Berita menarik yang paling mutakhir saat ini adalah tentang penjualan senjata Pindad yang bermasalah di Filipina.
Pada Kamis 20 Agustus, petugas Bea dan Cukai Filipina menahan kapal “Capt Ufuk”. Di dalam kapal tersebut, aparat Filipina menemukan dan menyita 50 pucuk senjata Pindad SS1-V1. Padahal PT Pindad mengapalkan 100 senjata untuk Mali dan 10 pucuk untuk Filipina. Diduga kuat bahwa senjata yang diekspor tersebut raib sebelum tiba ditempat tujuan. Selain itu, kapal juga mengangkut sejumlah peralatan militer lainnya. Senjata produksi PT Pindad diekspor dengan dokumen resmi dan lengkap dari pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Ekspor dilakukan dengan kapal yang dipesan pihak pembeli. Saat ini tengah diselidiki apakah kapal pengangkut senjata PT Pindad ke Mali itu, juga kapal yang dimaksudkan untuk mengirimkan senjata genggam ke Filipina.
Menanggapi berita yang beredar ini, PT Pindad merespon melalui jurubicaranya. Jubir PT Pindad Timbul Sitompul menyatakan, senjata yang ditemukan di Filipina merupakan pesanan dari Mali dan pemerintah Filipina. Senjata-senjata itu berdokumen resmi. Lebih jauh diungkapkan juga bahwa pihak PT Pindad hanya bertanggung jawab sampai dengan senjata tersebut dimuat di kapal yang akan mengangkutnya ke tempat tujuan.
PT Pindad tidak betanggung jawab lagi sejak kapal yang mengangkut senjata tersebut meninggalkan pelabuhan Tanjung Priok. Sampai disini, kita dapat melihat kejanggalan sedikit, yaitu sampai dimana tanggung jawab moral sebuah pabrik senjata dan juga tentunya sebuah negara produsen senjata ? Di sisi lain juga, pernyataan ini, bisa mengandung makna “sebuah iklan”. atau peluang bagi siapa saja untuk dapat membeli senjata dari Pindad. Mudah koq, beli saja dengan syarat, kita angkut sendiri dari Tanjung Priok, dan selanjutnya kita bebas menjual lagi entah kemana dan juga untuk tujuan apa saja.
Sementara itu dari pihak Bea dan Cukai Indonesia diperoleh penjelasan bahwa hanya pengiriman senjata ke Mali saja yang memiliki dokumen. Ditempat terpisah, Ketua Komisi Pertahanan DPR Theo L Sambuaga menduga senjata berjenis Pindad SS1-V1 yang ditemukan di kapal berbendera Panama ‘Capt Ufuk’ ilegal. Karenanya, hal tersebut mesti ditelusuri lebih jauh. Pihak DPR telah meminta pemerintah segera memperjelas dan menuntaskan persoalan ini terkait hubungan antar Negara, terutama dengan Filipina. Walaupun sebelumnya, Menteri Pertahanan Juwono Soedarsono telah menegaskan bahwa penjualan senjata oleh PT Pindad adalah resmi dan legal.
Berita terbaru mengatakan bahwa, Departemen Pertahanan dan Markas besar Tentara Nasional Indonesia kembali menegaskan, proses ekspor beberapa jenis senjata ke Filipina dan Mali sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan dan prosedur legal yang ditetapkan. Menurut Menhan, Departemen Pertahanan memberikan kewenangan kepada PT Pindad untuk mengekspor senjata-senjata buatan mereka ke sejumlah Negara.
Bagaimana bisa terjadi kisruh tentang senjata ini. Marilah kita cermati satu persatu bagaimana sebenarnya prosedur pembelian dan penjualan senjata. Senjata, dalam terminologi logistik pembekalan Angkatan Perang, dikenal dengan klasifikasi : “super controls item”. Jenis barang yang berada dibawah pengawasan yang ketat. Bersama dengan senjata, yang masuk dalam kategori ini antara lain adalah berbagai jenis bahan peledak serta amunisi dan barang sejenis lainnya.
Untuk senjata, terutama senjata perorangan seperti senapan dan pistol, maka proses pengadaannya harus diberlakukan secara khusus. Khusus disini menyangkut banyak hal, yaitu dari sejak proses perencanaan, sampai dengan pelaksanaan pembelian dan angkutannya harus tertuang dengan jelas dalam kontrak yang dibuat atas persetujuan kedua pihak, pembeli dan penjual. Pengaturan yang ekstra ketat dan kaku memang diberlakukan disini dan semua Negara menganut faham yang sama dalam masalah ini.
Dengan demikian, maka proses pengangkutannya harus dipastikan untuk dilaksanakan dengan baik, yang diketahui jelas-jelas oleh kedua pihak. Proses pengiriman pun dapat dipastikan tidak dilakukan seperti yang terjadi dalam proses pengiriman barang biasa. Selain harus didukung oleh dokumen khusus, maka pengiriman barang dalam bentuk senjata, harus dilakukan dengan mengikut sertakan “escort officer” atau perwira pengawal. Perwira pengawal inilah yang selalu berada didekat barang kiriman yang akan diberangkatkan tersebut.
Keberadaan pengawal inilah, disamping kelengkapan administrasi berupa dokumen penting atas barang tersebut yang akan menjawab atau menjelaskan kepada pihak yang berwajib,apabila pada setiap saat dilakukan pemeriksaan oleh pihak otoritas suatu Negara.
Melihat apa yang terjadi di Filipina, dimana senjata langsung ditahan oleh pihak imigrasi Filipina, maka dapat dipastikan ada sesuatu yang salah dalam proses pengiriman barang yang masuk kategori “super controls item “ tersebut. Pihak imigrasi Filipina pasti mendapatkan paling tidak satu atau dua penyimpangan dari persyaratan yang harus dipenuhi dalam aturan ke pabeanan pengiriman senjata. Adalah tidak mungkin pejabat Filipina demikian ceroboh untuk bertindak menahan kapal tersebut apabila memang tidak ada aturan yang dilanggar.
Masalahnya sekarang adalah, dimana letak kesalahannya. Ada masalah tanggung jawab moral disini. Karena senjata tersebut berasal dari Indonesia, maka setidaknya pemerintah Indonesia berkewajiban untuk menjelaskan duduk perkara proses pengadaan atau pembelian senjata oleh pihak Mali dan Filipina tersebut. Masalah yang sudah terlanjur tersiar luas dalam pemberitaan di media, kiranya perlu mendapatkan respon yang setimpal agar nama baik PT Pindad sebagai pabrik senjata dan lebih-lebih Negara dan Bangsa Indonesia tidak kemudian tercemar nama baiknya.
Tercemar disini, titik beratnya adalah, bahwa itu tadi, walaupun belum tentu, siapa saja dapat datang membeli senjata ke Indonesia untuk keperluan apa saja dan juga termasuk untuk menjualnya lagi kepada siapa saja , kemana saja dan untuk apa saja. Lebih fokus lagi intinya adalah : “Tanggung Jawab”, sebuah kata yang konon katanya sudah menjadi barang langka di Republik ini. Katanya Lho ?
2 Comments
Pertama kali saya membaca berita tentang kasus tersebut, saya langsung terbayang film 24, di mana setiap session pasti ada kasus tentang penjualan senjata ilegal. Saya sadar betul kejadian seperti itu tidak cuma ada dalam film tapi ada dalam dunia nyata. Tapi kalau itu menyangkut negara kita tercinta, saya tidak berani untuk membayangkannya…
Semoga ini cuma sekadar imajinasi saya yang terlalu liar krn terlalu sering nonton film spionase
Mudah2an sih nggak ada apa2 ya Pak. Terimakasih, salam, CH.