DAN. DJEN. AKABRI Irdjen. Pol. Drs. Soekahar dengan didampingi olel. WADAN DJEN. AKABRI dan DEOPS DANDJEN. bergambar ber-sama2 dengan para anggota WANPINKORPSTAR periode 1971.
EJECTION SEAT (Korsi Rontar)
Gambar atas Dua buah pesawat-tempur MIG 17 sedang mengawal sebuah pesawat-angkut C-130B ā€˛Hercules" (Foto: AURI).
Disusun oleh: CHAPPY HAKIM SMU I KARBOL
PADA Operasi Wibawa I (Ope-rasi Gabungan ABRI) jang baru lalu telah terdjadi suatu ketjelakaan jang tragis, dimana dua buah pesawat MIG-17 dari AURI telah mengalami trouble dalam penerbangannja menudju daerah operasi. Seperti telah kita ikuti dari koran-koram, radio, TV serta mass media lainnja, maka seorang dari kedua penerbang MIG-17 itu telah dapat menjelamatkan dirinja dengan melakukan bail-out.
Kita tidak akan membitjarakan apakah kedjadian/trouble jg ter-djadi itu diakibatkan karena weather condition, lost-oriented, as-sembling-error dll. Tapi kita akan membitjarakan bagaimana seorang penerbang dalam keadaan jang berbahaja/menghadapi bahaja/darurat atau berada dalam situasi jang membahajakan djiwanja, dapat menjelamatkan diri.
Pesawat MIG-17 adalah pesawat fighter jang mempunjai ketjepatan-mendaki ketjepatan suara jang seperti pesawat fighter pada umumnja hanja berawak pesawat satu orang. Bagaimana tjara seorang penerbang dapat melepaskan dirinja dari pesawat dalam keadaan darurat? Pertanjaan ini tentu tidak mendjadi persoalan pada pesawat model lama jang tidak berketjepatan
levers (pengumpil) jang kegunaannja adalah satu untuk arming dan satu lagi untuk firing. Wudjud dari kedua levers ini tentu sadja berlainan untuk tiap2 djenis dari pesawat. Ada diantaranja dalam beberapa pesawat dengan djalan menarik arm-rest/sandaran tangan keatas jang akan mengakibatkan terlepasnja canopy dan menjebabkan rangkaian kedjadian lainnja jang diperlukan sebelum sang pilot ter lontar keluar.
Sebuah trigger/pelatuk segera menempatkan posisinja dalam keadaan/kedudukan siap setelah arm-rest ditarik tadi untuk dapat dipergunakan menembakkan ataupun melontarkan kursi itu. Ada pula dalam beberapa pesawat arm dipergunakan sekaligus untuk kedua langkah/tahap tersebut, jaitu arming dan firing.
Setelah mengetahui prinsip kerdjanja ini, kelihatannja mudah sekali. Bila keadaan darurat terdjadi pilot menarik levers, ledakan terdjadi dan kemudian si penerbang tersebut berajun turun dengan pertolongan pajung udara. Sebenarnja tidaklah demikian. Untuk bail out ini ada prosedurenja jang sudah ditentukan dan posisi si penerbang harus sedemikian rupa sehingga tidak membahajakan dirinja sendiri pada saat ia terlontar.
Disamping itu pada model2 pesawat jang dulu2 si penerbang haruslah mengerdjakan setjara manual persiapan2 untuk ejection ini jang antara lain adalah sebagai berikut: melepaskan canopy, meletakkan kursi pada posisi jang terendah, mengatur posisi badan dll. baru kemudian menarik firing trigger.
Inipun belum tentu si penerbang akan selamat karena kursi lontarnja sendiri sangat tidak bisa dipertjaja serta berbahaja. Kadang2 bisa bekerdja dengan baik, kadang2 tidak. Untuk mendjalankan bail out jang tidak semudah apa jang dikira ini, maka seorang penerbang mendapat latihan2 tertentu dalam menggunakan ejection seat system ini, jang antara lain menggunakan suatu menara jang dibuat chusus dengan perlengkapan seperti pada rel kereta api, dimana kursi lontar itu akan terlontar pada rel tersebut segera setelah pilot menarik sebuah handle jang terpasang dekat dengan crahs-helmet nja.
Dengan alat sematjam ini sang pilot merasakan bail-out jang hampir sama dengan keadaan jg sebenarnja. Dengan berkembangnja technologi dalam abad ruang angkasa ini, maka seat ejection system jg dipergunakan sekarang ini al, type gas, type roket dll. adalah merupakan emergency system ig terpertjaja, suatu safety-factor jg merupakan salah satu dari kebutuhan utama dari suatu perlengkapan pesawat2 pemburu jang berketjepatan mendekati ataupun melebihi ketjepatan suara.