Sejak pertama kali orang menggunakan matra udara dalam pertempuran, jelas sekali tujuannya adalah untuk menyerang. Tidak ada dan bahkan sangat janggal, bila ada orang mengintai dari satu ketinggian kemudian hanya untuk bertahan. Dalam perkembangannya kemudian semakin jelas lagi bahwa memang unsur udara adalah sarana bertempur yang sangat efisien dalam konteks menyerang. Kekuatan udara, selanjutnya dikenal sebagai kekuatan offensive. Kekuatan Udara atau Air Power “originally design” untuk “offensive”.
Air Power is an offensive tools. Pengertian offensive disini tidaklah melulu berarti “menyerang” akan tetapi jauh lebih spesifik terurai sebagai : “to act rather than react, and dictates the time, place, purpose, scope, intensity and pace of operations”. Itu semua yang menjadi alasan, mengapa seluruh pertempuran dan bahkan peperangan hanya dapat dimenangkan oleh kekuatan yang platform-nya offensive. Tercatat hanya satu saja peperangan dengan dasar defensif yang berhasil keluar sebagai pemenang. Peperangan itu adalah “Battle of Britain”, yaitu saat Angkatan Udara Inggris yang dipaksa oleh Jerman untuk bertahan, untuk berada dalam posisi defensif !
Perhatikan ini : Philip S. Milinger, Colonel, USAF (Dean Department of the Air Force – Air University) :
“It is well to remember that the Battle of Britain was, I believe, the only clear-cut victory of defensive counter air in history.”
Format dasar dari penggunaan Air Power adalah, Detection dan atau Reconnaissance, Identification, Interception dan Destruction. Itu sebabnya kemudian bahwa sistem pertahanan suatu Negara yang berorientasi kepada penggunaan Air Power , harus “outward looking”. Kembali lagi kepada Battle of Britain, apa sebenarnya yang menjadi kunci dari kemenangan Inggris dalam “counter air” tersebut. Dari demikian banyak faktor, sebenarnya hanya ada tiga unsur saja yang menopang keberhasilan RAF dalam peperangan tersebut.
Tiga unsur itu adalah, telah dimilikinya radar, digunakannya perhitungan sistem analisa riset dalam rangkaian operasi bertahan dan implementasi yang utuh dari komando tunggal dalam pelaksanaan operasi pertahanan udaranya. Sejak itulah kemudian penggunaan radar dalam perang udara semakin berkembang yang tidak hanya untuk mengintai posisi dari pesawat lawan akan tetapi juga sebagai guidance bagi pesawat sendiri. Demikian pula riset analisa system yang bergulir telah berkembang jauh dengan apa yang dikenal dikemudian hari sebagai ORSA, Operation Research System Analyses. Sedangkan Komando Tunggal dalam operasi Udara telah menjadi syarat utama dalam pengendalian tempur seluruh system senjata udara dan dikenal sebagai Unity of Command. Untuk diketahui, inilah semua yang menjadi pangkal dari berubahnya “cara pandang”, “strategi” dan “sikap” terhadap perang setelah selesainya perang dunia kedua.
Jenderal Arnold di tahun 1946 mengekspresikannya sebagai :
“The next war, will not start with a naval action nor……by aircraft flown by human being. It might be very well start with missiles being dropped on the capital of a country, say……..Washington!”
Jadi dari seluruh uraian tadi, maka paling tidak akan dapat diambil intisari dari itu semua yaitu hal yang sangat menentukan : Unity of Command produce one offensive action…….. to win ! Itulah sebenarnya nilai strategis dari satu kekuatan udara.
Jakarta 2 Februari 2012
Chappy Hakim