“Ah, itu sifat manusia,” ucapnya santai sambil tersenyum dan disambut tawa para wartawan. Itulah jawaban enteng dari JK ketika ditanyakan mengenai perbedaan sikap para menteri sebelum dan sesudah pilpres yang bertolak belakang.
Selepas pemilu presiden, kegiatan kunjungan kerja Wakil Presiden Jusuf Kalla ke sejumlah daerah tidak pernah lagi didampingi oleh menteri. Kekalahan Kalla dalam pilpres lalu ternyata menyebabkan dirinya lambat laun ‘ditinggalkan’ oleh koleganya di pemerintahan.
Seusai kekalahan dirinya dalam pilpres 9 Juli 2009 lalu, kunjungan kerja Kalla tidak pernah lagi didampingi menteri. Tercatat, sekitar akhir Juli lalu, Kalla meninjau pembangunan PLTU Labuan di Banten tanpa didampingi menteri.Selain itu, kunjungan kerja Kalla ke Bandara Kualanamu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara kemarin juga tidak didampingi oleh seorangpun menteri.
Demikian kutipan berita , dari salah satu koran terbitan Jakarta beberapa hari yang lalu. Bahkan disalah satu penerbitannya , koran tersebut menurunkan Head Line yang bertuliskan : Wapres JK Dijauhi Menteri Habis Manis Sepah Dibuang.
Sedih dan Prihatin ! Kendati demikian, Kalla mengaku tidak merasa kecewa dengan sikap para menterinya dan juga tidak merasa ditinggalkan.
“Saya kemana-mana kan jalan sendiri. Kenapa rupanya? Tidak ada masalah, apa urusannya,” imbuh Kalla.
Itulah JK dengan latar belakang sebagai saudagar besar yang sukses yang tentunya sangat paham betul dengan apa yang dikenal banyak orang dengan perhitungan “Untung” dan “Rugi”.
JK, kelihatannya sudah sangat siap mengahadapi hal-hal yang seperti ini. Dapat dipastikan dia pun sudah dapat mengetahui dikalangan orang-orang dekatnya selama bekerja 5 tahun terakhir ini, siapa yang “friend indeed” dan siapa pula yang “friend in need”. Siapa teman sejati dan juga siapa yang hanya sebagai teman “temporer”. Siapa temannya Wapres dan siapa yang temannya JK.
Beberapa Menteri tersebutpun kemudian beramai-ramai memberikan bantahannya, lengkap dengan alasan-alasan mengapa mereka tidak mendampingi JK dalam kunjungan kerja beliau sebagai Wakil Presiden. Dan juga dengan cara apa mereka sudah memperoleh ijin untuk tidak ikut serta . Bahkan konon ada pula tulisan seorang isteri menteri berisi bantahan tersebut.
Akan tetapi komentarpun bermunculan, karena alasan-alasan yang seperti dikemukakan itu, tidak pernah muncul saat JK masih “Full Wapres”. Pada waktu itu pasti semuanya akan mengatakan “I Love You Full !”, dengan gaya almarhum Mbah Surip.
Ada pula Editorial yang kalimat pembukaannya sebagai berikut : Apakah yang tidak berubah setelah kita merdeka 64 tahun? Salah satu jawabannya adalah mentalitas elite bangsa. Tidak berubah, bahkan bertambah parah. Bukti paling mutakhir bagaimana perangai menteri terhadap Wakil Presiden Jusuf Kalla. Setelah dinyatakan kalah dalam pemilu Presiden, Jusuf Kalla dijauhi para menteri. Satu persatu para menteri menghindar, bagaikan menghindari penderita kusta. Padahal Jusuf Kalla masih menjadi Wakil Presiden sampai 20 Oktober nanti.
Diluar semua itu sebenarnya memang benar dan sudah menjadi sebuah realita bahwa beberapa Menteri memang sudah tidak mau lagi dipanggil JK. Mengapa? Karena ya memang mereka namanya kan bukan JK. Dari dulu juga semua Menteri tidak ada yang mau dipanggil JK. Masak ada yang mau dipanggil JK, wong bukan namanya koq !? Bagaimana Seh ?!