Dalam diskusi ATS (Air Traffic Services) dengan Aviation Community pada Februari 2016, disimpulkan antara lain perlunya rute review dengan konsep jalur parallel serta membuka jalur rute penerbangan di Selatan Jawa.
Kesimpulan ini menjadi menarik, karena pasti akan muncul pertanyaan apa sebenarnya yang akan dituju dengan ide membuka jalur penerbangan di selatan pulau Jawa.
Bagi para pebisnis di bidang angkutan udara dan pihak yang selama ini hanya mengejar laju pertumbuhan penumpang belaka, maka dengan mudah terjawab bahwa upaya membuka rute penerbangan di selatan pulau Jawa tersebut adalah semata mengejar “fuel efficiency” (penghematan bahan bakar).
Penghematan bahan bakar akan meningkatkan keuntungan dan diharapkan pertumbuhan akan lebih meningkat lagi.
Inilah sekedar contoh dari langkah-langkah yang selama ini dikerjakan dalam manajemen penyelenggaraan penerbangan komersial di negeri ini.
Langkah yang merupakan solusi tambal sulam dan tidak menyentuh sama sekali akar permasalahan yang tengah dihadapi.
Langkah yang bahkan berpotensi memunculkan permasalahan baru lainnya yang akan muncul mengikuti dari irama langkah yang tidak tepat sasaran tersebut.
Sekedar catatan sederhana saja, bahwa pemborosan bahan bakar yang terjadi selama ini dalam penerbangan domestik adalah sebagai akibat dari fasilitas Bandar udara di darat yang tidak mampu memberikan pelayanan standar bagi pesawat untuk Take Off dan Landing.
Pengalaman penumpang selama ini yang mengeluh tentang bagaimana delay begitu sering terjadi merupakan salah satu saja bukti dari masalah ini.
Di Cengkareng, Halim, Yogyakarta, Bandung dan beberapa Bandara lainnya, pesawat terbang memerlukan waktu 30 hingga 40 menit saat akan berangkat dan juga saat kedatangan.
Menunggu atau holding saat akan take off dan saat akan landing, bahkan lebih panjang dari 40 menit pada saat jam sibuk. Antrian pesawat terbang untuk landing dan take off, sebenarnya sudah cukup serius dalam konteks keselamatan penerbangan.
Pembicaraan tentang keluhan ini, tidak hanya berkembang di lingkungan penumpang, namun sudah menjadi top-issue di kalangan para pilot setiap hari.
Sekali lagi, dalam hal ini bila berbicara tentang penghematan bahan bakar, maka masalahnya adalah fasilitas Bandara di darat yang merupakan sebab utama dari terjadinya delay dan pemborosan waktu sejak pesawat siap untuk take off dan landing.
Antrian panjang itu semata mata karena Bandara yang memang sudah kewalahan menampung pertumbuhan penumpang yang sangat pesat.
Lanud Halim yang kini telah ramai dengan penerbangan komersial adakalanya antrian untuk landing mencapai waktu hingga 1 jam, yang bahkan lebih lama dibanding daripada waktu yang dibutuhkan untuk terbang dari Jogja atau Semarang ke Jakarta !
Bayangkan saja, Halim yang hanya memiliki 1 Runway dan tidak memiliki Taxi-way serta ruang parkir pesawat yang sempit telah diperkosa dengan demikian banyak rute penerbangan komersial yang take off dan landing di situ.
Di sisi lain kegiatan penerbangan latihan dan operasi dari 4 skadron udara yang berpangkalan di Halim sendiri telah luput dari perhatian dari mereka yang tengah berkonsentrasi menjaga pertumbuhan penumpang untuk selalu tidak terhambat.
Sekali lagi fasilitas di daratan pada beberapa bandara (antara lain Jakarta, Bandung, Yogyakarta Semarang, Surabaya, Bali dan lainnya) telah menyebabkan penerbangan domestik harus membakar bahan bakar jauh lebih banyak dari yang seharusnya diperlukan.
Dengan demikian maka menjadi sangat aneh bila justru yang dilakukan kini adalah mengatur ulang jalur penerbangan, terutama untuk menembus jalur selatan Jawa.
Menata ulang jalur penerbangan dengan membuka jalur selatan Jawa, di samping merupakan satu solusi yang salah alamat, juga akan memunculkan banyak lagi persoalan lainnya.
Jalur tersebut akan mengganggu daerah latihan pesawat-pesawat Angkatan Udara, terutama yang berpangkalan di Lanud Iswahyudi dan Lanud Adi Sutjipto.
Pesawat-pesawat terbang tempur yang membutuhkan area latihan yang luas dan tinggi bagi manuver pesawat yang tidak biasa dan berkemampuan terbang melebihi kecepatan suara.
Di samping itu juga mencakup latihan terbang taktikal berupa terbang formasi dan aerobatic serta gerakan taktis tempur serangan udara ke darat dan serangan udara ke udara.
Itu sebabnya di selatan pantai Jawa Timur terdapat AWR (Air Weapon Range) lapangan tembak bagi pesawat tempur untuk latihan serangan bom dan roket udara ke darat.
Sudah sejak lama, penerbangan latihan dan penerbangan operasi Angkatan Udara terdesak oleh pengembangan penerbangan komersial yang selama ini berkembang tanpa perencanaan yang baik.
Himpitan ini menyebabkan banyak hal, antara lain dapat berakibat penurunan kualitas para pilot dan terganggunya siklus pemeliharaan pesawat yang memerlukan area khusus untuk penerbangan “test-flight” dan lain sebagainya.
Kesemua itu telah menjadi unsur yang menyebabkan turunnya faktor keselamatan penerbangan pada penerbangan militer dan juga penerbangan sipil.
Terjadinya begitu banyak kecelakaan pesawat terbang, memang dapat berawal dari manajemen yang lemah , terutama aspek perencanaan yang terabaikan.
Sekali lagi, upaya membuka jalur selatan Jawa, benar-benar merupakan sebuah solusi yang tidak tepat sasaran.
Sudah waktunya persoalan yang sangat serius dalam penerbangan komersial kita harus ditangani secara komprehensif dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam pengelolaan ruang udara nasional.
Walau pemerintahan baru yang sekarang ini sudah banyak berupaya menuju perbaikan, namun tantangan yang dihadapi memang sudah terlanjur sangat berat, karena persoalannya telah menumpuk sejak 10 hingga 20 tahun lalu.
Manajemen penerbangan komersial harus bisa segera berbenah diri untuk tidak selalu mengandalkan pangkalan-pangkalan udara sebagai basis kegiatannya dalam usaha mengembangkan dan mempercepat pertumbuhan penumpang dan barang dari tahun ke tahun.
Mengapa tidak dibuat satu perencanaan yang terpadu bagi upaya meningkatkan pertumbuhan penumpang dan barang, termasuk di dalamnya pengembangan infrastruktur (antara lain Bandar udara) penerbangan yang memang berstandar penerbangan komersial?
Mengapa masih terus saja mengandalkan pangkalan-pangkalan Angkatan Udara, Angkatan Darat dan Angkatan Laut sebagai tumpuan untuk meningkatkan pertumbuhan penerbangan komersial.
Kebersamaan dalam memandang tujuan yang bersifat kesejahteraan dan tujuan dalam bidang pertahanan keamanan nasional haruslah berada dalam jalur irama yang harmonis, bila memang hendak menuju dengan cepat ke arah cita-cita kita bersama. (Sumber – Kompas.com)
Jakarta 14 Februari 2016