JENDERAL TNI Gatot Nurmantyo dilarang masuk ke wilayah AS pada Sabtu (21/10/2017). Saat itu, Panglima TNI beserta delegasi masih berada di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang dan hendak check in.
“Panglima TNI siap berangkat menggunakan maskapai penerbangan Emirates. Namun, beberapa saat sebelum keberangkatan ada pemberitahuan dari maskapai penerbangan bahwa Panglima TNI beserta delegasi tidak boleh memasuki wilayah AS,” kata Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Wuryanto di Kantor Panglima TNI, Jakarta Pusat, Minggu.
Padahal, saat itu, Gatot dan delegasi sudah mengantongi visa dari AS untuk hadir dalam acara Chiefs of Defense Conference on Countering Violent Extremist Organization.
Perkembangan berikutnya adalah Amerika Serikat telah memastikan mencabut larangan atas kedatangan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo ke wilayahnya.
Hal tersebut disampaikan Wakil Duta Besar AS di Indonesia ketika menggelar pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Kantor Kemenlu, Jakarta Pusat pada Senin (23/10/2017).
“Mereka menyampaikan larangan itu juga tidak ada, sudah dicabut dan Jenderal Gatot (sudah diperbolehkan) untuk melanjutkan kunjungannya ke AS,” ujar Menlu Retno di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin.
Dari kutipan dua berita diatas, walaupun sudah dikatakan selesai, akan tetap tersisa pertanyaan besar, yaitu mengapa hal tersebut bisa terjadi? Sebuah pertanyaan besar yang menanti jawaban tentunya.
Dapat dimaklumi bahwa sejak peristiwa 911, bepergian ke Amerika Serikat menjadi sesuatu yang tidak mudah.
Pasca 911, Amerika telah membentuk 2 institusi baru yang menangani Internal National Security, yaitu Department of Homland Security dan Transportation Security Administration.
Akan tetapi, di luar itu semua, khusus dalam kasus ini, agak sulit untuk dapat begitu saja dimaklumi setelah pernyataan maaf lalu masalah dianggap selesai.
Dengan data terbatas yang hanya diperoleh dari media saja, saya akan mencoba melihat dari perspektif protokoler kenegaraan dalam prosedur kunjugan resmi pejabat pemerintah.
Kunjungan seorang pejabat setingkat kepala staf angkatan perang, lebih-lebih seorang Panglima TNI, maka biasanya akan diberlakukan format prosedur yang standar berlaku bagi kedua negara.
Apabila diberitakan bahwa kunjungan Panglima TNI adalah kunjungan resmi Panglima atas undangan pihak Amerika Serikat, maka dipastikan yang mengundang adalah Chairman of the US Joint Chief of Staff.
Di Amerika tidak dikenal Panglima Tentara Nasional Amerika Serikat, atau Panglima Angkatan Perang.
Sang Chairman dari Gabungan Kepala Staf Angkatan saat ini dijabat oleh Jenderal Marinir Joseph Dunford.
Jabatan tersebut dijabat bergiliran antara Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Marinir.
Sekali lagi, apabila benar seperti diberitakan bahwa kunjungan ini adalah sebuah kunjungan resmi atas undangan Amerika, maka kejadian dilarangnya Panglima TNI masuk ke Amerika Serikat menjadi sangat aneh bin Ajaib.
Dalam sebuah rancangan kunjungan resmi seorang Panglima TNI ke Amerika Serikat, lebih-lebih dalam rangka memenuhi undangan Pentagon, maka minimal ada dua orang yang akan “super-sibuk”, yaitu Atase Pertahanan Amerika Serikat di Jakarta dan Atase Pertahanan Indonesia di Washington DC.
Tentu saja akan melibatkan staf pribadi Panglima masing-masing dan beberapa staf terkait lainnya.
Selain beberapa staf terkait, baik di Kemlu masing-masing dan di Pentagon serta Cilangkap, maka proses detail dari rincian kunjungan resmi semacam ini akan disusun dengan sangat “rigid”.
Bahkan sampai dengan tata busana, pantangan makan / alergi dan rentang waktu kegiatan jam demi jam sejak keberangkatan hingga tiba kembali di Jakarta.
Proses keberangkatan Panglima sejak dari Jakarta, termasuk di Airport pun, biasanya akan melibatkan pihak US Embassy, dalam hal ini Atase Pertahanan, atau paling tidak dari staf protokolnya.
Jadi sekali lagi, menjadi sangat aneh apabila bisa terjadi penolakan keberangkatan setelah Panglima tiba di Airport.
Kekeliruan bisa saja terjadi, dimanapun. Namun, kekeliruan yang sampai membuat batalnya keberangkatan seorang pejabat setingkat Pangima TNI setelah tiba di Airport, sangat mengundang pertanyaan besar.
Kini semua orang menanti jawaban dari permintaan klarifikasi yang dikirim oleh Kemlu RI ke pemerintah Amerika Serikat.
Klarifikasi yang sangat dibutuhkan bagi mencairkan kembali suasana yang sudah terlanjur menjadi sedikit terganggu.
Semoga saja peristiwa ini, dengan permintaan maaf yang sudah dilakukan dan penjelasan klarifikasi akan dapat benar-benar menyelesaikan masalah.
Sehingga tidak menjadi sebuah batu kerikil dari hubungan AS dan Indonesia yang sudah terjalin dengan baik selama ini.