Angka kecelakaan transportasi di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan data Kementerian Perhubungan,hingga 31 Agustus 2011 telah terjadi 2.998 kecelakaan transportasi yang mengakibatkan 490 orang tewas dan 811 orang luka berat serta 2.027 orang luka ringan.
Kecelakaan terbanyak adalah kecelakaan sepeda motor yang mencapai angka 2.614 kecelakaan. Belum lagi bila diteliti lebih jauh mengenai seringnya kecelakaan yang menimpa kereta api. Sementara itu pada moda transportasi laut, dalam satu minggu di bulan September saja, telah terjadi tiga kecelakaan kapal laut,yaitu KM Marina di Sungai Barito (26 September), kapal milik PT CNOOC jenis FSO terbakar di perairan Kepulauan Seribu (26 September) dan KM Kirana IX yang terbakar di Tanjung Perak (28 September).
Dalam moda transportasi udara pada pagi hari tanggal 29 September, pesawat Cassa 212 milik Nusantara Buana Air (NBA) jatuh di Langkat, dalam penerbangannya dari Medan ke Kutacane. Sebanyak 14 penumpang dan 4 kru pesawat dipastikan tewas dalam kecelakaan tersebut. Apa yang telah menyebabkan kecelakaan fatal ini masih dalam penyelidikan pihak berwenang, dalam hal ini Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Apa pun yang melatarbelakangi terjadinya begitu banyak kecelakaan di Indonesia, maka kesimpulan yang sangat mudah diperoleh adalah, ternyata nyawa manusia pengguna jasa angkutan umum di negeri ini “sangat murah”, jauh dari perlakuan pada bidang yang sama di negara lain.
Tanggung Jawab
Dari banyak hasil yang telah dipublikasikan tentang penyebab terjadinya kecelakaan transportasi, menjadi tidak mudah untuk menunjuk hidung siapa atau pihak mana yang paling harus bertanggung jawab terhadap kesemuanya itu. Umumnya,kecelakaan terjadi berawal dari sangat rendahnya disiplin orang yang terlibat di dalamnya.
Dari penyelenggara, penanggung jawab dan pengawas, hingga para pengguna itu sendiri; walau ujungnya jelas dan tidak dapat dihindarkan beban terbesar dari tanggung jawab penyelenggaraan sistem transportasi berada di tangan pemerintah sebagai regulator.
Sayangnya sampai sejauh ini belum ada ketentuan yang pasti,terutama dalam hal ganti rugi yang menjadi hak para korban kecelakaan dan keluarganya dalam kecelakaan yang memakan korban jiwa. Memang benar, pergantian dari beberapa perusahaan dan pihak asuransi selama ini telah berjalan, tetapi tetap masih belum ada aturan yang pasti bagi korban kecelakaan transportasi di Indonesia.
Setiap terjadi kecelakaan, selalu saja muncul tuntutan tuntutan dari pihak korban yang berkait dengan urusan ganti rugi. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sebagai badan yang selama ini banyak berperan untuk memperjuangkan hak-hak konsumen pengguna jasa angkutan, menilai banyaknya kecelakaan adalah melanggar hak-hak konsumen.
YLKI menuntut agar seluruh hak-hak konsumen bisa dipenuhi. Akan tetapi,tentunya tidak cukup hanya dengan uang duka cita dan uang santunan berobat. Seluruh kasus kecelakaan harus diusut tuntas. Sikap YLKI ini adalah sekadar contoh nyata,bahwa manajemen ganti rugi pada kecelakaan transportasi belum dapat berjalan dengan baik atau sesuai harapan. Masih banyak kasus ganti rugi sebagai akibat dari kecelakaan transportasi yang tidak terselesaikan dengan baik.
Sudah menjadi nasib masyarakat pengguna jasa transportasi umum di Indonesia selama ini, bahwa dalam sebuah kecelakaan transportasi, terutama yang mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta, sangat jarang atau nyaris tidak pernah terdengar laporan mengenai santunan yang diberikan kepada korban, kecuali santunan yang sudah ditetapkan undang-undang seperti yang berasal dari Jasa Raharja.
Itu pun besarannya sangat jauh dan belum dapat mengangkat harkat dan martabat masyarakat Indonesia pengguna jasa transportasi umum. Selalu saja terjadi negosiasi dan atau tawar-menawar dalam menetapkan nilai “jiwa manusia” Indonesia korban kecelakaan.
Aturan di Udara
Di tengah-tengah keprihatinan mendalam serta perasaan yang tidak tenang dalam mengantisipasi berlanjutnya kecelakaan transportasi umum di Indonesia, ternyata bertiup juga angin segar dari Pemerintah Republik Indonesia. Angin segar ini berwujud Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011, yang merupakan tindak lanjut dari penjabaran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
Peraturan ini dikenal sebagai Permen 77 yang dapat dilihat sebagai terobosan gemilang dari pemerintah dalam hal perhatian terhadap perlindungan konsumen. Permen ini dapat dikatakan sebagai aturan yang sangat prorakyat. Permen yang dapat diharapkan sebagai titik tolak pembenahan dari faktor keselamatan nyawa penumpang pengguna jasa angkutan umum.
Salah satu isi dari Permen ini adalah kepastian bagi korban kecelakaan pesawat udara dalam memperoleh santunan sebesar Rp1,25 miliar dalam hal kehilangan nyawa. Sekali lagi,ini adalah benarbenar satu terobosan penting yang telah dikeluarkan Menteri Perhubungan dalam hal perlindungan masyarakat pengguna jasa angkutan udara.
Permen ini dengan segala isinya dapat dipastikan akan membuat para penyelenggara angkutan udara tidak lagi berani bermain-main dengan nyawa manusia, para konsumennya, yang selama ini terasa kurang diperhatikan keselamatannya. Menurut rencana, Permen ini akan diberlakukan per 1 November 2011.
Namun seperti biasa, bila ada upaya positif dari pemerintah yang bertujuan untuk lebih berpihak kepada konsumen pengguna jasa,pasti akan ada pihak yang merasa dirugikan. Pihak yang merasa terganggu pasti akan menentang pemberlakuan Permen 77 ini.
Semoga maksud baik pemerintah,yang pasti berawal dari tujuan mulia,mewujudkan tanggung jawab negara dalam hal melindungi hak konsumen,menghargai nyawa pengguna transportasi umum,benar-benar dapat diberlakukan sesuai jadwal yaitu per 1 November 2011.
Pemberlakuan ini dapat dipastikan akan membuat seluruh penyelenggara angkutan umum untuk lebih berhati- hati, lebih bertanggung jawab.
Jakarta 3 Oktober 2011
CHAPPY HAKIM Mantan Ketua Timnas EKKT
Tulisan ini sudah dimuat di Koran Sindo hari ini dalam rubrik Opini.