Satu lagi peristiwa yang sangat memalukan terjadi. Polisi Malaysia menangkap tiga orang petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) yang baru saja menangkap tujuh nelayan Malaysia yang ketahuan masuk perairan Indonesia tanpa izin.
Drama yang sangat melecehkan kedaulatan Republik Indonesia (RI) ini ternyata diselesaikan dengan model “tukar guling”, tiga petugas DKP ditukar dengan pembebasan tujuh nelayan Malaysia pelanggar batas perairan Indonesia.Penyelesaian yang menurut Duta Besar Malaysia di Indonesia adalah satu penyelesaian masalah kecil dari “bangsa serumpun”.
Insiden ini merupakan kejadian yang sangat “melecehkan” harkat dan martabat Indonesia yang terjadi hanya beberapa hari menjelang peringatan kemerdekaan RI ke-65. Sangat disayangkan, reaksi dari para penguasa republik (pemerintah dan para anggota DPR) terhadap masalah ini tidak merepresentasikan “kemarahan” rakyat Indonesia yang sangat merasa tersinggung dan dilecehkan atas tindakan semena-mena pihak Malaysia.
Ada kesan, Pemerintah Indonesia “sangat menjaga hubungan baik dengan Malaysia”walaupun Malaysia sudah bertindak di luar batas kepantasan. Tidak aneh karena memang selama ini, dalam daftar panjang masalah hubungan RI-Malaysia, kita selalu saja “mengalah”. Hanya saja,dengan peristiwa yang terakhir ini, satu insiden yang amat sangat keterlaluan, menjadi jelas bahwa taktik kita selama ini dalam menghadapi Malaysia memang bukan “mengalah untuk menang”, tetapi “mengalah untuk terus mengalah”.
Indonesia seakan telah menempatkan dirinya sebagai negara kesultanan ke-10 setelah Kesultanan Negeri Sembilan di bawah Yang Dipertuan Agung Kerajaan Malaysia. Lepas dari telah menjadi “betapa rendahnya” martabat kita saat ini diperlakukan Malaysia berkait insiden tersebut, kiranya perlu kita cermati apa yang sebenarnya terjadi. Kapal patroli Kementerian Kelautan dan Perikanan RI menangkap nelayan Malaysia yang masuk ke perairan wilayah kedaulatan kita.
Satu pertanyaan besar yang harus dijawab adalah apakah memang ada penugasan dari negara kepada DKP setempat untuk melakukan pengawasan daerah perbatasan perairan kedaulatan Indonesia dan menangkap nelayan asing yang melanggar wilayah kedaulatan perairan kita? Apabila memang Kementerian Kelautan dan Perikanan mempunyai tugas itu, seharusnya unit tersebut berbentuk satuan pengawas perbatasan dengan kapal, peralatan, serta personel yang terlatih sesuai dengan standar penjaga perbatasan wilayah perairan kedaulatan negara.
Kejadian yang memalukan ini telah menunjukkan betapa amburadulnya sistem administrasi kenegaraan kita. Satu kapal sederhana yang tidak bersenjata dengan awak kapal yang juga tidak bersenjata melakukan pengamanan laut perbatasan serta melakukan penangkapan nelayan asing pelanggar batas. Terlihat sekali para awak kapal yang tidak mengetahui apa yang harus dikerjakannya saat mereka berhadapan dengan kapal polisi Malaysia.Dipastikan mereka tidak memiliki “prosedur operasi standar” bila menghadapi masalah dengan negara lain saat melakukan tugasnya.
Dunia telah menyaksikan satu pertunjukan gratis bagaimana “amatirannya”kita dalam melakukan tugas-tugas pengawasan perbatasan daerah perairan kedaulatan negaranya. Peristiwa yang harus dijaga jangan sampai terulang atau dunia akan melihat kita sebagai negara yang tidak tahu-menahu mengenai tata cara bagaimana mengelola satu negara, terutama dalam konteks pengawasan perbatasan daerah perairan kedaulatannya.
Selama ini yang diketahui bertugas untuk menjaga kedaulatan negara di laut adalah TNI Angkatan Laut.Apabila tidak atau belum ada perubahan, seharusnya patroli dan atau penangkapan nelayan pelintas batas adalah menjadi tugas Angkatan Laut kita. Dari sini saja sudah dengan mudah diketahui bahwa ada sesuatu yang salah dalam konteks tugas-tugas melaksanakan pengawasan wilayah perairan kedaulatan Indonesia.
Kenyataan di lapangan, memang terlalu banyak unit pengamanan yang berada di laut,mulai dari pihak kepolisian dengan satuan polisi air dan udaranya,Bea dan Cukai, Angkatan Laut, dan entah siapa lagi. Dari begitu banyaknya instansi yang terlibat dan merasa bertanggung jawab terhadap keamanan di laut, dengan mudah diketahui pula betapa akan rumitnya rentang komando dan pengendalian yang harus digelar.
Dulu memang pernah terdengar tentang keberadaan Bakorkamla yang mengoordinasikan seluruh instansi yang berkepentingan di laut.Akan tetapi kini keberadaannya sudah “nyaris tidak terdengar”. Betapapun, Bakorkamla hanyalah badan yang bertugas melakukan koordinasi belaka, padahal pada tugas yang seperti ini dibutuhkan kesatuan komando dari seluruh satuan yang berada di laut dalam konteks tugas-tugas pengamanan laut, terutama yang berkait dengan keutuhan wilayah dan kedaulatan negara.
Sudah waktunya kita harus membenahi tentang siapa dan bertugas apa di laut. Di sisi lain, tugas menjaga kedaulatan wilayah laut sudah seharusnya menjadi domain Angkatan Laut. Angkatan Lautlah yang secara universal merupakan instansi yang paling kompeten, mengetahui dengan benar dan saksama tentang tata cara penggunaan kekuatan di laut. Atau satuan lain yang memang dibentuk khusus melakukan tugas tersebut, yang dikenal dengan terminologi coast guard, satuan pengawas pantai.
Lebih-lebih bila kita melihat permasalahan pengamanan laut di wilayah perbatasan negara. Enam puluh lima tahun merdeka adalah lebih dari cukup tenggang waktu yang dibutuhkan untuk memiliki satu Angkatan Laut yang tangguh di perairan RI sebagai satu negara kepulauan. Pilihannya hanya satu, apakah kita memang selalu ingin diinjak-injak kehormatan dan kedaulatan negara di perairan Ibu Pertiwi?(*)
Chappy Hakim
Jakarta 20 Agustus 2010 ( Artikel ini sudah dimuat di koran Sindo Hari ini.)
2 Comments
Sikap pemerintah yg kurang tegas thd negara malaysia yg telah melecehkan bangsa ini berulang kali, membuktikan bahwa pemerintahan sekarang hanyalah macan ompong yg hanya..berani tegas kepada rakyatnya sendiri..*memprihatinkan*
Setuju, pak Chappy..
Sudah terlalu banyak kapal “petugas” yg berkeliaran di perairan kita, dan semua bagaikan jalan sendiri2. Kalau boleh saya mengandaikan sistemnya Kohanudnas, yg terdiri dari berbagai matra, tapi beroperasinya terintegrasi dan terpadu, sehingga dapat tercipta beberapa lapisan pertahanan udara sekaligus. Mengapa di laut kok seperti sulit sekali ya,pak? Kan kunci semuanya (kalo ikut Kohanudnas) adalah K3I… Mohon dikoreksi kalo saya salah,pak. Terima kasih…