Pada 17 Oktober 1947, penerjunan pasukan pertama kali dilaksanakan oleh AURI di Sambi ,Kecamatan Rantaipulut,Kotawaringin, Kalimantan Tengah. Dilaksanakan atas permintaan Gubernur Kalimantan Pangeran Muhammad Noor, Ir. Permohonan tersebut terkait dengan dukungan AURI untuk menembus blokade Belanda. Gubernur ingin pasukan payung yang terdiri atas putra daerah Kalimantan dikirim, terutama yang mampu berbahasa Dayak Kahayan. Hanya berbekal latihan singkat saja,13 prajurit langsung diterjunkan ke Kotawaringin. Dengan pesawat Dakota RI- 002 yang diterbangkan pilot Robert Earl Freeberg, kopilot Makmur Suhodo, dan jumping master Amir Hamzah serta pemandu jalan Mayor Tjilik Riwut, 12 prajurit AURI berhasil terjun dan mendarat dengan selamat, seorang berhalangan ikut karena sakit. Setelah bergerilya selama 35 hari, tanggal 23 November 1947 mereka terkepung di tepi anak sungai Kahayan. Dalam pertempuran tersebut tiga anggota pasukan payung gugur, yaitu Iskandar, Achmad Kosasih, dan Hadisumantri. Sementara seluruh sisa anggota pasukan ditangkap Belanda dan dijebloskan di Penjara Nusakambangan. Penerjunan pasukan di Kotawaringin ini kemudian tercatat dalam sejarah sebagai Operasi Penerjunan Militer Pertama di Indonesia.
18 Mei 1958, Kapten Udara Ignatius Dewanto sudah siap di kokpit pesawat Mustang dengan nomor ekor F-338 di apron Lapangan Terbang Liang,Ambon. Saat terdengar adanya pesawat B-26 Invader menyerang Kota Ambon, Dewanto segera memacu sang Mustang F-338 ke ujung runway dan take off. Dia bergerak cepat menyerang pesawat musuh tersebut. Dewanto berhasil menembak jatuh pesawat B-26 Invader yang dikemudikan Allen Lawrence Pope dan juru radio Hary Rantung di perairan Maluku. Hal ini tertuang dalam pengakuan Allen Lawrence Pope kepada tim pemeriksa seperti tertera dalam berita acara pemeriksaan pada persidangan tentara di Jalan Sabang Jakarta. Hal yang sama dijelaskan pula oleh Prof Dr Priyatna Abdurrasyid, jaksa yang diperintahkan Jaksa Agung Soeprapto untuk membantu AURI melakukan pemeriksaan terhadap Allen Pope di tempat tahanannya di Kaliurang,Yogyakarta. Allen Pope mengatakan kepada Prof. Priyatna bahwa tembakan mematikan datang dari Mustang yang menyerang dan menembak tepat pada mesin pesawatnya. Allen Lawrence Pope adalah tentara bayaran, seorang pilot mantan agen CIA yang digunakan oleh pihak pemberontak Permesta di Indonesia timur dalam memperkuat Angkatan Udara Revolusioner (AUREV). Selain di Indonesia, dia juga beberapa kali bertugas di Vietnam.
17 Mei 1962, sebuah peristiwa tragis dialami pesawat Dakota T- 440 dalam misinya menerjunkan pasukan di daerah musuh. Pada Operasi Gajah Putih I yang berlangsung antara tanggal 15 hingga 17 Mei, dua pesawat Dakota bertugas ke Kaimana, daerah yang masih di bawah kekuasaan Belanda, menerjunkan 27 orang prajurit Yon 454-BR/ PARA,1 peleton PGT-AU, serta 30 koli barang dukungan logistik. Kedua pesawat tersebut adalah Dakota dengan nomor ekorT-480 danT-440. Pada saat pesawat Dakota AURI dari Skuadron 2 dengan registrasi T-440 meninggalkan dropping zone menuju Ambon, semua berjalan normal. Jam menunjukkan pukul 05.00, Kapten Udara Djalaludin masih dengan tenang memegang kemudi, menerbangkan T-440 pada ketinggian yang sangat rendah untuk menghindari pantauan radar Belanda. Sementara itu sinar matahari mulai muncul, menghadirkan terang tanah dan karena cuaca cukup baik, jarak pandang menjadi cukup jauh. Tidak berapa lama terlihat pesawat Neptune Belanda memergoki T-440. Satu keadaan yang sangat sulit dihadapi Kapten Djalaludin, pesawat yang dikemudikannya, Dakota,memiliki kecepatan yang jauh lebih rendah dari kecepatan pesawat Neptune Belanda. Di samping itu, tentu saja Dakota menjadi sasaran empuk (sitting duck) karena tidak bersenjata sama sekali. Tidak langsung menyerah begitu saja, Kapten Djalaludin beserta seluruh kru berusaha s e k u a t tenaga untuk bisa keluar dari situasi yang sulit ini. Dia segera menurunkan ketinggian pesawat sampai serendah mungkin yang bisa dicapainya. Demikian rendah sehingga percikan air laut sebagai akibat dari putaran baling-balingnya terlihat jelas dan bahkan sempat menghantam badan pesawat. Tidak sekadar terbang rendah, Kapten Djalaludin juga menerbangkanT-440 secara zigzag dalam upaya semaksimal mungkin menghindari tembakan.
Namun, sekali lagi karena memang sudah menjadi sasaran empuk bagi Neptune, tidak lama tembakan pesawat musuh pun tepat mengenai sayap dan tangki bahan bakar. Api menyala dan dengan cepat menjalar ke seluruh sayap dan badan pesawat. Dengan satu guncangan hebat,akhirnya pesawat pun tidak dapat dikendalikan lagi dan tercebur ke laut. Pada saat terakhir pesawat nahas ini masih sempat mengirim berita ke Dakota T-480 yang dikemudikan Kapten Udara Hamsana. Dalam kepanikan yang mencekam saat-saat terakhir pesawat masuk laut, seluruh kru berhasil menyelamatkan diri keluar pesawat menggunakan perahu karet. Dari dua perahu karet yang ada, hanya satu yang masih dapat dipergunakan karena tertembus peluru Neptune. Seluruh awak pesawat selamat dan langsung diangkut dari perairan yang ganas oleh kapal Belanda “Friesland”. Mereka dijebloskan di Penjara Fak Fak dan sebagaimana tawanan perang mereka langsung diinterogasi oleh aparat intel Belanda dengan segala macam perlakuan yang keji. Konon para pilot diludahi mukanya dan seluruh awak dicabut kukunya. Dengan ketabahan yang luar biasa, mereka sebagai pejuang Angkatan Udara yang tidak kenal menyerah berhasil bertahan. Mereka berpindah-pindah penjara mulai dari Kota Baru Waena di Holandia (Jayapura sekarang), kemudian ke penjara Wundi dekat kota Biak. Setelah gencatan senjata tercapai, akhirnya Kapten Djalaludin Tantu beserta seluruh awak pesawat diboyong kembali ke Jakarta menggunakan pesawat Hercules UNTEA.
21 Mei 1962, Setelah terpisah saat terjun, 50 orang Pasukan Gerak Tepat (PGT) yang diberi tugas dalam rangka pembebasan Irian Barat berhasil berkumpul di kampung Wersar,Teminabuan, Irian Barat–kini Provinsi Papua. Sekitar jam 10.00 pagi waktu setempat Sersan Mayor Udara (SMU) Mengko mengeluarkan sebuah bendera Merah Putih dari ranselnya. Dengan menggunakan batang bambu sepanjang kira-kira 4 meter, SMU Mengko menancapkan bendera Merah Putih untuk pertamakalinya di bumi Irian Barat. Peristiwa itu menjadi catatan sejarah karena untuk pertama kalinya sang saka Merah Putih berkibar di tanah Papua yang pada waktu itu masih berada di bawah kekuasaan kolonial Kerajaan Belanda. Itulah sebagian dari banyak kisah heroik yang telah diukir Angkatan Udara sepanjang perjuangan dan pengabdiannya menegakkan kedaulatan serta kehormatan Ibu Pertiwi.
Mungkin saja, dari peristiwa yang diuraikan di atas, masih banyak di antara kita yang tidak mengetahuinya. Kali ini, tepatnya di hari ini, sengaja disajikan kembali terutama dengan niat tulus untuk menghadirkannya lagi sebagai penghormatan yang tinggi kepada para pahlawan dirgantara pembela bangsa, dalam rangka turut memperingati Hari Angkatan Udara 9 April 2011. Dirgahayu TNI-AU! Swa Buana Paksa!
Jakarta 9 April 2011
Chappy Hakim
(Sindo 9 April 2011)
Tulisan dari berbagai sumber.
4 Comments
Selamat malam Pak Chappy,saya doakan semoga Bapak sehat selalu,senang rasanya membaca artikel2 di website bapak.Sebetulnya ada satu hal pak yang saya ingin sekali tahu tentang AURI/Tni AU.Saya ingin sekali tau banyak tentang para pendiri2 AURI pak Seperti Laks.Suryadarma,Laks.Makki Perdanakusuma,dan mars.Halim Perdanakusuma,dan lainnya pak termasuk Marsda Leo Wattimena,sayang sedikit info yg saya ketahui tentang beliau2 itu,termasuk kehidupan pribadi mereka,yah seperti dari pak Suryadarma apakah ada anak atau cucu beliau yang berkarir di TNI AU?termasuk Foto2nya pak.Oya sekalian juga saya mau tanya,maaf k’lo agak konyol cuma saya penasaran aja pak ,itu k’lo pak Makki perdanakusumah dengan Halim Perdanakusumah apakah memiliki ikatan saudara pak?jadi saya harap sekiranya bapak ada waktu luang tolonglah sedikit bapak buat artikel tentang para Rajawali2 Nusantara ini pak,meskipun beberapa diantara mereka telah tiada….Terima kasih Pak Chappy…..
Terimakasih atas perhatiannya, usulan yang baik, saya sendiri sedang coba mengumpulkan bahan-bahan tersebut. Tentang Pak Suryadarma, beliau antara lain mempunyai, dua putra yang berkarier sebagai penerbang, satu di Airfast dan satu lagi di MNA. Untuk Pak Makki Perdanakusuma , beliau adalah adik dari Alm Halim Perdanakusuma.
Selamat Malam..
Menarik Sekali Membaca artikel ini, dan salah satu KRU yg selamat di Pesawat Dakota T 440 adalah Bapak Abu Bakar, saksi sejarah yg masih hidup, beliau tinggal di Desa Sukataris , Cianjur saat ini.
Saat ditching, cerita beliau saat itu ada di dekat kapten Djalaludin.
Terima Kasih
Terimakasih informasinya. Mungkin bagus juga bila informasi ini diteruskan ke Dinas Penerangan TNI AU di Cilangkap Jakarta Timur.