bagi kesejahteraan dan kemajuan negerinya.
Dalam naskah White Paper Australia yang baru saja dirilis baru-baru ini, tercantum dengan gamblang bagaimana negara sebesar dan semakmur Australia melihat kemajuan yang tengah dan akan terjadi di Asia. Disebutkan dengan tegas antara lain di situ : “What ever else this century brings, it will bring Asia’s rise.” Apa pun yang akan terjadi dalam abad ini, tetap akan membawa kepada perkembangan kawasan Asia.
Tidak itu saja, akan tetapi disebutkan juga bahwa: Transformasi di kawasan Asia dalam pertumbuhan ekonominya sulit untuk dapat dibendung, abad ini kawasan di mana kini kita berada akan menjadi tempat bermukimnya kalangan masyarakat menengah atas. Dan yang paling menarik untuk digarisbawahi dari visi mereka tentang Asia adalah mereka sampai pada satu kesimpulan: “The Asian century is an Australian opportunity.” Abadnya Asia merupakan peluang besar bagi Australia! Kesemua itu sebenarnya menunjukkan betapa derap langkah pertumbuhan ekonomi serta perkembangan kehidupan sosial dari wilayah Asia- Pasifik telah mengundang perhatian yang sangat besar pada tataran global.
Kesiapan Indonesia?
Bagaimana dengan Republik Indonesia? Saat ini salah satu sektor yang tengah berkembang pesat di Indonesia adalah sektor perhubungan udara. Industri angkutan udara di Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia, sebenarnya memang hanya menunggu waktu saja untuk berkembang dengan luar biasa di pentas global. Ditambah lagi dengan letak geografis Indonesia yang berada membujur di sepanjang garis khatulistiwa tepat menghubungkan dua benua dan dua samudra.
Keberadaan Indonesia menjadi sangat strategis dalam banyak aspek hubungan antarnegara di dunia, terutama di wilayah Pasifik tentunya. Lebih dari itu, pertumbuhan penumpang dan barang di sektor perhubungan udara tengah meningkat sangat signifikan dalam 5-10 tahun terakhir. Mengacu pada data yang ada di Indonesia National Air Carriers Association (INACA), pertumbuhan penumpang di Indonesia telah bergerak 12 hingga 15% per tahunnya.
Khusus untuk International Airport Soekarno- Hatta yang dibangun dengan peruntukan bagi menampung yang hanya 23 juta per tahun, pada 2011 telah dipaksa memfasilitasi penumpang 51,5 juta per tahun. Hal yang sangat disayangkan pula adalah justru sejak tahun 2007 hingga kini Negara Kesatuan Republik Indonesia berada dalam kelompok negara dengan kategori dua penilaian Federal Aviation Administration (FAA) yang mengacu pada standar keamanan terbang internasional seperti tercantum dalam regulasi International Civil Aviation Organization (ICAO).
Dengan ini dimaksudkan bahwa Indonesia belum mampu kembali untuk dapat memenuhi persyaratan minimum keamanan terbang internasional. Dengan kondisi seperti itu, justru Indonesia tengah berhadapan dengan ASEAN Single Aviation Market (ASAM) dan atau ASEAN Open Sky 2015. Lalu bagaimana dan apa yang harus dilakukan agar Indonesia tidak ditinggalkan oleh negaranegara tetangga yang sudah menyiapkan diri dengan matang untuk segera mencaplok rezeki besar dari pertumbuhan pasar angkutan udara yang kini tengah berkembang pesat?
Maskapai penerbangan Indonesia sudah harus berpikir untuk segera terjun dan bersaing di pentas Asia, sebagai jalan pintas untuk merebut pasar angkutan udara. Mari kita lihat potensi yang dimiliki. Menurut Centre for Aviation and Innovata (CAPA) Yearbook 2013 dalam matriks Southeast Asia Top 10 Airlines, tertera pada posisi nomor 1 adalah Lion Air, sedangkan Garuda Indonesia berada di tempat ke-4.
Maskapai Singapore Airlines yang beberapa waktu lalu merajai pasar di manamana ternyata berada di urutan ke-6. Konon pelayanan Singapore Airlines belakangan memang banyak dikeluhkan para pelanggannya dan sudah tertinggal dari maskapai-maskapai pendatang baru. Di sinilah sebenarnya maskapai Indonesia mendapatkan kesempatan yang berupa satu peluang besar. Masalahnya, untuk terjun dan bersaing di kancah Asia diperlukan satu maskapai dengan kinerja yang benar-benar tahan banting, luar-dalam.
Mengamati matriks dari CAPA, maka yang dibutuhkan adalah sebuah maskapai yang berbasis di Indonesia dengan performance gabungan antara Garuda Indonesia dan Lion Air. Garuda Indonesia yang berada di urutan ke-4 (CAPA) dikenal sebagai memiliki struktur korporasi yang sangat menunjang dengan pengalaman panjang dan disiplin yang tinggi. Sementara Lion Air yang berada di nomor urut 1, sebagai pendatang baru, walau masih banyak kekurangan ternyata memiliki etos kerja sangat militan di lapangan, dan saat ini sudah merajai i sektor kepemilikan pesawat terbang yang paling banyak di Asia dan bahkan di dunia. Kombinasi inilah yang paling bisa diharapkan bagi Indonesia dalam upaya memenangkan pasar menggiurkan angkutan udara di Asia Pasifik. Fight and win! Berjuang dan menang!
CHAPPY HAKIM
Chairman CSE Aviation
Sumber : Koran Sindo Tanggal 6 Agustus 2013