Donald Trump vs Xi Jinping
Di tengah eskalasi baru dalam perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, dunia sebenarnya sedang menyaksikan sebuah kontes kepemimpinan global—sebuah pertarungan diam-diam antara dua pemimpin besar dunia dengan gaya dan rekam jejak yang sangat berbeda: Donald J. Trump dan Xi Jinping. Ini adalah pentas adu keterampilan Leadership antara pimpinan Negara dengan sistem Demokrasi berhadapan dengan negara dengan sistem 1 partai.
Perjalanan Kepemimpinan: Jalur Cepat vs Jalur Panjang
Donald Trump adalah contoh dari pemimpin yang menempuh jalan pintas menuju tampuk tertinggi kekuasaan politik. Lahir dari keluarga kaya, Trump membangun karier sebagai pengusaha properti dan selebriti televisi dalam acara The Apprentice. Meskipun tidak pernah menjabat dalam pemerintahan sebelumnya, Trump berhasil memenangkan pemilihan presiden tahun 2016 melalui kampanye populis yang mengusung slogan MAGA-“Make America Great Again.” Dalam masa kepemimpinannya (2017–2021, dan kembali mencalonkan diri pada 2024), Trump menonjol sebagai pemimpin nonkonvensional yang sering bertindak sepihak, konfrontatif, dan mengejutkan banyak pihak—baik sekutu maupun lawan. Keunggulan Donald Trump dalam pemilihan Presiden di AS adalah terutama karena dia berkulit putih yang merupakan kelompok mayoritas di Amerika Serikat.
Sebaliknya, Xi Jinping adalah prototipe kader partai yang dibesarkan dari akar sistem politik Tiongkok. Ia memulai karier politiknya sejak muda, menjabat dari strata paling bawah, pimpinan setingkat RT , RW beberapa di provinsi-provinsi terpencil. Xi meniti jalan panjang dengan menempuh hampir semua jenjang birokrasi—dari wakil sekretaris wilayah, gubernur provinsi, hingga akhirnya baru berhasil menduduki posisi puncak sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis dan Presiden Republik Rakyat Tiongkok sejak tahun 2012. Pengalaman panjang ini membentuk gaya kepemimpinan Xi yang penuh kalkulasi, terstruktur, dan sangat sentralistik.
Catatan khusus suksesnya Xi Jinping
Salah satu keberhasilan paling menonjol dari kepemimpinan Xi Jinping adalah kemampuannya dalam mengonsolidasikan kekuasaan secara sangat efektif dalam struktur Partai Komunis Tiongkok. Dengan menghapus batas masa jabatan presiden, Xi tidak hanya memperpanjang masa pemerintahannya, tetapi juga memperkuat kontrol penuh terhadap negara dan partai. Kampanye anti-korupsi yang dilancarkannya bukan sekadar upaya pemberantasan praktik kotor, tetapi sekaligus langkah strategis untuk membersihkan barisan internal partai dari ancaman politik serta membangun kembali disiplin kekuasaan dengan pendekatan keras dan langsung, khas model komando.
Di sisi lain, Xi juga menunjukkan kecerdasan geopolitik yang luar biasa. Lewat Belt and Road Initiative, ia memperluas pengaruh Tiongkok ke berbagai penjuru dunia melalui pembangunan infrastruktur dan investasi strategis. Kebijakan industri seperti Made in China 2025 menggambarkan arah jelas menuju kemandirian teknologi dan dominasi di sektor-sektor kritis seperti kecerdasan buatan, 5G, dan pertahanan luar angkasa. Dalam kerangka itu pula, modernisasi kekuatan militer China dilakukan secara masif dan terencana—menunjukkan bahwa bagi Xi, kekuasaan sejati tidak hanya ditopang oleh legitimasi politik, tetapi juga oleh kekuatan udara, laut, dan teknologi sebagai fondasi kedaulatan dan kepemimpinan global.
Kepemimpinan dalam Krisis Global
Dalam perang dagang yang memanas kembali pada April 2025, Trump menaikkan tarif impor terhadap produk China hingga 145%, termasuk tambahan tarif atas dasar isu keamanan (fentanil). Langkah ini dipandang sebagai upaya untuk menunjukkan kekuatan sekaligus sebagai strategi kampanye domestik. Trump juga menggunakan instrumen tarif untuk menekan negara-negara mitra, namun masih memberi kelonggaran bagi negara sahabat yang dinilai strategis.
Xi Jinping merespons dengan langkah yang tak kalah tegas: menaikkan tarif menjadi 125% terhadap barang dari AS dan mengampanyekan kemandirian ekonomi nasional. Di saat yang sama, ia memperluas kerja sama dagang regional melalui jalur ASEAN, Belt and Road Initiative, dan memperkuat cadangan industri strategis dalam negeri. Dengan kendali yang nyaris absolut, Xi mampu menyatukan arah kebijakan nasional sebagai respons atas tekanan eksternal.
Dampak terhadap Dunia dan Posisi Indonesia

Dunia menyambut ketegangan ini dengan kewaspadaan. Pasar finansial global bergejolak, dan banyak negara mulai mencari jalur diversifikasi dagang untuk melindungi ekonomi nasionalnya. Indonesia mengambil sikap netral dan membuka peluang menjadi juru damai regional, mengingat pentingnya stabilitas kawasan dalam menjaga pertumbuhan ekonomi nasional. Sikap Indonesia masih tersandera dengan banyak isu di dalam negeri yang tidak kunjung usai.
Keunggulan dan Kelemahan Masing-Masing
Trump dikenal lincah dalam mengadaptasi strategi dan memanfaatkan momentum gaya khas dari tampilan seorang pengusaha. Ia berhasil menarik simpati sebagian besar pemilih Amerika melalui retorika patriotik dan janji melindungi industri domestik. Namun gaya yang impulsif dan kadang tidak konsisten justru menciptakan ketidakpastian kebijakan dan menurunkan kepercayaan internasional terhadap Amerika Serikat.
Xi, dengan pendekatan sistemik dan kendali penuh terhadap institusi negara, mampu menjaga stabilitas politik dan ekonomi dalam negeri. Xi Jinping memiliki kelebihan dalam aspek disiplin tata kelola pemerintahan dengan sistem komando dan pengendalian yang efektif. Namun konsentrasi kekuasaan yang terlalu dominan juga memunculkan risiko lemahnya mekanisme koreksi dan kecenderungan anti-transparansi dalam proses pengambilan keputusan.
Kesimpulan: Siapa yang Lebih Unggul?
Kontestasi antara Donald Trump dan Xi Jinping bukan semata perseteruan dua individu, melainkan pertarungan dua model kepemimpinan: populisme demokratis versus otoritarianisme terstruktur dari sistem satu partai. Trump menampilkan kekuatan dalam menguasai panggung publik dan memainkan isu secara instan. Namun Xi menunjukkan ketahanan dan keunggulan dalam konsistensi visi serta pelaksanaan strategi jangka panjang yang terkoordinasi. Sebuah ciri khas dari pola pemimpin yang sarat dengan perjalanan pengalaman memimpin dalam rentang waktu yang panjang. Seorang Leader yang Well Train.
Dalam konteks geopolitik yang membutuhkan kepemimpinan penuh perhitungan, Xi Jinping tampaknya jauh lebih unggul dalam mengelola tekanan global sekaligus memperkuat posisi negaranya di tengah ketidakpastian. Dunia saat ini menuntut pemimpin yang tidak hanya cepat bertindak, tetapi juga mampu menjaga arah dan kontinuitas kebijakan secara strategis. Dan dalam hal ini, Xi unggul setidaknya beberapa langkah lebih maju dibanding Donald Trump.
Demikianlah posisi terakhir dari kontestasi adu keterampilan dalam memimpin. Kita tinggal menunggu hasil akhir pertarungan ini yang kiranya tidak akan terlalu lama lagi akan terjadi.
Jakarta 14 April 2025
Chappy Hakim – Pusat Studi Air Power Indonesia