Nomaden atau pengembara, adalah kelompok atau orang yang memilih hidup berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain di padang pasir atau daerah bermusim dingin, daripada menetap di suatu tempat. Sementara itu Orang atau kelompok orang yang berpindah-pindah tempat tetapi bukan di padang pasir atau daerah bermusim dingin, disebut sebagai kaum gipsi.
Banyak kebudayaan pada dahulunya secara tradisional hidup nomaden atau gipsi. Akan tetapi kebiasaan tradisional nomaden dan atau gipsi tersebut semakin lama semakin berkurang dan menghilang , terutama di negara-negara yang telah mengalami kemajuan teknologi dan industrialisasi.
Akan tetapi, dari apa yang saya alami selama lebih dari 60 tahun, maka sebenarnya perjalanan saya berpindah-pindah tempat sebanyak 20 kali sudah mirip dengan apa yang dijalani oleh masyarakat nomaden pra era industri.
Sepanjang ingatan saya, rumah yang pertama kali saya tempati adalah di Jalan Segara IV no 4. (1) Jalan Segara sekarang ini namanya adalah jalan Veteran. Jalan Veteran IV itu pun, saat ini sudah tidak ada lagi, bermula dengan dibangunnya Masjid Baiturrachim oleh Bung Karno di tahun 1950 an. Sebenarnya, lokasi itu adalah berupa lapangan tenis di halaman Istana. Saat itu saya bersekolah TK dihalaman Istana dan di Sekolah Rakyat Negeri 47 , sekarang SD namanya di Jalan Petojo Jaga Monyet, sekitar 4 atau 5 kilometer jaraknya dari jalan Segara IV.
Menjelang lulus SR, karena akan digusur dalam rangka perluasan halaman Istana, kami pindah ke Jalan Bendungan Hilir IX no 5. (2) Waktu itu , di awal tahun 1960 an , daerah ini masih sangat sepi. Demikian pula dengan daerah Kebayoran Baru. Saya sekolah di SMP Sumbangsih Jalan Setiabudi yang jaraknya tidak begitu jauh dari Bendungan Hilir. Meneruskan SMA di Kebayoran Baru, SMA Negeri 9 di jalan Bulungan.
Selesai SMA, saya mencari kerja sejenak selama lebih kurang satu tahun. Diantaranya sempat menjadi tukang solder pabrik radio rumahan di Pejompongan dan kemudian menjadi tenaga honorer di RRI studio Jakarta di Jalan Merdeka Barat Jakarta Pusat. Di RRI saya dibimbing oleh Pak Thalib dan sempat sesekali berjumpa dengan beberapa penyiar beken RRI saat itu seperti Sasli Rais dan lain-lain. Sempat pula berjumpa dengan beberapa calon penyiar yang disiapkan untuk VOA, BBC dan ABC, siaran bahasa Indonesia.
1967 Desember saya masuk AKABRI Udara, dengan menempuh 1 tahun pertama di Akademi Militer Nasional di Magelang , yang tahun akademinya dimulai pada awal tahun 1968. Di kompleks AMN ini saya tinggal di barak atau Chambre 40 (3). Ditahun kedua, saya menempuh pendidikan di Akabri Udara Jogjakarta, dan tinggal di Flat Karbol(4). Setelah 4 tahun , yaitu di tahun 1971 selesai menjalankan pendidikan di Akademi, kami para siswa penerbang masih harus menyelesaikan pendidikan di sekolah penerbang selama lebih kurang 18 bulan, dan tinggal di wisma Elang Lanud Adisutjipto. (5) Baru pada tahun 1973 setelah lulus sekolah penerbang saya pindah ke Jakarta dan tinggal di Mess Perwira Manuhua di Lanud Halim Perdanakusuma.(6) Tinggal di Mess Manuhua sampai dengan tahun 1978, saat saya menikah. Beberapa saat terpaksa tinggal dulu di kompleks Mertua Indah (7) setelah itu saya kemudian tinggal di rumah dinas di jalan Kolada nomor 18 Kompleks Dwikora, masih di lanud Halim.(8)
Pada saat menjabat sebagai komandan skadrom 31 Hercules, saya pindah rumah ke kompleks perumahan di Ring 1 , perumahan nomor E4, masih di Lanud Halim Perdanakusuma.(9) Selesai menjabat komandan skadron dan kemudian menjabat di staf operasi dan latihan di Markas Besar Angkatan Udara, pada tahun 1992, saya pun pindah ke Jogjakarta, menempati perumahan di kompleks perumahan Lanud Adisutjipto, nomor E 8. (10) Rumah yang sama yang pernah dihuni oleh Marsekal TNI Purnawirawan Saleh Basarah saat beliau merintis berdirinya Akademi Angkatan Udara di penghujung tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an.
Selesai bertugas di Jogjakarta, saya pindah lagi ke Makassar, yaitu di KOOPSAU 2, dan tinggal di perumahan perwira Makoopsau di Daya (11), sedikit diluar kota Makassar. Selesai berdinas di Makassar saya pun dipindahkan ke Bandung, tepatnya di Lanud Margahayu atau Lanud Sulaiman, menempati rumah dinas komandan pangkalan. (12) Beberapa saat berdinas di Margahayu, saya pindah lagi ke Jakarta. Sambil menunggu jatah rumah dinas saya mendapat pinjaman kamar di Mess Perwira Saptoadji di Lanud Halim Perdanakusuma.(13)
Lebih kurang satu tahun, saya pun masuk rumah dinas di Kompleks Triloka, jalan raya Pasar Minggu daerah Pancoran.(14) Lebih kurang dua tahun, saya pindah lagi ke Jogjakarta sehubungan dengan promosi saya sebagai gubernur Akademi Angkatan Udara. Saya tinggal di kediaman resmi Gubernur AAU (15) Tiga tahun setelah itu saya pindah lagi ke Jakarta. Sambil menunggu rumah dinas, saya tinggal di rumah pinjaman seorang sahabat di daerah RS Fatmawati Cilandak. (16) Lebih kurang setahun, saya kemudian pindah memasuki rumah dinas di kompleks ring 1 Lanud Halim Perdanakusuma. (17)
Di Tahun 2002, saya diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Udara, dan otomatis langsung menempati rumah dinas Kasau yang terletak di Wisma Angkasa, jalan Wijaya 13 nomor 31. (18)
Memasuki pensiun ditahun 2005, barulah saya kemudian menempati rumah Pejabat alias di Pejaten Barat. Disinilah sementara ini saya berlabuh, hunian yang ke 19 yang saya tempati, sambil terus mengisi tulisan-tulisan di kompasiana.
Itulah semua, kisah nomaden di abad modern.