Tanggal 8 Maret 2014, pesawat Boeing-777-200 Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan MH370, rute KL – Beijing yang berangkat tengah malam waktu setempat, hingga kini masih belum juga diketahui nasibnya. Tim SAR dari belasan negara telah dikerahkan ke Southern Indian Ocean, selatan samudra Hindia untuk menemukan Black Box pesawat yang naas tersebut.
Perdana Menteri Najib, dalam penjelasan resminya mengatakan antara lain ”We have been working nonstop for the investigation. We have put our national security second to search for the missing plane”.
Yang perlu digarisbawahi dalam pernyataan ini adalah tentang National Security. Pemerintah Malaysia berusaha meyakinkan ke masyarakat luas bahwa mereka tetap menomor satukan upaya “search and rescue” MH370, dengan menempatkan faktor Keamanan Nasionalnya pada strata prioritas dibawahnya. Pada konteks keamanan nasional maka yang berhubungan erat dengan itu adalah masalah kehormatan dan kedaulatan negara. Akan tetapi, bila sudah berbicara tentang kemanusiaan, sangat logis, dalam tata kehidupan dan peradaban global, maka kesemuanya itu menjadi prioritas yang kesekian dibawahnya.
Hilang nya B-777-200, sebuah pesawat super modern Malaysia Airlines MH370, segera saja mengundang pertanyaan ramai terhadap kredibiltas sistem pertahanan udara dari lebih 3 negara yang diperkirakan dilalui oleh lintasan penerbangan MH370 yang keluar dari jalur penerbangan yang direncanakan dan hilang. Di Malaysia sendiri muncul pertanyaan mengapa pertahanan udara Malaysia yang dikenal canggih itu tidak terlihat perannya dalam upaya pencarian pesawat yang misterius ini. Tidak kurang dari seorang Anwar Ibrahim yang mengomentari tentang kualitas radar TUDM (Tentara Udara Diraja Malaysia) yang berada dalam sistem terintegrasi pada sistem pertahanan udaranya. Demikian pula di Indonesia, berkait dengan kabar terakhir yang mengatakan bahwa dari data satelit, diketahui MH370 telah melintas di wilayah udara kedaulatan negara Republik Indonesia.
Bagaimana dengan kesiapsiagaan Komando Pertahanan Udara Nasional, terkait melintasnya MH370 yang jauh melenceng keluar dari jalur rencana terbangnya ke Beijing. Singkat kata, banyak bermunculan pertanyaan yang tidak puas terhadap penjelasan yang sudah diberikan tentang peran radar pertahanan, baik di Malaysia dan juga di Indonesia. Sementara dari Singapura, agak aneh, tidak pernah terdengar komentar tentang hilangya MH370 yang dipublikasikan ke media masa. Radar militer, demikian sering dikatakan, yang sebenarnya dimaksudkan dengan itu adalah radar pertahanan udara nasional yang selalu diasumsikan berada dalam status siaga 24 jam. Bagaimana bisa terjadi, radar pertahanan udara yang terkesan tidak berperan sama sekali pada upaya menyumbangkan data deteksi dalam usaha pencarian pesawat MH370 yang hilang itu.
Radar pertahanan udara adalah merupakan bagian integral dari sistem pertahanan negara secara keseluruhan. Dengan demikian maka seringkali media asing menyebutnya sebagai “something that sensitive”, sesuatu yang sensitive. Penjelasan tentang komponen dari satu system pertahanan negara adalah merupakan “isi-perut” dan atau “dapur” nya sebuah negara. Semua yang menyangkut masalah pertahanan dan keamanan negara, tidaklah mungkin disebar-luaskan begitu saja oleh sembarang orang. Sekali lagi, hal-hal tentang keamanan negara dan tentu saja juga tentang pertahanan negara secara universal pasti sifatnya tertutup atau “classified” dan bahkan “Top Secret”. Itu sebabnya yang berhak berbicara tentang semua yang berhubungan dengan system pertahanan negara adalah hanya Pejabat Negara bidang pertahanan yang ditunjuk. Alasannya adalah, pejabat tersebut mengetahui dan menguasai benar tentang segala sesuatu mengenai pertahanan negara, sekaligus menguasai pula tentang materi yang bisa diumumkan ke media dan mana yang tidak boleh dibuka sebagai bahan publikasi. Lebih dari itu, pejabat tersebut adalah pejabat negara yang diberi peran khusus serta bertanggungjawab terhadap semua pernyataannya yang dibuka ke publik. Materi bidang pertahanan, secara langsung dan tidak langsung, akan sangat mempengaruhi kredibilitas pemerintahan suatu negara, dan juga sekaligus tentang kedaulatan negara dalam arti luas.
Pihak Malaysia, tidak akan mempublikasikan, misalnya, bahwa mereka sudah menangkap sasaran di radar pertahanan udaranya pesawat MH370 sejak jarak sekian mil sampai dengan jarak sekian mil pada ketinggian tertentu. Mengapa? tidak lain karena data-data tersebut, secara tidak langsung akan membuka data spesifikasi dari unjuk kerja peralatan radar yang dimiliknya. Pasti, sekali lagi hal tersebut sangatlah tidak mungkin diumumkan secara terbuka. Disisi lain, data apapun (rahasia atau tidak) yang dimiliki oleh negara terkait dengan upaya “search and rescue” pada sebuah kecelakaan pesawat terbang, pasti akan diberikan pada pihak penyelidik sebagai tanggung jawab kemanusiaan.
Dalam konteks ini, maka kedaulatan negara di udara akan dan selalu menjadi issue yang sangat sensitive, terutama dalam hal terjadinya Aircraft Accident semacam yang dialami Malaysia Airlines penerbangan MH370. Acuan baku dari hal ini, adalah konvensi Chicago tahun 1944 yang menyebutkan antara lain bahwa kedaulatan negara di udara adalah “complete” dan “exclusive”. Dengan hal tersebut dimaksudkan adalah, didalam wilayah udara kedaulatan sebuah negara, tidak ada fasilitas terbang lintas tanpa ijin, seperti yang dikenal dalam hukum laut “innocent-passage” atau lintas damai pada alur laut tertentu dari wilayah kedaulatan sebuah negara.
Ini pula yang menyebabkan, antara lain tentang masalah FIR Singapura, yang harus segera diselesaikan dengan segera sebagai konsekuensi dari Konvensi Chicago tersebut. Kedaulatan negara di udara sangat erat hubungannya dengan sistem pertahanan udara nasional. Inilah pula yang antara lain dapat memunculkan persoalan yang menambah hiruk-pikuk nya penanganan upaya pelacakan dari MH370 yang hilang lenyap dalam rute penerbangan KL-Beijing. Masalah penanganan kecelakaan pesawat terbang, bukanlah persoalan yang sederhana untuk dapat ditangani dengan mudah.
Masalah dalam dunia penerbangan selalu dan tetap saja akan otomatis menjadi masalah yang bersifat internasional. Masalah penanganan MH370, terlalu dangkal bila hanya ditinjau dari semata “teknik menerbangkan” sebuah pesawat canggih dan modern. Masalah yang dialami MH370, dalam kenyataannya banyak berhubungan dengan masalah antar bangsa dan lebih penting lagi akan merambah kepada masalah kedaulatan, kehormatan dan harga diri sebuah bangsa dan negara di udara.
Jakarta 18 April 2014
Chappy Hakim,
Penulis buku Pertahanan Indonesia dan Quo Vadis Kedaulatan Udara Indonesia
Catatan : Dalam format yang sudah di edit, tulisan ini sudah dimuat di Harian Kompas, kemarin tanggal 16 April 2014.