Belakangan ini, ada iklan menarik dari Angkasa Pura 2 di koran Kompas sejak Februari sampai dengan Maret 2009. Lebih menarik lagi, karena dalam iklan itu disebutkan antara lain tentang kenyamanan di airport yang dibuat sebagai layaknya sebuah “mall”.
Tetapi lucunya adalah ujung-ujungnya berupa pengumuman tentang naiknya “airport tax” atau apapun namanya (tolong dikarangin supaya bagus), sebesar 150% ! Ini benar-benar aneh bin ajaib, ditengah krisis ekonomi global dimana semua orang tengah menyesuaikan harga dengan menurunkan tarif, ini malah menaikkan “tax” penumpang yang menggunakan jasa airport. Mungkin ya nggak apa-apa juga bila hal tersebut untuk meningkatkan “safety” dari airport kita terutama di International Airport Cengkareng. Untuk diketahui, airport kita sangat terkenal sebagai airport yang tidak aman, dibandingkan dengan internasional airport lainnya di kawasan ini.
Tahun lalu saja ada seorang penumpang transit asal Jakarta yang akan ke Amerika menggunakan Northwest Airlines, ditangkap security Singapura kedapatan membawa barang terlarang dan lolos dari Cengkareng. Sebagai akibatnya, antara lain ya itu, semua penumpang dari Jakarta selalu diberlakukan “random” security check di bandara internasional Singapura, dan semua barang penumpang dan cargo berasal dari Jakarta dicheck ulang oleh pihak security bandara dan juga Airlines asing. Securiti kita : Tidak dipercaya, Memalukan.
Airport Tax naik, dan kenyamanan laksana “mall” yang dikembangkan. Hal ini benar-benar disayangkan. Ini adalah refleksi dari pihak manajemen yang kurang menghayati masalah-masalah penerbangan. Terlalu banyak hal yang terjadi yang mencerminkan akan hal ini. Banyak sekali keluhan para penerbang yang menggunakan airport Cengkareng ini. Mulai dari rambu elektronik untuk parkir pesawat atau “automatic docking guidance system”, yang sejak dibangunnya terminal ini sampai dengan saat ini tidak ada yang berfungsi. Ini adalah peralatan yang mutlak diperlukan bagi para penerbang untuk dapat memparkir pesawatnya dengan aman. Sekarang ini yang terjadi adalah masih menggunakan “parking master” secara manual, orang yang menggunakan semacam raket pingpong atau lampu baterei. Padahal untuk pesawat-pesawat besar, orang itu akan sulit terlihat saat pesawat sudah mendekat. Bayangkan, pesawat terbang produk mutakhir, di Cengkareng diparkir dengan panduan “parking master” yang biasa digunakan pada perang dunia ke dua.
Begitu pula “display” dari koordinat yang terpampang di Cengkareng yang digunakan oleh para penerbang untuk memprogram posisi pesawat dalam peralatan navigasinya tidak sesuai dengan konfigurasi yang ada di kokpit. Masih banyak lagi yang pada intinya memerlukan pembenahan segera berkait dengan keamanan terbang.
Sekali lagi, itu semua menunjukkan tidak adanya koordinasi dengan para pihak yang menggunakan airport terutama dalam aspek “flight safety”. Manajemen tidak berkoordinasi dengan pihak lain yang berkepentingan dalam membangun dan menyempurnakan airport karena lebih berorientasi kepada airport yang dianggap sama saja dengan “mall”.
Seharusnya, pihak manajemen dalam hal ini sebagai pengelola bandara selalu berorientasi pada aspek keselamatan terlebih dahulu. Untuk itu beberapa instansi terkait haruslah diajak untuk urun rembug dalam membangun dan atau mengembangkan Bandara, antara lain adalah : Operator, maskapai penerbangan, Regulator, dalam hal ini Departemen Perhubungan, Airport dan juga perwakilan dari para penerbang.
Para penerbang harus didengar pendapatnya agar manajemen bandara memperoleh masukan yang sangat penting untuk dapat menempatkan bandaranya sebagai bandara yang berorientasi kepada keselamatan terbang, dan dengan demikian semua pihak merasa aman dan nyaman beraktifitas di bandara tersebut. Hal ini sudah dimulai beberapa tahun yang lalu, dimana pihak IFALPA, federasi penerbang internasional membentuk divisi khusus terdiri dari penerbang senior yang selalu siap membantu manajemen airport dalam pengembangan suatu bandara internasional. Kelompok Senior Pilot yang dibekali dengan tambahan pengetahuan khusus dan bersertifikat ini dikenal dengan “Airport Liaison Representative” (ALR), di Indonesia sudah ada beberapa Pilot dengan kualifikasi ini. Semua aiport yang telah mengikut sertakan ALR dalam pembangunan dan pengembangan nya saat ini telah di beri atribut sebagai “Friendly Airport” karena tersedia fasilitas yang sangat berorientasi kepada keselamatan terbang. Untuk diketahui saja , saat ini dikawasan kita hanya ada tiga airport yang “Friendly” yaitu Singapura, Bangkok dan Hongkong. Terus, gimana kite ?
Yang penting kan “naikkan airport tax sebesar 150%”.
Lainnya “sorry” aja.