LION AIR JT 904 jatuh di perairan saat akan mendarat di Bandara Ngurah Rai pada pukul 15.10 WITA tanggal 13 April 2013 di sebelah barat Runway 09. Tidak ada korban meninggal dunia kecuali puluhan yang terluka.
Kemarin, tanggal 29 Oktober 2018, Lion Air JT 610 jatuh di perairan teluk Jakarta setelah take off 13 menit dari Soekarno-Hatta International Airport Cengkareng. Kali ini belum terdengar ada penumpang atau kru pesawat yang selamat dari kecelakaan fatal ini.
Semua orang serta-merta mempertanyakan apa gerangan yang menjadi penyebabnya.
Untuk diketahui sebagai pengetahuan umum bahwa apabila terjadi sebuah kecelakaan fatal yang menghancurkan pesawat dan tidak ada korban yang selamat, maka hampir dipastikan penyebab kecelakaan tidak akan diketahui.
Penyebab yang paling mungkin baru akan dapat diketahui setelah Tim Investigasi yang berwenang selesai melaksanakan tugas penyelidikannya.
Setiap negara anggota ICAO (International Civil Aviation Organization) diwajibkan menunjuk sebuah institusi pemerintah untuk urusan investigasi penyebab terjadinya kecelakaan pesawat terbang.
Di Amerika, badan itu bernama NTSB (National Transportation Safety Board) dan di Indonesia dikenal dengan KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi). KNKT akan melakukan tugasnya, antara lain mengumpulkan data awal (preliminary data) untuk kemudian mendalaminya dengan cross check terhadap hasil analisis Black Box dari pesawat yang mengalami kecelakaan.
Ini akan memakan waktu yang cukup lama, dan sebelum KNKT memublikasikan hasil investigasinya, maka tidak ada orang atau pihak mana pun yang dapat dipercaya atau dijadikan rujukan dalam hal menyampaikan penyebab terjadinya kecelakaan.
Dengan demikian, kita memang harus bersabar menantikan KNKT menyelesaikan tugasnya bila kita ingin mengetahui apa sebenarnya yang terjadi dengan penerbangan Lion Air JT 610. Atau kita akan terjebak dengan banyak analisis yang sifatnya spekulatif.
Dunia penerbangan adalah dunia yang high tech sifatnya, dunia yang canggih. Dengan demikian, maka diperlukan pula kecanggihan dalam mengelolanya.
Kecanggihan di sini maksudnya adalah dalam dunia penerbangan mutlak diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai seluk beluk penerbangan yang sangat teknis itu di mana dibutuhkan disiplin tinggi dalam menaati semua aturan, ketentuan, regulasi, dan tata cara prosedur dalam setiap langkah kegiatannya.
Pada sisi lainnya, dibutuhkan pula mekanisme pengawasan melekat yang terus-menerus tentang ketaatan terhadap aturan, ketentuan, prosedur yang berlaku. Pada akhirnya, bila terjadi atau diketahui ada pelanggaran sekecil apa pun terhadap itu semua, maka harus ada tindakan penegakkan hukum dengan efek jera.
Dunia penerbangan memang membutuhkan high level management dan strong leadership serta airmanship. Itulah semua rangkuman dari sebuah aspek profesionalitas dalam pengelolaan di dunia penerbangan.
Dunia penerbangan bukan sebuah teater yang dapat memberikan toleransi bagi sebuah pelanggaran. Dunia penerbangan tidak mengenal area abu-abu, dunia penerbangan adalah dunia yang hitam putih dalam arti sama sekali tidak bisa bersikap permissive.
Begitu ada pelanggaran terhadap aturan yang berlaku, sekecil apapun pelanggaran itu, maka sebenarnya hal tersebut merupakan tindakan yang membuka pintu bagi terjadinya sebuah kecelakaan. Sudah terlalu banyak contoh tentang hal ini yang terjadi dalam dunia penerbangan. Hasil penyelidikan KNKT, sesuai hukum yang berlaku secara internasional, tidak bisa dibawa ke pengadilan. Itu sebabnya sanksi profesi harus dijatuhkan dalam forum Mahkamah Penerbangan, bila ditenggarai ada kesalahan prosedur yang terjadi.
Sayangnya adalah, di Indonesia, Mahkamah Penerbangan hingga kini belum juga dibentuk walau sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Penerbangan No 1 Tahun 2009. Sebuah pekerjaan rumah yang belum selesai atau bahkan belum mulai dikerjakan. Pengelolaan penerbangan secara nasional memang membutuhkan sebuah dewan ditingkat strategis yang menangani demikian banyak masalah lintas sektoral yang selama ini terlihat sebagai terabaikan.
Keputusan strategis di tingkat nasional berkait dengan dunia penerbangan membutuhkan pertimbangan matang dari para ahli, agar tidak terjadi kesemrawutan di lapangan dalam kesehariannya. Kebutuhan tentang Dewan Penerbangan sudah tercantum dalam Lembaran Negara No 751 Tahun 1955, lebih dari setengah abad yang lalu.
Antisipasi terhadap kesemrawutan yang akan terjadi dalam pengelolaan penerbangan nasional yang merupakan bagian integral dari manajemen penerbangan global memang tidak bisa dilakukan secara amatiran, dan itu sudah terlihat sejak tahun 1955.
Sebuah contoh sederhana adalah bagaimana kita dapat mendukung urusan dana untuk operasi Search and Rescue bila terjadi kecelakaan pesawat terbang yang fatal. Basarnas tidak memiliki cukup peralatan dan dana untuk melakukan hal itu semua. Basarnas masih sangat membutuhkan bantuan penuh dari jajaran TNI dan Polri serta instansi terkait lainnya.
Operasi Cari dan Selamatkan yang menjadi tugas pokok Basarnas tidak mungkin dapat didukung oleh APBN, seperti halnya kita ketahui berapa banyak APBN yang terpakai dalam operasi SAR pada kecelakaan AirAsia yang lalu. APBN yang susah payah dikumpulkan dari pajak seluruh rakyat Indonesia akan sangat rawan bila harus dibebankan pula dengan operasi SAR. Hal ini adalah salah satu yang dapat digarap oleh para pakar di Dewan Penerbangan dalam mengikhtiarkan “ganti-rugi” biaya yang keluar dari APBN.
Aturan Internasional mengenai seluk-beluk ini harus dapat ditangani dengan baik apabila kita tidak ingin menanggung kerugian terhadap terjadinya kecelakaan.
Sekadar contoh sederhana adalah setiap maskapai penerbangan diwajibkan membayar asuransi yang antara lain akan bersentuhan dengan kemungkinan terjadinya kecelakaan.
Para ahli hukum udara dan asuransi kecelakaan “aircraft accident insurance” sangat paham sekali tentang bagaimana menangani persoalan tersebut. Masalah ini tidak akan terjadi bila tidak ada pihak yang mengelolanya dengan baik. Sekali lagi, pekerjaan rumah kita dalam dunia penerbangan memang masih banyak sekali. Kecelakaan yang terjadi akan terus terjadi bila kita semua tidak segera mengambil langkah yang fundamental sifatnya.
Berita Lioin Air akan berangsur lenyap dan mungkin (semoga tidak pernah lagi) akan muncul lagi di kemudian hari. Seorang pakar di NASA (National Aeronautic and Space Administration) mengatakan bahwa dalam dunia penerbangan Anda tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi bila Anda tidak mengetahui apa sebenarnya masalah yang tengah Anda hadapi itu.