Di Bandara terdapat beberapa alat bantu navigasi yang gunanya adalah memberikan panduan kepada pesawat terbang untuk menuju landasan pacu dan juga untuk membimbingnya ke ujung landasan pacu untuk mendarat.
Salah satu peralatan itu adalah bernama VOR atau Very High Frequency Omni Range. Alat ini berupa stasiun pemancar gelombang radio yang dapat ditangkap oleh pesawat penerima yang ada di pesawat terbang . Dari pancaran tersebut, alat penerima di pesawat terbang menerjemahkannya dalam bentuk informasi tentang arah dan jarak menuju VOR itu berada. Alat ini sangat berguna bagi penerbang dalam menuntun pesawatnya menuju suatu bandara, terutama sekali bila cuaca buruk. Biasanya stasiun pemancar VOR ini terletak di salah satu sisi dari landasan pacu.
Peralatan lainnya adalah apa yang dikenal dengan ILS yaitu Instrument Landing System. Alat ini pun berupa radio pemancar yang biasanya diletakkan persis searah dengan sumbu landasan pacu dengan jarak yang cukup dekat. Dengan pancaran ILS ini, penerbang menerima sinyalnya dalam bentuk informasi tentang jarak, sudut pendekatan untuk mendarat dan juga arah yang terfokus kepada ujung dari landasan pacu sampai dengan ketinggian tertentu yang relatif sudah sangat rendah. Dengan demikian penerbang tetap dapat mengarahkan pesawatnya untuk mendarat walaupun dalam keadaan gelap karena cuaca buruk. Ada beberapa kategori dari ILS ini yang dapat menuntun pesawat terbang sampai dengan ketinggian lebih kurang 100 meter diatas permukaan tanah.
Itu adalah dua dari beberapa alat bantu navigasi yang terdapat di bandara yang dapat menuntun pesawat terbang dalam menuju suatu bandara dan juga menuntunnya ke ujung landasan untuk mendarat.
Seberapa besar akurasi penunjukkan arah dari kedua peralatan tersebut akan sangat tergantung dari kondisi stasiun pemancarnya dan juga kondisi dari alat penerimanya di cockpit pesawat. Karena peralatan ini adalah peralatan yang ”hightech”, dan tentu saja mahal harganya, maka pemeliharaan dari peralatan tersebut menjadi sangat menentukan apakah alat tersebut bisa diandalkan atau tidak. Disamping itu, sebagai bagian dari pemeliharaan ada pula kegiatan yang disebut sebagai ”kalibrasi”, yang tujuannya menge-check akurasi penunjukkannya. Akurasi penunjukkan akan menentukan apakah pesawat dibimbing tepat menuju kearah yang dinginkan untuk mendarat. Salah satu alat untuk mengerjakan kalibrasi ini adalah pesawat terbang kalibrasi. Pesawat terbang kalibrasi adalah pesawat terbang biasa, yang didalamnya dilengkapi dengan peralatan elektronik yang dapat mengecheck apakah VOR dan ILS itu bekerja dengan baik dan memberikan penunjukkan yang tepat.
Demikianlah, maka biasanya bandara-bandara selalu dilengkapi dengan VOR dan ILS. Untuk bandara yang kecil biasanya hanya ada VOR saja yang dilengkapi dengan DME atau Distance Measuring Equipment, alat pemberi informasi jarak kestasiun VOR.
Saat ini, konon kabarnya, otoritas penerbangan kita hanya memiliki dua buah pesawat terbang kalibrasi. Itu berarti untuk melaksanakan kalilbrasi dari VOR dan ILS diseluruh Indonesia mereka hanya menggantungkan kepada kesiapan kedua pesawat tersebut. Idealnya, mereka seharusnya memiliki tiga buah. Dengan tiga buah pesawat terbang kalibrasi yang tersedia, maka satu pesawat bisa dioperasikan ke wilayah barat Indonesia dan satu lagi ke arah timur Indonesia. Satu pesawat akan dapat berperan sebagai cadangan bila salah satu dari dua pesawat tersebut masuk ke bengkel pemeliharaan.
Permasalahannya adalah, dari banyak penerbang yang saya ajak berbincang-bincang mengenai VOR dan ILS ini, maka diketahui banyak dari ILS dan VOR kita saat ini yang penunjukkannya tidak akurat. Mereka berbicara banyak tentang kondisi VOR dan ILS yang tidak berfungsi sesuai dengan ”performance” nya. Ada beberapa yang mengeluhkan peralatan yang ada di pesawatnya sendiri, akan tetapi juga , sebagian besar adalah mengeluhkan peralatan yang ada di bandara-bandara tersebut. Baik peralatan yang ada di pesawat maupun yang ada di bandara, keduanya memerlukan proses kalibrasi sebagai bagian dari siklus pemeliharaan. Kelemahan kita memang terletak pada pemeliharaan. Itu sebabnya maka VOR dan ILS di Indonesia banyak yang sudah tidak memberikan penunjukkan yang akurat. Kemungkinan besar , penyebabnya adalah karena keberadaan pesawat terbang kalibrasi yang sangat terbatas itu.
Diketahui bahwa dana yang diperlukan untuk pengoperasian dari pesawat terbang kalibrasi dan juga penyiapan awak pesawat serta tenaga kalibrasi sangat besar. Sehingga dengan demikian otoritas penerbangan kita dalam hal ini Departemen Perhubungan sangat memperhitungkan sekali tentang efisiensi dari penggunaan dana untuk keperluan ini. Mungkin saja, alokasi dana untuk Departemen Perhubungan yang sudah mencapai lebih kurang 16 triliun rupiah itu belum dapat mencukupi untuk kegiatan-kegiatan seperti ini. Namun bila dilihat bahwa peralatan tersebut adalah merupakan bagian dari kelengkapan bandara, maka dapat dipastikan Perum Angkasa Pura harus bertanggung jawab terhadap kegiatan ini. Dalam penyelenggaraan operasi penerbangan, memang segala sesuatunya memerlukan ongkos yang tinggi. Akan tetapi harus diingat, bahwa sebenarnya kalkulasi dari kebutuhan dana itu dapat dengan mudah diperoleh dari banyak sektor pungutan-pungutan yang dijalankan oleh baik otoritas penerbangan, maskapai penerbangan dan juga Perum Angkasa Pura.. Tinggal bagaimana mengelola atau me ”manage” nya saja. Celakanya adalah ”management” adalah juga merupakan kelemahan terbesar dari kita-kita ini.
Jadi bagaimana? Jawabnya adalah ”kembalilah ke jalan yang benar !” Dan semuanya akan Beres !