Perkembangan dari konstelasi politik pasca pemilu 2009 semakin menarik dan sekaligus juga mungkin menyebalkan. Apapun yang sudah dan tengah serta akan terjadi tidak lah lebih dari satu proses yang tidak dapat dihindari akan sangat mempengaruhi peta kekuatan partai-partai politik yang jumlahnya kata orang Betawi : ber “jibun” itu.
Sebanyak apapun jumlah partai, satu kecenderungan yang tidak dapat dihindari adalah sifatnya yang akan mengerucut menjadi dua pihak yang berhadapan dan atau bersaing satu dengan lainnya.
Pemandangan yang sangat alamiah sudah dapat disaksikan, sesaat setelah hasil Quick Count beredar, yaitu berbondong-bondongnya pihak yang merapat ke Partai Demokrat yang keluar sebagai pemenang. Mereka memposisikan dirinya sebagai pendukung, apapun alasannya.
Konsekuensi logis yang kemudian mengikutinya adalah, berbondong-bondong juga pihak yang kalah dan sekali gus merasa dicurangi dan lain sebagainya ke arah yang diharapkan bisa diajak untuk melawan .
Maka segera terjadilah dua kutub seperti halnya yang terdapat di muka bumi ini, “north pole” atau kutub Utara dan “south pole” atau kutub Selatan.Dua kutub yang dapat membuat bumi kita berada dalam posisi yang “equilibrium” alias seimbang.
Kutub “Pemenang”, walaupun masih sementara karena belum adanya pengumuman resmi, dan Kutub yang ”kalah” yang juga masih sementara sifatnya.
Orang awam dapat segera melihat, dari perkembangan yang ada, yaitu berkumpulnya orang-orang ke Cikeas, tempat partai Demokrat dan sebagian lagi berkumpul ke Teuku Umar.
Mudah sekali, bila kemudian orang akan dapat mengatakannya , sekali lagi untuk sementara, sebagai kelompok penguasa dan kelompok oposisi. Maka terjadilah 2 pihak yang berhadapan sebagai refleksi dari konsekuensi mengerucutnya persaingan diantara sekian banyak partai yang ber “jibun” jumlahnya itu. Demokrat di Cikeas dan kelompok yang berkumpul di Teuku Umar.
Nah, bukankah ini saat yang paling tepat, atau merupakan kesempatan emas mendirikan partai Republik ?